Chapter 25

1.9K 251 6
                                    

"Del, Jenan nyari-"

Jenan menggeser Shani dan langsung berjalan masuk ke kamar Adel yang sedang sibuk dengan laptopnya.

"Masuk aja loh, silahkan." Sarkas Adel.

"Thanks hehe" Jenan nyengir dan langsung duduk di kasur. Shani yang berada di pintu, mengira-ngira apa yang sedang terjadi saat ini. "Del, kenapa ga angkat telepon sih dari tadi?"

"Hah? Dari tadi aku chating sama Ashel kok, dan ga ada telpon masuk sama sekali."

"Masa sih? Dari tadi loh aku telponin." Jenan mengambil MacBook yang sedang Adel pangku.

"Hey! Aku lagi ngerjain itu."

"Sekarang ada yang lebih penting. Buruan ganti baju yang bagus, ikut aku."

"Uhmm... Kamu tau kan aku ga suka cowo dan aku pacaran sama Ashel?"

"Aku bukan ngajak kamu kencan idiot. Anyway, kita akan pergi ke suatu tempat dan aku jamin kamu bakal seneng banget. Jadi cepetan angkat pantat kamu sekarang."

"Je, aku lagi bikin mix playlist buat diclub nanti dan aku lagi ga pengen kemana-mana hari ini." Rengekan Adel terdengar seperti anak 5 tahun sekarang. Dan ia tidak peduli, dia sudah nyaman dikasurnya mixing dan chating dengan Ashel.

"Ya Tuhan, cepet buruan Del." Jenan menarik kaki Adel hingga terjuntai dari tempat tidurnya.

"The fuck."

"Aku tunggu di mobil okay. And btw bawa laptop juga, kamu bakal butuh itu."

"Hah?" Adel kini saling pandang dengan Shani.

"Udah buruan siap-siap mungkin ada hal penting kali Del." Ucap Shani sambil melangkah keluar dari kamar Adel.

Dua puluh menit kemudian mereka sudah berada didalam mobil Jenan dan berkendara sekitar 40 untuk mencapai lokasi tujuan. Setelah keluar dari mobil, Adel tidak percaya mereka berada ditempat ini.

Bibirnya membulat, ia berbalik ke arah Jenan dan mulai memukul lengannya "Damn, ini kita beneran disini Je?"

"Hey stop, sakit Del." Jenan mengelus lengannya beberapa detik sebelum ia menjawab Adel. "Beneran lah, yuk masuk."

___________________________________________

Tak berapa lama setelah Adel pergi, Shani mendapat telepon, ia kira Panggilan tersebut dari Chika jadi tanpa melihat caller id, Shani langsung mengangkatnya.

Begitu ia mendengar suaranya seketika ia menyesali keputusannya. Shani tidak mengira kakeknya akan menelepon setelah perdebatan mereka 2 Minggu lalu.

Kakeknya itu meminta untuk bertemu hari itu, dan Shani mengiyakannya.

------------------------------

Begitu Shani sampai, ia mencari dimana kakeknya berada lalu menghampirinya.

"Maaf saya terlambat, saya tidak tau persis jalan kesini." Ucapnya sambil mengeluarkan selembar check lalu menyerahkannya.

"Apa ini?" Tanya William.

"Ini cek yang anda kasih untuk saya, anda menelpon karena ini kan?"

William membuang nafasnya sambil mengusap wajahnya, dia terlihat lelah. Neneknya terlihat sama. "Bukan karena itu saya menelpon kamu Shani."

"Kami menelpon karena, kami mau kamu ada dihidup kami. Kamu benar tentang semua yang kamu ucapkan. Kami adalah orangtua yang buruk dan ibumu berhak mendapatkan yang lebih baik. Sekarang ia sudah tidak ada, kami mau menebus semua itu untuk kamu. Kami sangat meminta maaf untuk semua yang kami ucapkan tentang kamu, ibumu serta temanmu malam itu."

"Dia pacarku, bukan sekedar teman."

"Kami akui, kami kolot Audrey. Sangatlah sulit menerima kalian tapi please beri kami kesempatan." Lanjut William. "Kami baru saja mendapatkan kamu, kami tidak ingin kehilangan kamu begitu cepat. Jika dia membuat kamu bahagia, maka kami tidak akan pernah memisahkan kalian lagi."

Shani mengangguk. "Bagaimana dengan ayahku?"

"Kami juga meminta maaf soal itu. Kamu berterimakasih padanya berkat dia, kamu berada disini. Saya selalu bersyukur karena itu."

"Mewakili semuanya aku memaafkan kalian, tapi aku butuh waktu. Ya kalian keluargaku, namun kalian sangat menyakiti orangtuaku, pacarku dan aku sendiri. Aku ingin melihat kalau kalian bersungguh-sungguh dalam hal ini."

"Kami mengerti, sayang. Kami akan melakukan apapun untuk membuktikan padamu kalau kami sungguh ingin berubah."

Setelah beberapa menit Shani memutuskan untuk pamit pulang. Mereka berjanji untuk tetap berkomunikasi dengannya.

__________________________________________

"Hey sayang."

"Hey." Adel berlari kecil kearah tempat tidur Ashel dimana ia sedang rebahan sambil membaca buku. Adel mengambil buku yang Ashel pegang lalu meletakkannya dinakas sebelum naik dan ikut merebahkan diri disebelahnya.

Adel meletakan tangannya dipipi Ashel dan menghapus jarak antara bibirnya dan Ashel. Ia menggigit bibir Ashel sehingga membuatnya mendesah.

"Ada apa ini? Tumben kamu." Ucap Ashel disela-sela desahannya ketika Adel mulai mencium lehernya.

Adel berhenti dan mengangkat kepalanya, dia tersenyum lebar "ngga ada apa-apa."

"Jangan bohong, kenapa kamu senyum-senyum terus dan tiba-tiba horny gini?"

"Aku cuma lagi seneng aja dan kan kamu selalu buat aku horny." Ia kembali mencium dan menggigit leher Ashel.

"Baby.....hhh" desah Ashel "orangtuaku dibawah loh."

"So? Waktu itu kamu bilang mereka ga akan denger apapun dari sini."

"Hmm, iyasih. Tapi kalau kamu mulai ini kamu harus selesain juga ya."

"Fuck yeah." Gumam Adel sebelum menggigit kecil dileher Ashel. Desahannya semakin kencang kali ini.

Adel duduk dan membantu Ashel melepaskan baju yang dikenakannya. Ia bersiul ketika melihat payudaranya yang terlihat semakin membesar itu. "Sayang, kamu sexy banget."

Tanpa buang waktu, Adel melepaskan pakaian yang ia kenakan. Dan langsung memasukan nipple Ashel ke mulutnya.

"Baby please, aku udah ga tahan." Ashel mendesah disela kalimatnya.

Ashel bangun lalu duduk dipaha adel dan merasakan penisnya yang sudah mengeras. Mereka melakukan itu berkali-kali hingga mereka terlalu lelah untuk lanjut.

___________________________________________

Bad choices, great outcomesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang