Langit sudah menggelap. Dengan nyala api unggun yang terus tertiup angin laut, Danu, Fandy, Nando, Hendery, Agnes, dan Arvin duduk mengelilingi. Mereka diam menyantap makanan. Tak ada yang berbicara, sejak tadi suasana menjadi canggung."Gue mau anter makanan ke Aletta." Arvin berkata memecah hening. Ia merasa harus pergi dari lingkup mereka.
"Gue aja," cegah Hendery.
"Tapi——"
"Sorry, gue baru bangun. Udah makan, ya? Bagian gue mana, nih?" Suara Aletta menghentikan ucapan Arvin. Semua orang menoleh ke sumber suara, Agnes yang diam langsung berjalan mendekati Aletta dan memeluk gadis itu erat.
"Lo udah sehat? Udah enakan? Masih ada yang sakit?" tanya Agnes bertubi-tubi.
"Udah enakan," jawab Aletta mengusap puncak kepala Agnes. Cewek tinggi di depan Aletta tersenyum lebar. Kemudian menuntun Aletta untuk duduk di sebelahnya.
"Beneran, Ta?" tanya Hendery yang duduk di sebelah Aletta juga.
Cewek dengan selimut di bahunya mengangguk. Aletta tersenyum kemudian mengacungkan jempol untuk meyakinkan.
Suasana tak lagi canggung. Agnes yang diam mengoceh terus, menceritakan banyak hal yang sejak tadi ditahan. Danu dan Fandy mulai berulah setelah makan malam selesai.
Nando yang ada di antara Danu dan Fandy hanya pasrah menjadi penengah keributan tentang 'telur dan ayam'.
"Ayam duluan ege, kalau nih bayi duluan yang lahir, bisa cari makan?" tanya Fandy kesal.
"Ya terus langsung besar gitu lahirnya?" Danu menyahut tak terima.
"Ya gitulah," balas Fandy.
"Nah, lo aja ragu sama jawaban sendiri," cibir Danu.
"Ck, unfaedah banget sih pembicaraan kalian, mending kita main permainan, gimana?" Agnes mencetuskan ide yang sontak membuat dua orang sumber keributan berhenti berdebat.
"Gue mendadak mikir, kira-kira putri duyung ada nggak, ya?" tanya Danu.
"Nggak ada lah. Cuma mitos," jawab Fandy.
"Ck, mulai lagi," lirih Hendery.
"Tapi bisa aja ada, 'kan lautan baru lima persen dijelajahi."
"Iss! Pinter lo kelewatan, Dan. Sampe-sampe lo bisa jadi bego," cibir Fandy.
"Bisa berhenti bahas hal nggak penting?" Agnes mulai kesal. Ia berdiri dan menatap kedua pelaku tajam.
"Penting, Nes. Bisa aja nanti Putri duyung bikin musibah karena kita rusak laut mereka."
"Si anjir! Pengen gue hajar rasanya!" Agnes ancang-ancang ingin menghajar. "Jangan tahan gue, Ta! Jangan!"
Aletta yang duduk tenang menatap bingung. "Gue diem aja tuh," celetuk Aletta.
"Ck!" Agnes spontan duduk. "Nggak bisa diajak drama lo," ketus Agnes.
"Gue nggak suka drama begituan."
Hendery yang baru tiba meletakkan botol di tengah mereka. Cowok tinggi itu mengambil kesempatan keributan Fandy dan Danu untuk mencari barang yang diperlukan untuk game.
"Nih."
"Main truth or dare?" tanya Nando.
"Bosen lah."
"Kalau gitu gini aja, kalau tutup botolnya ngarah ke salah satu di antara kita, orang itu harus jawab pertanyaan yang ditanyai satu orang diantara pemain. Harus jujur. Kalau nggak mau jawab, harus nerima hukuman, apapun itu."
"Mirip ToD."
"Yang penting agak beda lah, yok main!" seru Agnes yang langsung memutar botol.
Tutup itu mengarah ke Hendery. Pemuda itu terdiam. Mendadak gugup. Semua mata juga tertuju padanya.
Nando mengangkat tangan untuk bertanya. "Kenapa lo suka sama Aletta, sebelum dia berubah, apa yang lo liat dari Aletta?"
Sejenak Aletta menoleh ke arah cowok di sebelahnya——Hendery. Tatapan itu dibalas senyuman hangat.
"Pertama kali gue ketemu dia, gue bisa liat sesuatu yang nggak bisa diliat orang lain."
"Lo indigo, Der?" tanya Danu asal.
"Begonya natural." Fandy menjitak kepala Danu.
"Dia cantik, memang. Aletta nakal, memang. Tapi, dibalik semua itu ada sesuatu yang mendasari semua sikapnya. Ketulusan." Hendery menatap api unggun yang mulai padam. Agnes sudah menghidupkan lampu ponsel.
"Dia ngebully orang karena tulus sayang sama Diana, dia ngelakuin itu karena untuk ngelindungin Diana, dia jahat ke semua orang karena dia cinta sama Arvin, semua itu karena ketulusan yang bikin dia jadi bego. Ditambah semua orang melihat dari sisi berbeda. Jadi, mereka nganggep Aletta jahat. Pandangan gue, yang bikin gue suka sama Aletta. Walau dia seburuk apapun di mata orang lain, bagi gue, Aletta nggak begitu."
Hening. Semua orang menatap ke arah Hendery dengan kagum.
"Aah! Jadi baper!" seru Danu. Menggelayut di lengan Fandy.
"Woylah! Merinding!" Fandy mendorong Danu hingga menyandar pada Nando.
"Sorry, gue normal," ketus Nando menyingkirkan Danu dari sisinya.
Aletta menangis. Gadis itu tersentuh. "Lo jujur?" tanya Aletta.
Hendery tertawa kecil. "Rulesnya bilang kita nggak boleh bohong, 'kan?" tanya Hendery sembari tersenyum simpul. "Cengeng banget, lo," cibirnya.
Aletta menepuk pundak Hendery.
"Yang mau pindah planet ikut gue, yok. Daripada ngontrak," sindir Danu.
"Lo aja, kita nggak," sarkas Agnes.
Agnes bergerak memutar botol lagi. Kali ini tutup mengarah ke Arvin. Semua orang terdiam. Arvin yang sejak tadi diam dan tenang menjadi gugup.
"Selama ini, setelah apa yang Aletta lakuin ke lo, perhatian, ngikutin lo, dan lainnya. Setelah semua itu, lo ada rasa nggak sama Aletta?" Pertanyaan itu dilontarkan oleh Danu.
Kali ini cowok yang tak pernah serius itu berubah menjadi sangat serius menatap Arvin, menanti jawaban Arvin.
"Gue pilih hukuman," ujar Arvin datar.
"Yah, cemen."
Semua orang menghela. Diam memikirkan hukuman. Hingga Fandy mengangkat tangan.
"Gendong Hendery dari ujung sana ke pohon cemara di sana."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTAGONIS [TAMAT]
Teen Fiction#2 in mentalhealt (19/6/2022) #1 in sad vibes (18/6/2022) #8 in bucin (22/6/2022) #3 in cinta segitiga (24/6/2022) #9 in Fiksi remaja (25/6/2022) Tokoh jahat akan menjadi pemeran utama. Sebuah kisah yang menceritakan tentang Aletta Queena yang...