Impian Diba hanya satu, bisa merasakan apa itu kebahagian sebelum pulang.
Adiba Khanza Ranisa~
Sudah lewat hari di mana acara kelulusan kelas dua belas. Kini Diba dan anggota Araster lainnya menaiki jenjang yang lebih tinggi. Tidak, bukan apa, hanya naik kelas saja.
Hubungannya dengan Izar juga kian membaik, Izar sering manja padanya. Dan yang membuatnya lebih baik, suaminya itu tidak menyebut nama Aisyah lagi semenjak ia memohon untuk kembali pada Diba.
Diba terusik saat Izar mendusel pada lehernya. Rasanya sangat geli, argh. Tangan Diba mendorong wajah Izar agar menjauh dari lehernya. "Gus ...." renggeknya.
"Kenapa hm?"
"Geli ah."
Bukannya berhenti, Izar malah semakin menguyelkan wajahnya pada leher Diba. Wanginya ... enak sekali.
Dering ponsel Diba membuat Izar berdecak malas. Terpaksa ia melepaskan wajahnya karena Diba mengubah posisinya menjadi duduk untuk mengangkat teleponnya.
"Halo?"
"Gue tunggu pagi ini, markas Felix kalau lo mau Yana selamat."
Deg!
"Kalau lo gak dateng, lo pengecut. Adiba Khanza Ranisa."
"Sialan. Gue meluncur."
"Jangan bawa ketua sialan lo itu."
"Licik lo, Felix."
Panggilan terputus. Diba mengikat rambutnya asal. Melihat istrinya dengan wajah berbeda itupun Izar langsung mengucek matanya. "Mau kemana?" Tanyanya saat melihat Diba memakai jaket Arasternya. Itu menandakan ia akan keluar.
"Bentar doang, jangan bilang siapa-siapa." Bisiknya lalu berlari keluar rumah melajukan motornya di pagi buta seperti ini.
"Astagfirullah, aku belum salat subuh."
🦋🦋🦋🦋
D
i sisi lain, Diba melepas helm full facenya itu. Menatap satu persatu anggota Felix di depannya. Ia tidak takut sama sekali, justru tangannya terasa sangat gatal sudah lama tidak meninju seseorang.
"Saatnya bermain dengan pemain, Felix." Sinis Diba yang dibalas tepukan tangan dari Zain. Penjabat sebagai ketua di geng Felix.
Ia tersenyum miring pada Diba, satu satunya anggota cewek pada Araster sebelum kedatangan Ayana. "Nyali lo gede juga, Diba."
"Daripada lo, gede bacotnya doang."
Merasa ketuanya dihina, Wilma hendak maju menyerang Diba namun dihalang lengan Zain yang membuatnya terpaksa mundur kembali.
Diba bersedekap dada. "Gue gak suka basa-basi. Mana Yana?" Semuanya tertawa mendengar ucapan Diba.
"Lo harap semulus itu?" Terdengar suara isi peluru pada arah belakang Diba, ia sontak melebarkan matanya, menoleh ke arah belakang. Tubuhnya terasa kaku, kakinya seakan tidak bisa digerakkan untuk kabur dari kenyataan.
Diba memejamkan matanya. "Ya Rabb, jika memang ini takdir Diba, Diba ikhlas menerimanya."
Dor!
Perlahan Diba membuka matanya, jantungnya seakan berhenti berdetak saat mengetahui siapa yang kini berada di depannya dengan wajah penuh darah. Diba menangkup wajah Izar dengan kedua tangannya, mengapa dan bagaimana bisa lelaki itu menyusulnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu Bukan Dia! [END]
Teen FictionCerita ini adalah lanjutan dari Salat Tarawih, jika mau lebih jelas, bisa baca Salat Tarawih dulu ^^ Muhammad Abhizar Albirru, seorang gus kelas dua belas, menyukai santriwati yang berstatus sebagai adik kelasnya. Tapi, masih di usianya yang menginj...