12. Rasa Sakit

234 16 0
                                    

Entah mengapa, rasanya dadaku begitu sesak saat kamu terus menghindariku.

~Muhammad Abhizar Albirru~

Izar membalik buku diary itu satu persatu. Dari halaman awal hingga halaman akhir, isinya mampu membuat hati Izar tersayat. Semua hanya tentang kesedihan. Apakah ia selama ini sudah keterlaluan?

"Jujur, selama kepergian lo, gue sadar. Kalau gue kacau tanpa lo,"

Ingatan Izar seakan kembali pada perkataan Reza, "Adiba itu broken home, sama kayak gue. Pergaulan dia bebas bukan tanpa alasan, Araster itu udah dianggap keluarga sama dia. Kalau ada apa-apa, pasti datangnya ke Araster. Karena orangtuanya kejam, kalau ada masalah Diba ga berani pulang. Ya, kadang pulang kalau udah dibujuk anak-anak Araster. Dan besoknya pas sekolah ...." Reza mengantungkan ucapannya. Bibirnya sudah mulai gemetar. "banyak luka memar di tubuhnya. Walaupun dia coba buat tutupin dengan cardi, tapi gue tetep tau."

"Dia itu perempuan paling cantik dan paling kuat yang pernah gue kenal. Setelah Mama. Bayangin deh, kalau lo jadi dia, emang lo bisa sekuat itu?" Izar terdiam. Rasa bersalah mulai muncul dari lubuk hatinya. Selama ini, ia gagal menjadi suami yang bertanggung jawab. Bukannya mengurangi beban istrinya, malahan ia menambah beban itu.

"Gue mau kasih tau rahasia terbesar Diba. Tapi jangan ember." Izar hanya mengangguk.

"Adiba punya dua kepribadian. Kadang dia lembut, suka ketawa dan gampang nangis, itu Adiba. Kalau bruntal dan suka ngelunjak itu namanya Xiera." Izar semakin mematung.

"Oh iya, dan gue pesen setelah pulang dari sini, lo cek laci di kamar Diba. Apa dia masih ngonsumsi obat penenang atau enggak."

Izar semakin dibuat terkejut. "Obat?" Reza mengangguk. "dan juga, periksa lengan dia, masih banyak luka goresan atau enggak. Soalnya, kalau Xiera udah muncul, dia bakal lukain tubuh Diba. Misalnya, dia bakal siletin lengan."

"Gue ga tau, ternyata selama ini lo semenderita itu."

Mendengar suara ketukan pintu, Izar cepat-cepat mengusap air matanya. Menyimpan kembali buku diary istrinya itu, lalu pergi untuk membuka pintu.

"Atas nama Kak Muhammad Abhizar Albirru?" tanya kurir itu, Izar hanya mengangguk.

"Ada paket, tolong tanda tangan di sini." Izar mengerutkan keningnya, "tapi saya ga ada pesan paket."

"Tenang, paketnya sudah dibayar. Anda hanya perlu tanda tangan dan terima paketnya."

"Dari siapa?"

"Em ... tidak jelas, namanya TPPK."

"Buang aja."

Kurir itu mengerutkan keningnya. "Gausah sok deh! Ini! Ambil! Saya udah capek-capek nganterin paket ini. Hargain dong, saya naik tangga lho."

Izar menerima paket itu dengan terpaksa. Lalu pandangannya kembali pada kurir tadi. "Kenapa ga naik lift aja?"

"Ga bisa naik lift!" sentaknya seraya beranjak pergi dari sana.

Izar menatap kepergian kurir itu dengan tatapan heran. Lalu beralih menatap paket yang ada di tangannya. Masuk kembali ke dalam apartemen, tidak lupa menutup pintunya. Lalu berjalan menuju kamar.

Kamu Bukan Dia! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang