Bab 30| Tanduk Banteng

12K 1.4K 94
                                    

"Ayah kangen sekali," Pram memeluk, mengumbar kecupan rindu di mana-mana. Anehnya, Akhtar tak risi sama sekali, seolah tahu yang sedang menyapa itu ayahnya. "Baru ditinggal tiga hari, kamu makin gembul aja ya sayang yah. Pasti makannya makin rajin," canda pria itu.

"Tadi baru aja selesai nyusu, Pram. Lagi asik-asik menikmati, mobil kamu datang. Terbirit-birit lah si Dinar itu ke kamar dengan menitipkan Akhtar ke Mami. Emang dasar itu anak. Kalian kenapa, sih? Ribut kok malah anak yang jadi korban," Arumi berkacak pinggang. Tidak tega dengan cucunya yang tengah menyusu malah ditinggal begitu saja.

"Gapapa, Mi. Biasalah," Pram melempar senyum lelah yang langsung dimaklumi oleh sang mertua. Jangan kira Arumi tak tahu tabiat buruk putrinya. Meski sudah jadi ibu dua anak, kelakuannya masih seperti remaja telat puber.

"Ayah pulang," Sila berlari menghampiri Pram, menyapa pria itu dengan senang karena kepulangan Pram kali ini kelihatan membawa banyak hadiah.

"Halo sayang," Pram mengusap rambut putrinya dengan perhatian. "Ayah bawa buah tangan. Nanti dibongkar di kamar ya," Pram menyerahkan beberapa paper bag yang langsung membuat Sila tersenyum bahagia.

"Terima kasih, Ayah," 

Pram mengangguk, membiarkan anak gadisnya itu berlalu membawa serta seperangkat hadiah yang Pram beli dari Medan. 

"Mi, saya titip Akhtar sebentar. Mau membersihkan diri dulu di kamar," pamit Pram, menyerahkan Akhtar kembali ke gendongan Arumi.

"Ya, ya. Sekalian tuh, bersihin hati istrimu. Terlalu banyak drama dalam rumah tangga gak baik buat anak-anak," ketus Arumi, mulai sebal dengan putri sendiri. 

Pram menarik ujung bibirnya, menyunggingkan senyum geli. 

Setibanya di kamar, Dinar ternyata tengah pura-pura melipat pakaian si kecil Akhtar. Sengaja menghadap lemari agar ia tak berhadapan langsung dengan suaminya ketika membuka pintu.

Pram menutup pintu dengan pelan, berderap ke arah kasur, kemudian meletakkan tas dan kopernya di sana. 

Dinar sudah tak fokus, aroma parfum Pram mengabsen seluruh penjuru kamar, sampai lubang hidung Dinar pun tak luput darinya. 

Dinar tidak melipat. Hanya membongkar lipatan yang sudah rapi kemudian berlagak merapikannya kembali. Pekerjaan itu ia lakukan berulang-ulang, tak menyadari kalau Pram sedang tersenyum geli di balik punggungnya.

Tepat ketika Dinar ingin menarik napas, saat itu juga Pram berjongkok di sebelahnya. Dinar tercekat, melirik penuh antipati dan permusuhan.

Pram terkekeh. "Terakhir kali ketemu, lubang hidung kamu membesar maksimal. Saya tidak menyangka kamu sudi mempertahankan itu sampai sekarang," 

Sontak saja Dinar mencebik, menjepit lubang hidungnya menghindari ejekan Pram.

"Ngapain kamu pulang," Dinar melempar pertanyaan.

"Kangen kamu,"

Dinar berdecih dalam hati, menolak luluh. "Ouh, masih ingat aku?"

"Berbicara apa sih, istriku ini?"  Pram tak tahan untuk tidak tertawa, Dinar terlalu menggemaskan malam ini. Dengan gaun tidurnya yang hanya sebatas paha, Dinar berlagak seolah tak peduli dan tak menginginkan kehadiran Pram di sana.

"Minggir deh, aku lagi ngelipat tau Mas!" Dinar menggeram tertahan, masih dengan hidung yang dijepit, mengandalkan mulutnya bekerja multitasking. Bernapas, berbicara. Sudah begitu, nadanya tidak main-main.

"Lipat apa sih, sedari tadi saya perhatikan kamu hanya bongkar pasang bongkar pasang saja," Pram masih setia menggoda.

Dengan kesal, Dinar mengacak-acak semua pakaian Akhtar sebelum kemudian bangkit dari sana. Pram jelas sedang mempermainkannya. 

DINAR BINTI DIRHAM (TAMAT LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang