Masih bersama Dinar!
____
"Suamimu itu lho, Din! Udah tahu mami gak bisa ketemu mantan, eh diajak dong bersilaturahmi ke rumah papimu. GBL-GBL, Gaya Banget Lhoo!" Mami bahkan masih mengapit tasnya ketika menceritakan kegaduhan selama di perjalanan.Dan apa tadi? GBL?
ABG dari mana nih?
"Duduk dulu, ih Mi. Belum juga sejam di rumah Dinar, Mami udah cerewet minta ampun," dumelku, sekarang menyajikan pisang goreng sambal terasi yang kubeli dari tetangga sebelah.
Aku sedikit lega melihat Mami yang sudah menduduki kursinya, sekarang pandanganku fokus pada sosok pria yang sekarang tengah menghujani perutku dengan kecupan ringan.
Menyapa anaknya, katanya.
"Mas ke rumah Papi? Ngapain?" Tanyaku sedikit bernada sewot. Mengherankan saja, apalagi ada Mami. Apa pria itu tidak peka?
"Mampir aja, Bun. Bersilaturahmi, sekalian mengabari kehamilan kamu sekarang," Mas Pram menjawab santai, membuatku agak risi. Untuk apa? Toh Papi selama ini juga kurang peduli dengan keadaanku. Mas Pram semestinya tidak perlu seberlebihan itu.
"Mas gak perlu segitu juga, sih. Toh Papi juga gak peduli," kataku menyuarakan batin.
"Lho? Papi kamu senang kok. Tadi malah mengirimkan manggis untuk kamu, lumayan banyak. Katanya dulu kamu suka makan manggis," Mas Pram berlalu sebentar kemudian kembali lagi membawa kresek hitam berisi buah manggis yang kelihatannya masih segar.
Aku membuang muka, tidak peduli.
"Duh, rumah kamu gelap banget Pram, mbok ya dicat dengan warna cerah. Jangan abu-abu begini," Mami mengedarkan pandangan, mengomentari habis-habisan warna rumah suamiku.
"Mami, ih. Cerewet banget," tegurku.
"Ya gapapa. Ini juga mau saya cat ulang, tapi masih mencari tukang. Sekarang orang di desa rata-rata bertani, yang muda-muda juga bekerja di tambang. Susah mencari tukang saat ini," Mas Pram menarik kursi kemudian duduk di sebelahku. Tangannya tidak habis-habis untuk mengelus calon anaknya di bawah sana.
Mami kelihatan mengangkat kedua alisnya, sekarang mencari bahan lain untuk dijulidi.
"Mami gak bawa apa gitu, buat Dinar?" Tagihku, mengalihkan perhatiannya dari kompor listrik yang ada di dapur bersihku.
Ah, pasti wanita itu mau mengomentari lagi gaya hidup borosku.
Ya, semula kompor listrik di rumah ini tidak terpakai, melainkan menggunakan kompor gas saja. Namun belakangan ini karena merasa lebih nyaman menggunakan kompor listrik, dua mata kompor kuganti menjadi kompor listrik semua, dan sisanya adalah kompor gas yang paling jarang aku gunakan. Mas Pram bahkan harus menambah daya karena ulahku itu.
"Ada, keripik singkong pedas manis. Tadi mami beli di jalan," dengan tidak etis, Mami mengeluarkan sebungkus keripik dari tasnya. Benar-benar keripik lima ribuan, yang ada logo kertasnya, tidak lupa label harga yang tertera.
"Ih, jauh-jauh kesini malah dikasih keripik singkong. Di rumah juga ada kali, Mi," dumelku.
"Ye! Mami juga mana ingat mau membelikan kamu apa. Mami tuh sebenarnya kesal, sekiranya kalian masih ada di kota, mami kan bisa jalan-jalan ke Mall dibelanjain anak mantu. Eh, taunya malah dibawa ke desa. Nyebelin banget," keluh Mami seraya mengibaskan rambutnya.
Aku tergelak, menyikut lengan suamiku, menertawakan ekspektasi Mami yang terlalu tinggi.
"Yasudah, Mami di sini dulu. Nanti kalau saya ke kota, Mami mengikut," hibur suamiku, seketika membuat Mami memekik bahagia.
"Yaudah deh kalau gitu. Cepet ya, mami udah kepingin belanja," seru Mami, sedikit sudah dapat ditangani.
"Helleh, istri sendiri gak diajak," sewotku.
KAMU SEDANG MEMBACA
DINAR BINTI DIRHAM (TAMAT LENGKAP)
RomansaDinar tahu Pram adalah pria yang baik. Tapi predikat baik saja tidak cukup untuk membangun sebuah kehidupan rumah tangga bersama sampai menua. *** Ada dua hal yang Dinar benci di dunia ini. Anak-anak dan pernikahan. Ditinggal pergi oleh Papi dari...