Bab 7| Dinar Adalah Ujian

15.8K 1.7K 140
                                    

Typo akan diperbaiki kemudian.
_____

"Lo bisa gak sih makan jangan dilempar-lempar, Rin? Kasihan nape lu! Ni rumah gua beresin kagak bersih-bersih jadinya!" Dinar yang biasa bersabar ujung-ujungnya kesal juga dengan kelakuan Karin, salah satu tamu tak diundang yang baru masuk sudah merusuh.

"Tau ni, rese banget. Gue bilang juga apa, lo kagak usah ikut," Dhey melempar kulit kacang ke wajah Karin dengan usil.

"Ya Allah, lo berdua ye!" Dinar sudah mengangkat sapu untuk didaratkan kepada kedua sahabatnya itu ketika pintu apartemen terbuka, menampilkan sosok Pram dengan pakaian kasualnya. Dinar pun mengurungkan niat jahatnya, menatap kesal kepada dua wanita itu. 

"Halo Mas Pram!" Karin melambai sok kenal yang langsung mendapat jambakan dari Dhey. 

"Tuh! Rusuh banget. Pulang deh lu pada, pulang!" Usir Dinar, meski hanya bercanda. Sesak juga melihat lantai yang baru saja kering setelah dipel, sekarang berhamburan kulit kacang.

"Cie sensitif amat nih. Hamil ya lo?" Karin tergelak melihat wajah Dinar yang langsung merengut kesal. 

Pokoknya hari ini adalah hari membully Dinar, sorak Karin dalam hati.

"Jangan marah-marah dengan tamu," bisik Pram, menghampiri istrinya sebentar, memberi salam.

"Ciee!" Dhey dan Karin bersorak meledek. "Mesra banget nih pengantin baru. Maunya nempel mulu yekan. Mau kemana, dari mana, harus laporan. Sebelum Ibu Negara berpikiran macam-macam," goda Karin.

Pram tidak menanggapi kejahilan anak-anak di bawah umur itu, memilih berlalu ke kamar. 

Dinar membuang sapu sembarang, menghempaskan tubuhnya ke sofa. "Lo berdua sebenarnya ke sini mau apa, sih? Gue curiga lo cuman mau ngincer kacang polong gue sampe ludes," Dinar memijat kepalanya.

"Itu mah si Karin. Gue ke sini pure mau minta parfume doang," Dhey mensucikan diri dari segala bentuk tuduhan. 

"Iya gue juga," Karin ikut-ikutan. 

"Parfume?" Dinar melongo. "Sejak kapan lo berdua gue janji mau ngasih parfume, dah?" 

"Yaelah! Nih Ibu Negara songong amat. Laki lu kan juragan parfume, boleh dong minta sebotol. Gak mahal-mahal kok, YSL Libre aja gak papa, gue ikhlas," minta Karin seenak jidat. 

"Lo berdua kesambet apa dah? Gue aja kagak pernah dikasih parfume!" Sungut Dinar, ia sampai terheran-heran melihat kelakuan dua sahabatnya itu.

"Ya elu mah kagak perlu dikasih parfume, kan harta suami harta istri. Toko suami toko istri," imbuh Karin lagi.

"Wah bahaya banget lo. Gue mencium bau-bau penjarahan di toko suami gue," Dinar memicingkan mata, dalam hati ingin tertawa mendengar teman-temannya itu yang tidak ada malu. 

Tanpa berpesan apa-apa, Dinar berlalu ke kamar, mendapati suaminya yang tengah membaca buku. "Mas," panggilnya.

Pram mendongak, melepas kacamatanya. "Teman kamu sudah pulang?" Tanya Pram.

"Belum,"

"Ohh, kenapa tadi?"

"Sample parfum kemarin masih ada?" Tanya Dinar.

"Masih. Di sini," Pram membuka laci, memperlihatkan beberapa botol sample parfume yang dikirimkan padanya. 

"Buat aku ya," Dinar mengambil tiga botol itu semua.

"Hm, ambil saja. Mau diapakan?" Pram berpikir tidak mungkin Dinar akan menggunakan sebanyak itu. Kalaupun mau dipakai, tidak mungkin diangkut dari laci.

DINAR BINTI DIRHAM (TAMAT LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang