Bab 29| Masih Berharap Serumah

11.6K 1.4K 82
                                    

Dinar tidak tahu apa yang terjadi dengan Arumi sampai wanita itu tiba-tiba saja datang di kediamannya dengan membawa banyak sekali buah tangan untuk si kecil Akhtar dan juga Sila. Sebagai anaknya, Dinar merasa cemburu dan tak lagi diperhatikan. Belum pernah Arumi sesering ini menemuinya selama mereka terpisah tempat tinggal. Dan alasan apa lagi yang paling tepat kalau bukan untuk menyambangi cucu kecilnya tercinta. Sudah begitu, mau dipanggil Oma Pula!

"Lihat nih, gemes kan di kamu. Oma sering nonton vlog-vlog orang Korea itu lho, pakai baju kayak gini gemes banget. Oma kebetulan lihat di online shop, jadi kepengen beli tapi kan anak gadis Oma udah gede. Oma nanti dimarahin Ayah kamu kalau oma suruh Bundamu pakai pakaian begini," beber Arumi panjang lebar sementara Sila hanya mampu menyimak tak enak. Sesekali, gadis itu melirik Dinar, meminta pendapat dari balik tatapannya.

"Nih, lihat nih. Kalungnya lucu di kamu, apalagi leher kamu kan jenjang gitu, Sil. Oma suka deh ngelihatnya. Nanti kita selfie bareng ya, oma mau post di facebook Oma," Arumi menjentikkan jarinya, sekarang ia benar-benar diliputi kebahagiaan. Ternyata, hidup dengan banyak cucu seru juga. Sangat membosankan berdiam diri di rumah sementara anak cucunya di lain tempat.

Sila meraba lehernya, menemukan kalung emas murni menjuntai indah membingkai leher jenjangnya dan tampak kontras dengan warna kulitnya yang putih pucat.

"Nanti kan Oma mau ke Dubai sama teman Oma, di sana Oma mau cariin kalung lagi buat Sila. Kalau bisa yang couple, biar kembaran sama Oma," Arum tersenyum jumawa, sementara Sila malah menunduk tak enak.

Dinar menopang dagu, dari tiga paper bag yang dibawa Mami, tidak satupun ada barang yang diperuntukkan untuknya. Di sini Dinar merasa seperti anak pungut. Arumi hanya membelanjakan cucu-cucunya, tapi lupa dengan anak sendiri.

"Dinar kok gak dikasih apa-apa sama Mami?" Sewot Dinar.

Arumi menoleh ke belakang di mana sang putri tengah merajuk karena diabaikan. "Lho? Kamu kan sudah besar, Din. Lagian, yang ada tuh ya, anak ngasih ke orang tua, bukan malah sebaliknya," Arumi berdalih.

Dinar mencebik. Ia tahu persis kalau itu hanya alasan Maminya saja yang memang tidak ada niatan membelikan Dinar apa-apa. Beranjak dari kursi, wanita itu kemudian menggapai ponselnya yang tengah diisi daya.

Dinar menghembuskan napas, suasana hatinya berubah kian buruk ketika melihat nama sang suami terpatri di layar ponselnya.

Jangan bayangkan hubungan Dinar dan Pram sudah membaik. Karena buktinya, ketika keluar kamar tadi pagi, Pram ternyata benar-benar pergi setelah menghabiskan sarapannya. Benar-benar mengesalkan. Pria itu hanya meninggalkan pesan singkat kalau akan mengabari sesampainya di Medan.

Sekarang, seolah tak terjadi apa-apa, dengan berani pria itu menelponnya, lewat video pula! Ah, apalagi kalau bukan mau menanyakan kabar anak-anaknya. Ya, pasti karena itu.

"Sil, Ayah kamu nelpon nih," jadi, ketimbang Pram meroket melihat wajah kesal Dinar, dilempar saja percakapan itu ke Sila. Biarkan Pram berbicara dengan anaknya langsung.

Arumi mengikuti pergerakan Dinar dengan mata memicing. Menebak kalau sepasang suami istri beda usia itu sedang kucing-kucingan. Ah, sudah jelas kalau ada masalah pasti karena ulah Dinar. Arumi tahu betul putrinya yang mengesalkan itu. Tidak mungkin Pram si pria berwibawa pandai membuat masalah.

"Halo, Ayah," Sila menyapa Pram dengan lambaian tangan singkat.

"Lho? Bunda kamu mana, Sil?" Tanya Pram. Agak mengherankan mendapati Sila di layar ponselnya.

Sila melarikan tatapannya kepada Dinar yang duduk di seberang sana. "Bun, dicariin Ayah," bisik Sila.

"Bunda lagi males ngomong, sakit gigi," Dinar beralasan, sengaja mengeraskan suaranya. Padahal sebenarnya yang sakit bukan di gigi, tapi di hati. Malang sekali.

DINAR BINTI DIRHAM (TAMAT LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang