"Tada~" Aletta dengan sekotak kue datang. Gadis itu mengarahkan kotak putih yang ditentengnya ke arah Diana. Sontak gadis itu kaget dan tersenyum bahagia.Diana menerima pemberian Diana, kemudian ia memeluk gadis itu erat. "Makasih!" serunya.
Senyum simpul di wajah cantik Aletta muncul. Tangan kanan cewek itu mengusap punggung Diana. Aletta senang, hubungan mereka tak seburuk dulu, ia senang bisa memperbaiki hubungan yang sejak awal memiliki celah.
"Setidaknya kalau gini gue bisa tenang," tutur Aletta.
"Tenang gimana?"
"Tenang kalau lo baik-baik, aja. Bisa senyum lagi. Oh, iya hasil tes psikis lo gimana?" tanya Aletta.
Diana tertawa hambar. "Gue di kasih beberapa obat, sama nasehat sedikit," jawab Diana.
"Lo sih ada aja tingkahnya," ketus Aletta.
"Ya gue cinta banget sama Kak Arvin, sampe rasanya susah buat berpaling. Walau tujuan awalnya manfaatin dia, uh. Gue ngara bersalah banget," lirih Diana.
Aletta menghela kasar. Ia yang duduk di sebelah Diana mengusap pundak gadis itu. "Udah udah. Lo udah dimaafin sama Kak Arvin," balas Aletta.
Anggukan kecil serta gumam rendah Diana menjadi jawaban. Gadis itu menunduk karena malu. Tidak pantas baginya yang sudah menyakiti Aletta ini berada di sebelah gadis itu, bahkan menerima kebaikannya.
"Buka kuenya," ujar Aletta. Tangan kurus gadis itu meraih kotak dan membukanya. Menampilkan kue cokelat yang menggiurkan. Ini favorit mereka.
"Wah!" Diana berseru bahagia. Ia menyendok satu untuk dicicip. Kemudian manik cokelat yang indah miliknya berbinar begitu merasakan rasa luar biasa dari kue tersebut. "Enak! Lo cobain juga, deh!" Diana mengarahkan satu suapan ke arah Aletta.
Akan tetapi, Aletta menggeleng. Ia menjauh dari sodoran itu. "Gue udah makan, ini gue beli khusus buat lo," ujarnya.
Diana tersenyum. Sembari berterima kasih. Ia memakan kembali kue tersebut. "Oh iya, sekolah yang lo rekom udah nerima gue. Makasih banyak, ya!"
Aletta mengangguk. Satu hal yang berubah dari Diana, dia sekarang tidak lagi menggunakan kata 'aku dan kamu' tapi tidak masalah. Itu bukan sesuatu yang besar untuk dipermasalahkan.
Tes.
Satu titik darah jatuh di punggung tangan Aletta. Diana terkejut. Ia sontak menoleh menatap Aletta. Seketika kepanikan menyerangnya."Lo ... idung lo ...." Diana bangkit untuk mengambil tisu di rumahnya.
Aletta yang duduk di teras rumah langsung mengelap darah dengan ujung baju lengan. Ia menoleh ke dalam rumah. Diana tampak panik mencari tisu.
"Lo pasti kecapean, banget. Kebiasaan lo dsri dulu kalau capek begini!" Omel Diana yang membantu Aletta membersihkan darah. "Jangan di lap pake lengan baju, Ta! Jorok!" Kesalnya.
Aletta tertawa. Tak sadar air matanya mengalir. "Iya, gue capek makanya gini," lirih Aletta.
Perlahan, kesadarannya menghilang. Diana yang menjadi sandaran panik.
"Paman!" teriaknya spontan meminta bantuan.
***
Hendery berlari di lorong rumah sakit. Mencari ruang ICU yang dimaksud oleh papanya saat di telepon. Begitu tiba, ia melihat Diana yang diam di depan pintu ruang ICU.
"Kenapa lo? Nyesel? Sedih? Ngga guna. Kenapa sih lo selalu bawa masalah untuk Aletta?!" tutur Hendery kesal.
Diana menoleh. Matanya sembap. "Sejak kapan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTAGONIS [TAMAT]
Fiksi Remaja#2 in mentalhealt (19/6/2022) #1 in sad vibes (18/6/2022) #8 in bucin (22/6/2022) #3 in cinta segitiga (24/6/2022) #9 in Fiksi remaja (25/6/2022) Tokoh jahat akan menjadi pemeran utama. Sebuah kisah yang menceritakan tentang Aletta Queena yang...