Siapa dia?

4.5K 310 2
                                    


"Wei, ke rumah gue, kuy!" ajak Aletta.

Gadis itu berjalan mundur menuju gerbang sekolah bersama Hendery yang setia berjalan membawa tas Aletta dan tasnya sendiri.

Hendery mengernyit bingung. Ada perasaan senang merasuk ke hatinya yang bisa menjumpai orang-orang di rumah sang pujaan hati.

"Gue serius," kata Aletta yang melihat keraguan di mata Hendery. "Biar mereka tahu satu-satunya orang yang selalu ada di dekat anaknya, yang selalu tulus sama anaknya. Biar mereka kenal lo," imbuh Aletta.

"Oke." Telinga Hendery memerah. Jantungnya sekarang berdegup kencang. Yang orang tua Aletta suka hanya Arvin, pemuda yang orang tua Aletta selama ini hanya Arvin. Bagaimana kira-kira respon keduanya? Apalagi Bramantyo terkenal sangat keras.

"Pak, saya ikut sama Hendery, ya," pinta Aletta pada sopir yang sudah menunggunya.

"Tapi, Non Tata nggak bawa helm."

"Beliin helmnya di toko simpang, ada 'kan?"

***

"Perdana naik motor, agak takut tapi ternyata seru!" teriak Aletta di jol belakang motor.

"He! Pegangan!" tegur Hendery saat menyadari Aletta merentangkan tangan.

"Modus lo mau dipeluk, 'kan?" tanya Aletta.

"Bukan gitu, gue cuma——"

Belum menyelesaikan kalimat, Aletta sudah memeluk Hendery dari belakang. Dagunya diletakkan di bahu Hendery. Seketika jantung pemuda itu berdetak kencang.

"Jangan gitu!" Hendery menggoyangkan bahunya agar Aletta menjaga sedikit jarak.

Sedang gadis yang ada di belakangnya tertawa kecil karena gemas.

***

"Assalamu'alaikum!" sapa Aletta begitu masuk. Beberapa ART langsung menatap Aletta senang.

"Ah! My Tata! I miss you, honey!" teriak seorang perempuan paruh baya. Dia berlari seperti orang gila mendekati Aletta. Memeluk gadis dengan seragam lengkap serta menghujani gadis itu dengan kecupan.

Ghea melepaskan pelukannya setelah mendengar ringkihan putrinya. "Mama udah pulang?" tanya Aletta.

"Hum, Mama kangen kamu," lirih Ghea seraya mengusap puncak kepala Aletta.

"Kerjaan Mama?"

"Udah selesai! Hari ini Mama sengaja luangin waktu buat anak Mama! Sedih tahu setiap pulang cuma bisa liat kamu tidur."

Aletta tertawa melihat mamanya yang merengut seperti anak kecil. Memang, selama ini usai acara makan malam itu, jarang sekali Aletta bertemu orang tuanya. Rasa rindu itu ada, tapi Aletta paham keadaan keduanya.

"Masuk!" suruh Aletta.

Hendery yang sejak tadi berdiri di ambang pintu dengan langkah kaku memasuki rumah mewah Aletta. Tak heran Hendery melihat mewahnya rumah Aletta, karena ia sudah sangat paham bagaimana keadaan Aletta yang merupakan anak konglomerat terkenal.

"Halo, Tante," sapa Hendery.

Mata Ghea memicing. Ia kemudian menarik lengan putrinya, menatap pemuda yang datang bersama Aletta dari ujung kaki hingga ujung kepala.

"Dia siapa?" bisik Ghea.

"Temenku, Hendery namanya," jelas Aletta.

"Arvin tahu kamu temenan sama cowok? Nanti dia marah loh, dia 'kan udah dijodohin sama kamu," bisik Ghea lagi.

"Tahu, dia nggak akan marah, kok." Aletta melepas rangkulan Ghea. Kemudian berjalan mendekati Hendery. Menarik pemuda itu untuk memasuki rumahnya, lebih dekat dengan mama Aletta. 'Karena Arvin nggak akan peduli apapun tentang Aletta, Ma,' batin Aletta dalam hati.

"Selama ini, sejak Tata nggak temenan sama Diana lagi, sejak satu sekolah benci sama Tata, cuma Hendery yang ada buat Tata, jadi Tata bener-bener sayang sama Hendery," jelas Aletta yang tentunya membuat Hendery berdebar.

Cukup sudah selama di motor cewek ini membuatnya tak karuan, sekarang malah semakin ditambah lagi debarannya.

"Kamu dibenci satu sekolah?" tanya Ghea.

"Iya."

"Kenapa?"

"Karena Tata jahat sama mereka."

Ghea kehabisan kata-kata untuk menanggapi jalan pikir putrinya yang sangat aneh.

"Ta, ayolah. Kamu anak baik," lirih Ghea.

"Ma, Tata memang baik. Tapi tatapan orang aja yang berbeda. Nggak semua orang menatap Tata kayak Hendery. Ck, udahlah, Tata mau makan." Cewek itu masuk begitu saja ke dalam ruang makan. Menarik tangan Hendery dan membiarkan Ghea yang menatap putrinya dengan pandang tak mengerti. Sulit untuk mengerti jalan pikir Aletta memang.

"Kalian makan nggak nungguin, Papa?" Suara Bramantyo mengejutkan seisi ruang makanan. Pria tua dengan setelan kantor itu bersandar pada salah satu lemari perabot dengan bibir melengkung kebawah. Di tangannya terdapat beberapa bingkisan.

"Papa?" Aletta bangkit dari kursi, mendatangi Bramantyo dan mengecup pipi papanya. Lalu dengan sigap gadis itu meraih bingkisan di tangan Bramantyo. "Untuk Tata, 'kan?"

"Iya." Bramantyo mengusap puncak kepala Aletta. "Arvin, masuk sini makan bareng," titah Bramantyo pada seorang pemuda yang berdiri tak jauh darinya.

"Iya, Om."

Bramantyo tersenyum simpul. Langkahnya berjalan menuju meja makan dan langsung kaget dengan kehadiran orang asing di sisi putrinya.

Tiga orang yang sudah ada di ruang makan kaget dengan kehadiran Arvin yang tak disangka. Sedangkan Arvin sendiri kaget dengan adanya Hendery di antara mereka. Sungguh pertemuan yang sangat kebetulan.

"Siapa dia?" tanya Bramantyo dingin.

TBC

ANTAGONIS [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang