Bab 15| Tamat

12.6K 1.6K 187
                                    

Terakhir kali berada di rumah duka ketika kakek Dinar meninggal. Waktu itu, Dinar masih begitu kecil. Pertama kalinya melihat jenazah, pertama kalinya merasakan kehilangan yang berat, tak memahami apa-apa, tiba-tiba saja sosok yang sering memangku Dinar sembari menceritakan kisah eyang putri semasa hidup harus dikubur dalam tanah, tepat di sebelah makam wanita yang sering diceritakan kepada Dinar.

Kehilangan kedua berlanjut saat Dirham meninggalkannya. Dinar bagai ditinggal mati oleh ayah sendiri. Tidak ada kabar sama sekali, Mami yang setiap hari mengatakan kalau papinya pergi bekerja. Semakin tumbuh semakin Dinar paham kalau papinya bukan hanya sekedar pergi bekerja melainkan ada hal lain, yang membuat pria itu tak lagi bisa kembali dalam keadaan yang sama sebagai papinya Dinar.

Lalu sekarang, Dinar harus kembali merasakan kehilangan untuk yang ketiga kalinya. Belum ada dua bulan mengenalnya yang terlalu menyayangi Dinar seperti anak sendiri, terlalu perhatian, terlalu baik, terlalu banyak kata terlalu sampai mengantarkan Marini pada titik di mana hayatnya berakhir.

Dinar menelan ludah, sudah tiga jam lebih berada di rumah duka tetapi satu pun tak ada yang menyapanya, atau bahkan menyadari kehadirannya.

Pram, pria itu tidak menangis. Atau memang sudah menangis tetapi tak sempat terlihat oleh Dinar. Sila, gadis kecil itu meringkuk dalam pelukan ayahnya.

Dinar tahu ia salah. Dinar tahu kalau keluarga Pram sedang menghukumnya hari ini, termasuk suaminya yang bahkan tidak mengeluarkan sepatah katapun sejak Dinar datang.

Kalimat terakhir Pram di telepon kemarin begitu terngiang-ngiang. Dinar tak tahu kalau itu adalah peringatan besar. Dinar mengindahkan tentu saja. Dinar berusaha, tetapi ia tak bisa mengontrol dirinya yang terlelap sampai malam, bangun-bangun sudah mendapatkan puluhan panggilan masuk dari Nur dan Pram.

Nur mengalami kecelakaan setelah pulang dari apartemen Dinar. Wanita itu lama berdiri menunggu Dinar membukakan pintu, akhirnya memilih pulang mengira Dinar sudah tidak di sana. Tetapi siapa yang menyangka kalau Nur akan celaka di jalan. Motornya menabrak gerobak sampah sampai menimbulkan luka yang beruntung tidak begitu serius.

Dinar semalam memang sudah ingin nekat pulang, tetapi mengetahui adik sepupunya itu masuk klinik karena ulahnya sendiri yang teledor tertidur sampai berjam-jam dan malah merepotkan orang lain, pun itulah alasan Dinar mengutamakan menemani Nur sampai pagi tadi menerima panggilan masuk dari Dilla yang mengucapkan kalimat berbela sungkawa.

Siapa yang tidak terpukul? Kalau Dinar memiliki riwayat jantung, mungkin ia sudah menyusul Marini.

Cerita yang panjang sampai Dinar akhirnya mengikut sahabatnya itu pulang ke desa dan di sinilah dirinya.

Ibu mertuanya telah tiada. Sesak menunggu Dinar menjemput sampai kemarin sore tidak muncul juga. Beliau bahkan pergi lebih dulu sebelum Pram sampai ke rumah malamnya.

Pram pikir, istrinya sudah membawa Ibu ke rumah sakit. Pram pikir, Ibu sudah ditangani tenaga medis. Pram pikir, Ibu masih menunggu kepulangannya. Tapi apa yang didapati ketika pulang adalah tubuh kaku Ibunya yang tergeletak lemah di tengah ruang tamu, dikelilingi orang-orang yang tidak pernah absen sedari pagi menyaksikan Marini yang tak mau beranjak kemana-mana sampai putra dan menantunya datang menjemput ke rumah sakit.

Habis sudah, Pram bahkan belum sempat mengganti bajunya sejak semalam, masih duduk berdiam memeluk Sila.

Sedari awal Marini memang sudah meminta pulang. Padahal, masih harus kontrol lagi meski kondisi sudah lebih membaik. Tahu-tahu, kepulangan yang dimaksudkan adalah benar-benar pulang. Bahkan Pram sebagai anak satu-satunya begitu menyesal tak merawat Ibu di sisa-sisa napasnya.

Jenazah sudah selesai dimandikan dan dikafani. Sampai mengantarkan ke pemakaman, Dinar tak berhenti menangis merasa bersalah sekaligus kehilangan yang mendalam.

DINAR BINTI DIRHAM (TAMAT LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang