Akhir pekan ini akan ku habiskan dengan berlatih apparation bersama Profesor Snape. Aku mengenakan celana panjang coklat gelap dengan kemeja putih—lengan peet sleeves, dibaluti dengan rompi senada celanaku yang bahannya lebih tebal. Lalu, ku ikat rambut hitam panjang ku bergaya low ponytail. Aku sengaja menunjukkan selera style ku untuk sedikit menyindir Profesor Snape.
Dengan cepat Aku berlari keluar kastil menuju Danau Hitam, dimana Profesor Snape mungkin sudah menungguku. Aku keluar sebelum matahari menampakkan diri sepenuhnya agar tak ada yang melihat ku pergi pagi itu, apalagi Umbridge. Ia pasti curiga melihat ku keluar kastil pagi sekali.
"Apa aku terlalu lama?" sahutku begitu sampai di dekat Profesor Snape yang sudah menunggu.
Ia tak menjawab, melainkan menatapku kesal lalu berlalu menuju pohon besar di samping danau. Aku mengikuti pria itu dengan langkah lebar dan cepat untuk menyamainya. Aku mendongak melihat wajah Profesor Snape dari samping, ia cukup tinggi bagiku. Hidung bengkoknya mengingatkanku pada hidung ayahku yang asli.
"Dalam apparate, kau harus fokus pada gambaran tujuanmu. Kau harus mengingat 3D, destination, determination, dan deliberation. Kau harus tahu dulu tujuan mu kemana dan menggambarkan tujuan itu dengan jelas dalam pikiran mu," ujarnya tanpa basa-basi.
Angin bertiup cukup kencang di sini. Untungnya aku mengikat rambutku tadi, jadi angin ini tidak dapat menggangguku. Sedangkan Profesor Snape, rambutnya cukup mengganggu dan terlihat berantakan. Aku mendapati Profesor Snape berkali-kali menepis rambutnya yang menutupi mata.
"Kau harus fokus dan pikiranmu harus jernih untuk melakukan itu," ucapnya lagi menatapku sangat serius.
Aku mengangguk paham. "Apa yang terjadi jika aku tak bisa menggambarkan tujuan itu dengan jelas, Profesor?" tanyaku tak kalah serius. Aku harus tahu efeknya agar berhati-hati dan memiliki waktu untuk menemukan solusi dari hal buruk yang mungkin terjadi.
"Kau akan mengalami splinching," jawab Profesor Snape cepat masih dengan ekspresi datar andalannya.
"Apa itu—"
"Splinching adalah pemisahan bagian tubuh secara acak ketika pikiranmu tak dapat berkonsentrasi pada tujuan," jawabnya sebelum aku menyelesaikan pertanyaan ku.
Mendengar itu aku meringis, membayangkan tubuhku terpisah-pisah tak jelas entah dimana sangatlah mengerikan. Aku tak yakin bisa menemukan solusi untuk efek yang satu ini. Hei! Tunggu! Aku di dunia sihir. Mungkin ada mantra agar tubuhku yang terpotong dapat tersambung kembali.
"Pelajaran ini seharusnya diperbolehkan untuk tahun keenam. Tapi, Kepala sekolah mengizinkan ku untuk mengajarimu dengan tujuan membantu misi," jelasnya.
"Wah! Aku bisa selangkah lebih maju dari siapapun," girang ku senang. Tapi itu hanya sebentar sebelum akhirnya aku mengembalikan ekspresi datar ku, seperti pria serba hitam ini.
Ingat saat aku mengatakan bahwa aku terkadang merasa mirip dengannya?
"Kau boleh mulai dari tempat yang paling kau kenali terlebih dulu. Ingat untuk jangan terburu-buru," ucap Profesor Snape.
Aku menarik napas dalam-dalam sambil mencoba mengingat sebuah tempat. "Bagaimana dengan hutan terlarang?" tanyaku memastikan.
"Coba saja. Jangan terburu-buru!"
Aku membayangkan hutan terlarang yang gelap, lalu pohon-pohon besarnya. Ku fokuskan pikiran ku pada tempat itu, namun tak semudah yang ku bayangkan. Sekelebat bayangan lain muncul dipikiran ku dan mengacaukan gambaran hutan terlarang yang berusaha ku buat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lestrange
FanfictionAku yang tak sengaja terdorong oleh temanku, jatuh dari gedung lantai tiga. Ku pikir itulah akhir dari hidupku. Namun, aku malah terbangun di tubuh gadis lain dan ditempat yang tak dikenal. Sebuah dunia yang menggunakan sihir dalam keseharian mereka...