Sudah beberapa hari belakangan Arvin hanya diam menuruti Aletta. Sungguh ini membuat gadis itu sangat bahagia, selalu tersenyum senang. Di saat Aletta bilang ia sedang sakit, Arvin datang secepat kilat untuk datang menemui Aletta.Seperti sekarang contohnya.
"Vin, kupasin buahnya," pinta Aletta menyerahkan sebuah jeruk ke arah Arvin yang baru selesai menyuapi Aletta bubur.
"Hmm."
Senyuman ceria kembali terlihat di wajah Aletta. Gadis itu mencondongkan tubuhnya. Mengecup pipi Arvin singkat. "Makasih."
Kali ini tulus. Aletta tak yakin jika semua ini hanya karena Arvin takut ia memberi tahu tentang ketakutan pemuda tampan tersebut pada hantu. Pasti sesuatu sudah ada di hati Arvin. Apa dia sudah ingat masa kecilnya?
Aletta terus bertanya akan hal itu.
"Nih," ucap Arvin singkat. Ia menyerahkan jeruk ke Aletta. Dengan sabar menyuapi buah jeruk ke cewek berwajah pucat di depannya.
"Lo sakit apa, sih?" tanya Arvin.
Aletta kembali percaya diri jika Arvin memang sudah mencintainya. Arvin menanyai penyakitnya. Mungkinkah sudah ada harapan? Gadis itu bahkan menahan pekik keras dengan mengigit bibir dalamnya sangking bahagia.
"Demam. Kemarin gue kehujanan," jawab Aletta.
"Kehujanan atau main hujan? Dasar bocah."
Sudah cukup, Arvin yang dingin berubah perhatian itu sangat membahayakan jantung Aletta. Ia ingin rasanya sekarang juga memeluk dan mengucapkan berpuluh-puluh ribu bahkan jutaan ucapan cinta ke cowok di depannya.
"Lo perhatian banget, sih. Jadi makin cinta gue," ujar Aletta dengan nada rajuk.
Hela napas kasar menguar dari bibir Arvin. Pemuda itu lantas bangkit dan mengusap kepala Aletta sejenak sebelum pergi dari kamar Aletta.
"Mama! Papa! Anak kalian jatuh cinta lagi!" teriak Aletta seperti orang gila. Sakitnya seketika hilang.
***
Suara denting sendok dan garpu pada piring kaca terdengar sayu di ruang mewah yang dihiasi lampu kristal dan hiasan-hiasan emas. Di satu meja indah yang luas. Duduk enam orang dengan usia berbeda. Dari keluarga yang luar biasa. Bramantyo dan Wisnu duduk di kedua ujung meja persegi panjang itu. Ghea dan Anjani duduk berdampingan berhadapan dengan Aletta dan Arvin yang duduk bersanding menyantap makanan. Semua tampak sibuk. Tata krama benar-benar terjaga di meja makan itu.
Setelah usai. Bramantyo langsung membuka suara.
"Untuk mendekatkan Arvin dan Aletta saya punya saran menarik," ujar Bramantyo.
"Apa itu kalau boleh tahu?" tanya Wisnu penasaran.
"Bagaimana jika kita mengirim Aletta dan Arvin untuk berlibur di pantai di libur minggu ini. Dua hari dua malam. Bagaimana?" saran Bramantyo. Diiringi tanya pendapat orang-orang di meja makan itu.
"Mereka hanya berdua?" tanya Anjani.
"Ditemani para sopir dan bodyguard pasti. Pelayan juga. Kita tidak bisa membiarkan mereka benar-benar berdua," ujar Bramantyo serata tertawa kecil. Para orang tua juga ikut tertawa. Pikiran mereka mulai aneh sekarang. Mengabaikan anak muda yang sudah tersipu malu. Bukan Arvin, hanya Aletta saja.
"Bagus. Itu bisa mengeratkan hubungan mereka."
"Kalian bagaimana?" tanya Ghea.
"Tata mau, Ma."
"Arvin ikut, aja." Arvin menjawab dengan suara yang sedikit dipaksa lembut.
"Bagus sekali!" seru Wisnu.
***
Aletta dengan gaun bermotif bunga berlari di tepi pantai. Rambutnya yang tergerai indah menjadikan sosok gadis dengan wajah galak itu lebih manis dari biasanya. Senyuman lebarnya terpampang jelas. Mereka sudah tiba di pantai. Saat senja tiba. Agak terlambat tiba karena beberapa masalah di jalan ya tentu karena Aletta yang lapar mata. Sibuk ingin membeli ini dan itu.
"Cantik," puji Aletta saat melihat senja.
Arvin berdiri di sebelahnya. Mereka juga diikuti oleh bodyguard dari kejauhan. Cukup jauh.
"Iya, cantik tapi cuma sebentar," balas Arvin yang sudah duduk di pasir pantai. Aletta ikut duduk sedikit dekat dengan Arvin. Bersandar di bahu pemuda itu. Awalnya Aletta takut melakukannya, tetapi saat Arvin tak menolak. Ia kembali menahan debaran jantung yang kian menggila.
"Tapi setidaknya besok senja datang lagi," ucap Aletta.
"Pergi dan datang sesuka hati?"
"Nggak sesuka hati, 'kan ada waktunya. Beruntung senja punya waktu."
"Lo suka senja?" tanya Arvin. Matanya masih setia menatap deru ombak kecil yang airnya memantulkan sinar jingga yang indah.
"Heum. Karena senja itu kayak gue."
"Maksudnya?"
"Cantik," kata Aletta seraya tertawa renyah. "Gue, sama senja sama-sama cantik. Sama-sama punya waktu singkat. Cuma bedanya senja bisa balik lagi besoknya, gue nggak bakalan balik kalau udah selesai."
Arvin mengernyit bingung. "Hah?"
"Gambaran cinta gue, cantik kayak jingga. Tapi mungkin aja singkat, dan kalau cintanya pergi, nggak akan balik lagi. Cinta gue ke lo gitu," jelas Aletta dengan pandangan tertunduk. Ia berhenti bersandar dan berhenti melihat senja. Gadis itu berdiri lantas pergi meninggalkan Arvin di tepi pantai.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTAGONIS [TAMAT]
Teen Fiction#2 in mentalhealt (19/6/2022) #1 in sad vibes (18/6/2022) #8 in bucin (22/6/2022) #3 in cinta segitiga (24/6/2022) #9 in Fiksi remaja (25/6/2022) Tokoh jahat akan menjadi pemeran utama. Sebuah kisah yang menceritakan tentang Aletta Queena yang...