"Yang kemarin itu, kalau bukan karena ancaman dari Abi, gue juga gak bakal sudi pakai 'aku-kamu' sama lo. Sampai kapan pun, lo gak akan bisa gantiin Aisyah di hati gue. Camkan itu."
"Maaf, dengan keluarga pasien?" tanya perawat itu menyela pembicaraan Diba dan Izar.
Izar hanya mengangguk, "Pasien sudah sadar, silahkan, boleh masuk."
Izar sedikit melirik Diba tajam, setelah itu ia berdiri dan memasuki ruangan Aisyah. "Syah, lo gakpapa?"
"Ning mana, Gus? Beliau gakpapa kan?"
Terdengar suara gorden terbuka, Diba memasuki ruangan dengan senyum tipisnya. "Gimana keadaan kamu, Syah?" Aisyah membalasnya dengan senyum manis, "alkhamdulillah gakpapa Ning. Ning juga gakpapa kan?"
Bukannya menjawab, Diba malah mengerutkan keningnya. "Ning? Aku Adiba, bukan Nining." Diba menjeda ucapannya, "hah! Jangan-jangan kamu amnesia ya karena kecelakaan?!" hebohnya membuat Aisyah terdiam.
"Ning itu sebutan untuk anak perempuan Pak Kyai," jawab Aisyah dengan kekehan kecil.
Diba terdiam sejenak, "Tapi kan aku-"
"Adik susuan juga termasuk." sela Aisyah dan Diba hanya ber'oh' ria. Meskipun kata 'adik susuan' itu sudah sedikit menyentil hatinya.
"Gitu doang gak tau," cibir Izar membuat keduanya menoleh.
"Gus kok ngomongnya gitu ke Ning?" Izar menghembuskan napas berat, "gue ngurus administrasi dulu." pamitnya seraya berjalan keluar ruangan.
Aisyah mengenggam telapak tangan Diba, "Ning selama ini ke mana aja? Hampir empat bulan gak masuk sekolah,"
Diba terdiam. Ia bingung harus menjawab apa. Setaunya, Aisyah itu orangnya baik dan polos. Jika ia cerita masalah hidupnya, pasti tidak akan mengerti. "Em ... ada masalah. Sedikit."
"Masalah apa? Cerita aja gakpapa." Diba hanya tersenyum tipis dan menggeleng. "enggak. Masalah kecil kok. Cerita sama kamu, nanti takutnya bikin kamu tambah sakit."
Aisyah terkekeh, "Ya Allah Ning, aku cuma kecelakaan kecil aja. Bukan sakit parah,"
Diba terdiam. Benar juga apa kata Aisyah. Namun ia tidak bisa cerita ke sembarangan orang tentang masalahnya. Biasanya ia mengadu ke Reza, tapi sekarang Reza sudah mempunyai gadisnya sendiri. Ia takut menganggu.
"Masalah apa Ning? Rumah tangga sama Gus Izar ya?"
Deg!
Seketika Diba terdiam membeku. Apa tadi? Mengapa Aisyah bisa tau? Diba refleks menoleh dengan tatapan penuh tanya ke arah Aisyah. "Kamu tau dari mana?"
Aisyah tersenyum tipis. "Sebenarnya aku sudah tau sejak lama soal hubungan kalian."
Jantung Diba semakim tidak aman. Bagaimana Aisyah bisa tau segalanya? Apakah Izar yang cerita? Tapi sepertinya tidak mungkin, karena bahkan Izar tidak sudi menganggapnya sebagai istri. Apalagi cerita ke seseorang yang dicintai tentang dia sudah menikah, sepertinya sangat mustahil.
"Kamu tau dari mana?"
"Sebenarnya ... aku gak sengaja dengar perdebatan kalian waktu di depan Ndalem. Waktu itu aku mau ke kopsis, tapi gak sengaja kedengeran semua pembicaraan kalian. Maaf ya, aku gak berniat nguping kok. Tapi Ning tenang aja, aku bakalan jaga rahasia ini kok."
Diba menghembuskan napas lega. "Makasih, tapi ... Izar suka sama kamu."
"Hah?"
"Aku cuma minta kamu jauhin Gus Izar, boleh gak?" Aisyah terdiam. Jujur ia bingung harus menjawab apa. Tapi pada akhirnya Aisyah mengangguk setuju. Mau bagaimana pun, Izar sudah menikah, dan tidak baik baginya jika terus berdekatan. Meskipun hanya santriwati biasa, namun pertemanannya dengan Izar bisa dibilang lebih baik daripada santri lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Bukan Dia! [END]
Teen FictionCerita ini adalah lanjutan dari Salat Tarawih, jika mau lebih jelas, bisa baca Salat Tarawih dulu ^^ Muhammad Abhizar Albirru, seorang gus kelas dua belas, menyukai santriwati yang berstatus sebagai adik kelasnya. Tapi, masih di usianya yang menginj...