59. Kecewa

5.9K 424 73
                                    

"Yuk," ajak Erlan pada Nana yang kini sedang minum air di depan dispenser.

Perempuan itu melirik. "Ke mana?"

"Tidur."

Nana tersedak saat minum untuk kedua kali. Erlan yang melihat itu segera mengambil tindakan agar Nana tenang. Masih batuk, hingga akhirnya perempuan itu memutuskan untuk duduk di kursi makan.

"Nggak apa-apa?" tanya Erlan penuh kekhawatiran.

Bukannya apa, sekarang keadaannya berbeda. Nana sedang hamil, otomatis semua harus dilakukan penuh kehati-hatian.

Tidak menjawab, Nana malah mendorong bahunya menjauh. Erlan mundur, tangan yang tadi dipakai untuk menepuk pundak Nana seketika pasrah di udara.

"Jangan dekat-dekat!" ketus Nana, lalu meninggalkannya di tempat.

Perempuan itu menuju kamarnya, berhenti untuk memutar gagang pintu, tetapi pintu tak berhasil terbuka. Jawabannya hanya satu, Uchi menguncinya dari dalam. Ah, adik yang sangat pengertian.

"Kok?"

"Udahlah, tidur bareng Mas aja." Erlan melangkah ke arah Nana.

Perempuan itu memasang wajah jijik. Nana kemudian masuk ke kamar Erlan, segera ia menyusul sebelum Nana berubah pikiran dengan memutuskan untuk tidur sendiri, sedang ia akan pasrah tidur di luar.

Tidak menutup kemungkinan, Nana akan mengambil tindakan seperti Uchi. Menggunakan kamar sendirian.

Di dalam kamar, perempuan itu sudah merangkak di atas tempat tidur, untuk mengambil tempatnya. Tak lupa guling yang diletakan di tengah kasur.

Erlan menutup pintu di belakangnya, lalu mematikan lampu.

Kemarin malam, meraka  memang tidur berdua. Namun, suasananya tidak se-canggung ini, karena Nana terlelap bersama tangisan. Keadaannya hampir sama seperti malam mereka terlelap di karpet.

Sekarang berbeda, keduanya dalam keadaan tidak terbebani pikiran sama sekali.

Erlan masuk ke dalam selimut, Nana memunggunginya. Padahal, ia ingin sekali mengajak perempuan itu mengobrol.

Berdeham sekali, lalu melirik Nana. Masih tetap sama, perempuan itu bergeming dan tidak ingin diganggu.

Erlan harus memancing dengan pembahasan yang bisa membuat Nana datang padanya.

Seketika, segumpal ide menghampiri otak. "Eee ... boleh nanya, nggak?"

"Boleh, tapi sekali aja," balas Nana.

Erlan tersenyum dalam remangnya kamar. "Kamu nemuin kolor Mas di mana?"

Jika tidak menyiapkan diri, Erlan pasti akan terkejut saat Nana seketika berbalik menghadapnya. Mata itu membulat, Erlan terkekeh dalam hati. Sangat mudah memancing Nana.

"Di mana?" tanya Erlan lagi, karena Nana masih belum sadar dari keterkejutan.

Perempuan itu melirik tempat lain. "Di ... tempat sampah hotel itu."

Sungguh, maksud Erlan menanyakan ini bukan karena ingin tahu jawabannya. Ia hanya mau Nana tidak memunggunginya lagi, itu saja.

Namun, mendengar jawaban itu, Erlan menjadi ingin lebih membahas lagi. Meskipun agak aneh.

"Kamu nyari di tempat sampah?" Nada bertanya Erlan sedikit mendesak.

Nana menganggukkan kepala. "Iya."

Erlan melengos. "Kenapa bisa?"

"Saya tanya ke petugas hotel, katanya udah dibuang ke tempat sampah, makanya saya cari ke sana," jelas Nana.

Pressure : Jodoh Dari DesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang