Prolog

1.4K 142 9
                                    

"SEIN"

Itulah yang terakhir ku dengar sebelum akhirnya punggung ku benar-benar menyentuh tanah. Masih terbayang oleh ku rasa sakitnya, ketika seluruh tulang ku patah sampai aku tak bisa merasakan tubuhku lagi.

Kini aku terduduk di ranjang berdebu, dalam ruangan gelap dengan interior kunonya. Tak ada siapapun di sini. Hanya aku dan laba-laba yang sedang mendesain jaringnya.

Hari semakin gelap, rintik gerimis mulai berjatuhan dari langit. Malam ini akan hujan. Dan perutku meronta minta diisi. Ku tapak kan kaki ku pada karpet berbulu hitam, meskipun begitu lantai dingin di bawahnya tetap terasa. Perlahan ku ayunkan kaki ku menuju cermin di kamar itu, anehnya tubuh yang ku tempati ini terasa ringan dibandingkan tubuh asli ku.

Rambut hitam panjang, mata hitam, serta kulit pucat adalah pemandangan yang ku lihat di cermin. Tubuh siapa ini? Batinku. Kurus dan tinggi jangkung. Benar-benar berbeda dari tubuhku yang asli. Aneh rasanya berada di tubuh orang lain.

Mungkinkah aku dan pemilik tubuh ini bertukar tempat?

Ntah apapun itu, yang penting sekarang adalah segera mengisi perut kosong ku. Bagian dari bertahan hidup. Setelah itu, akan ku pikirkan bagaimana caranya kembali.

.
.
.

Aku menjelajahi dapur usang ini sejak tadi, namun yang kutemukan hanya roti dan selai blueberry yang hampir habis. Rumah besar dengan lampu gantung mewah ini bahkan hanya menyediakan roti dan selainya hampir habis. Flat sederhana milik orang tua ku menyediakan lebih banyak makanan daripada rumah ini.

Tapi yang lebih aneh, tak ada siapapun sejak tadi di rumah ini. Benar-benar kosong seperti ditelantarkan sejak lama. Jika memang begitu, kenapa gadis yang tubuhnya ku tempati ini masih di sini?

Saat sedang menikmati makanan ku, tak sengaja kulihat benda menggantung di dinding dan tertutupi oleh kain. Itu pasti lukisan. Dengan rasa penasaran yang menggebu, aku berjalan ke arah lukisan dan membuka kainnya.

"TUTUP KEMBALI NONA LESTRANGE!"

Belum pernah seumur hidup ku melihat lukisan hidup yang berteriak kencang ke arah ku. Sontak saja aku langsung melemparkan kain tadi ke lukisan itu.

"KURANG AJAR!" Teriak lukisan itu lagi.

"Maaf," cicit ku.

Aku berlari terbirit-birit bak dikejar hantu. Aku berlari ke sana kemari, melewati lorong gelap dan berdebu. Rumah ini sangat besar, alhasil aku tersesat dan berhenti di depan pintu besar berwarna coklat. Aku pun mencoba untuk membuka pintu itu.

"Berat," dengusku.

Dengan susah payah akhirnya pintu itu terbuka sedikit. Aku terperangah saat pertama kali kakiku menginjak lantainya. Ruangan ini sangat besar, ada meja melingkar di tengah dan kursi-kursi di setiap sudutnya. Lalu di dindingnya sebuah lambang bergambarkan huruf  L didesain dengan mewah. Di sisi lain dinding pula, ada pohon keluarga.

"Lestrange," lirih ku ketika membaca tulisan di bagian paling atas pohon.

"Jadi gadis ini adalah seorang Lestrange. Tapi aku tak pernah mendengar nama keluarga ini," ucapku sendiri dengan rasa bingung.

Rosebell Lestrange

"Nama yang bagus."

Kali ini aku berpindah ke ruangan yang lain. Di basement, aku mendapati pintu coklat yang hampir lapuk. Saat ku dekati, aku dapat mencium bau anyir yang sangat mengganggu. Mungkin itu bangkai tikus.

Ku buka pintu itu. Namun, betapa terkejutnya aku saat melihat belasan orang terbaring tanpa nyawa dan darah di mana-mana. Sontak saja aku langsung menutup hidung dan mulutku dengan tangan. Bukannya langsung ke luar, aku malah berdiri mematung sambil memperhatikan mayat-mayat itu. Mereka menggunakan pakaian pelayan, dan di sekitar mereka terpadat tongkat-tongkat kecil aneh yang aku tidak tahu apa itu. Beberapa dari tongkat itu patah, namun ada yang masih utuh. Perasaan mual mulai menggerogoti ku.

Tiba-tiba saja, aku mendengar suara tangisan samar di belakang ku. Itu mengarah ke pintu keluar. Aku melangkahkan kaki ku mengikuti arah suara itu. Suaranya semakin jelas terdengar saat aku sampai di ambang pintu, dan semakin jelas lagi terdengar dari lemari di samping ruangan ini.

Pelan tapi pasti. Aku mendekati lemari itu sembari tangan kiri ku menyentuh dada kiri untuk menenangkan detak jantungku. Aku merasa telah berpindah ke dalam film horor, film yang cukup sering ku tonton. Sekarang, aku berada tepat di depan lemari itu. Suara tangisnya mereda.

Aku memberanikan diri membuka lemari itu. Dan,

"TIDAK! JANGAN BUNUH SAYA NONA! SAYA MOHON JANGAN BUNUH SAYA!"

Aku mendapati pelayan itu terduduk dan menangis ketakutan. Ia lalu merangkak keluar dan bersimpuh di depan ku. Aku bingung, tentu saja. Mengapa ia memohon untuk tidak dibunuh oleh ku?

Oh. Sekarang aku tahu alasannya. Mungkin saja gadis yang tubuhnya ku tempati ini, telah membunuh para pelayan di rumah ini. Semua pelayan itu dibunuh di satu-satunya ruangan di basement.

"Kenapa aku—membunuh mereka? Atau kenapa aku mau membunuh mu?" Sial! Aku tidak tahu harus berkata apa. Mungkinkah aku harus, apa kau juga mau bernasib sama seperti mereka? dengan wajah sangar sambil membawa pisau? Atau tenanglah! Aku tidak akan membunuhmu. Aku bukan nona mu yang jahat.

Tiba-tiba saja sebuah kalimat keluar dari mulutku, "JAWAB AKU!"

Dia terlonjak kaget. "Kau tahu siapa telah bangkit. Jadi kau membunuh kami semua karena sumpah mu kepadanya," lirih pelayan itu dengan wajah menunduk takut.

Aku tidak tahu siapa itu Kau tahu siapa. Aneh. Sumpah apa yang telah dilakukan gadis ini?

"Siapa itu—Kau tahu siapa?" tanyaku dengan canggung.

"Anda tidak tahu? Nona! Anda tidak mungkin tidak mengingatnya. Penyihir paling menakutkan di abad ini—" Ia tiba-tiba berhenti, "maafkan kelancangan saya, Nona."

Aku baru saja akan membuka suara ketika pintu depan rumah ini tidak terbanting sangat keras. Seseorang telah masuk. Aku dan pelayan tadi terkejut bukan main, kami sama-sama melihat ke arah tangga dengan penuh tanda tanya.

"Aku akan mengurus mu nanti," kataku.

Aku melewati tangga naik ke lantai satu, sedikit berlari karena penasaran. Mungkin saja orang tua gadis ini, atau keluarganya yang ia kenal. Sesampainya aku di ruang tamu, aku melihat pintu yang sudah terbuka lebar. Hanya saja tidak ada siapapun di sana. Bulu kuduk ku meremang, mendadak seluruh rumah menjadi dingin.

Jangan bilang itu hantu.

"Di sini kau rupanya Lestrange," ucap seseorang tepat di belakang ku.

Aku berbalik dan sedikit terkejut saat melihat wajah pucat dengan lingkaran hitam di bawah matanya, persis seperti orang mati. Tapi aku yakin dia ini manusia.

"Siapa kau?" tanyaku takut-takut.

Pria berambut hitam seleher ini hanya diam. Ia lalu melewati ku berjalan ke tangga menuju lantai dua, jalannya cepat dan wajahnya tak menunjukkan ekpresi apapun. Pria serba hitam ini sudah berada di undakan tangga terbawah.

"The Dark Lord telah bangkit. Persiapkan dirimu, kita akan ke Hogwarts!"

Aku tidak mengerti apa yang dia bicarakan. Apa itu Hogwarts? Tapi aku tetap mengikutinya, mungkin saja pria mengenal gadis yang tubuhnya ku tempati sekarang.

Dan mungkin saja, dia bisa membantu ku.



#

I'm back dengan fanfict terbaru wkwk. Gimana?

See you bye bye~

LestrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang