66. Rebutan Ponsel

2K 143 8
                                    

Erlan mengakhiri telepon dari Uchi. Adiknya itu akan pulang ke tanah air besok. Ia belum menceritakan tentang Arga dan Irgi, biarlah perempuan itu lihat sendiri bagaimana kedua bocah ini.

Pintu kamar terbuka, menampakan dua anak yang baru saja selesai berganti baju.

Tadi, Erlan menyuruh mereka mandi. Tak terhitung berapa lama keduanya menghabiskan waktu di kamar mandi, bermain-main di dalam bathtub, tak lupa berebut shower, sedang Erlan duduk diam di kursi makan sambil mendengar suara kedua anak tersebut.

"Dingin ...," ucap Irgi sambil menggigil.

Bagaimana tidak dingin, mereka berhenti mandi setelah kulit jari sudah mengeriput.

"Makan," kata Erlan, membuat Arga lebih dulu mendekat, lalu duduk di hadapannya.

Erlan mengangkat satu tangan untuk mengambilkan nasi pada putranya tersebut.

"Nggak usah, aku bisa," cegah Arga, lebih dulu menyambar sendok nasi.

Mata Erlan kemudian terfokus pada Irgi yang berdiri di sampingnya. "HP Ayah?" tanya si bungsu.

"Iya."

"Aku boleh pinjam?"

Erlan mengangguk. "Boleh." Tentu saja akan ia berikan.

Irgi menarik benda itu dengan senyum merekah, lalu beralih duduk di samping Arga. "Ini nggak ada game- nya."

"Download aja," jawab Erlan.

Arga yang tadi sudah menyendok nasi ke piring, kini beralih menatap layar ponsel bersama Irgi. Ini membuat jiwa kebapakan Erlan memberontak.

"Tahu cara download?" tanyanya, yang dihadiahi anggukan oleh dua bocah tersebut. "Kalau bareng bunda diizinin main HP?"

"Diizinin, tapi nggak boleh lama-lama," jawab Arga.

"Pake HP bunda?"

Keduanya serentak menggeleng. "Nggak, dibeliin HP masing-masing, tapi tetep aja nggak puas mainnya." Kali ini, giliran Irgi yang menjawab.

Erlan tersenyum hangat. "Main HP sambil makan, Ayah mandi dulu."

Ia kemudian berdiri dari duduk, lalu melangkah ke kamar mandi. Saat pintu tertutup, Erlan masih bisa mendengar suara kedua anak itu.

Saat melepas satu persatu pakaian yang membaluti tubuh, Erlan mengingat-ngingat lagi—pintu sudah terkunci rapat atau belum. Ia hanya tak ingin kejadian bertahun-tahun lalu terulang lagi.

Ibunya datang tiba-tiba, lalu merampas Arga dan Irgi darinya. Pikiran negatif itu tak bisa ia hilangkan.

Erlan segera menarik baju mandi yang tergantung di dinding, lalu mengenakannya. Ia akan kembali keluar untuk mengecek pintu, tak lupa memperingati Arga dan Irgi agar tak membukakan pintu untuk siapa pun.

Yang Erlan dapati di luar, adalah kedua anaknya yang masih di posisi tadi. Bermain game pada ponsel. Makanan belum juga disentuh oleh mereka.

Erlan mendekat ke arah si kembar. "Kenapa nggak makan?"

"Masih kenyang," jawab mereka serentak.

Menghela napas. Erlan kemudian menuju pintu untuk mengecek keadaan. Setelah memastikan aman, ia kembali lagi ke meja makan.

"Arga, Irgi," panggilnya, dua anak itu menoleh, "kalau ada yang datang, jangan bukain pintu, ya."

Bukannya menjawab, si kembar malah melihatnya dari atas ke bawah seolah sedang menilai penampilan.

Di detik kemudian, mereka tertawa geli. Erlan kebingungan bukan main. Ia turut memeriksa penampilan sendiri.

Tidak ada yang aneh, baju yang dikenakannya menutupi tubuh. Jadi, apa yang mereka tertawakan?

Pressure : Jodoh Dari DesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang