Natal usai, liburan selesai. Para murid kembali ke Hogwarts lagi setelah beberapa hari. Ada yang merasa bersemangat, tapi yang tak bersemangat lebih banyak. Aku menduga karena mereka membayangkan betapa mengerikannya bertemu dengan Umbridge lagi, dan tugas sekolah yang menumpuk tentu saja.
"Terima kasih," ucapku pada Parkinson yang membawakan sekantong permen dari rumahnya untukku.
Hanya ada kami berdua di kamar sekarang. Yang lain sedang menghabiskan waktu di ruang bersama, berbagi pengalaman selama Natal.
Anak perempuan yang duduk di kasurku ini tersenyum, "kalau kau mau lagi, kau bisa datang ke rumahku pada Natal berikutnya."
Aku menampilkan wajah sendu kepadanya, "aku akan berada di Malfoy Manor pada Natal berikutnya. Kau tahu 'kan? Ibuku?"
"Oke. Mungkin Natal berikutnya lagi," harap Parkinson sambil bangkit dari tempat tidurku.
Pintu berderit pelan, Greengrass muncul dari balik pintu itu. Ia menutup pintu itu lagi setelah tubuhnya masuk ke kamar sepenuhnya, meninggalkan asap hitam yang mengepul di luar kamar.
"Asap apa itu? Daphne?" tanya Parkinson.
"Biasa. Anak laki-laki membuat lelucon," jawab Greengrass sembari membuka jaketnya dan menanggalkan jaket coklat itu digantungan.
Parkinson yang bersiap untuk tidur berdecak, "apa mereka tak ingat bahwa besok semua kegiatan dimulai. Ini sudah larut."
"Biarkan saja. Jika mereka terlambat, kita hanya perlu menertawakan mereka," kekehku. Parkinson dan Greengrass meresponku dengan tawa kecil yang sama.
"Selamat malam," kata Parkinson sebelum menutup matanya dengan rapat.
Aku menyimpan permen pemberian Parkinson ke dalam laci meja di samping tempat tidurku. Sementara itu, Greengrass mengganti pakaian dengan piyama tidur. Setelah selesai, ia naik ke tempat tidurnya.
"Dimana Millicent?" tanyaku pada Greengrass yang baru saja hendak membaringkan tubuhnya.
"Entahlah. Aku melihatnya ke dapur bersama Zabini tadi," jawab Greengrass kemudian membaringkan tubuhnya. "Selamat malam, Bell."
"Ya. Selamat malam."
Aku membaringkan tubuhku kesana kemari, namun kantuk tak kunjung datang menguasaiku seperti biasanya. Ini sudah hampir sejam sejak Parkinson dan Greengrass terlelap, bahkan Millicent Bulstrode juga sudah kembali setelah menghabiskan sepiring kue sebelum tidurnya.
Aku bangkit dari kasurku, menjejakkan kaki pada lantai batu dingin, aku hanya merasa tak nyaman menggunakan kaus kaki ketika tidur. Aku mengambil jubahku, memakai kaus kaki dan sepatu sebelum keluar dari kamar menuju ruang bersama. Tak terdengar suara apapun dari sana, jadi kurasa akan aman.
Oh. Dan soal buku diary Lestrange yang hilang, aku belum menemukannya. Tapi Profesor Snape tidak tahu soal itu, jadi tubuhku masih utuh sampai sekarang. Itu tidak akan lama, tentu saja, pria itu pasti akan segera mengetahuinya. Mau bagaimana lagi, aku sudah mencari kemanapun tapi tetap tak ketemu. Pasti ada yang mengambilnya sebelum aku datang.
Aku menghidupkan api pada perapian dengan tongkat sihirku, cukup untuk menghangatkan sekaligus menemaniku malam ini. Aku melamun. Overthinking. Aku masih memikirkan nasibku, bagaimana jika rencana Profesor Dumbledore dan Profesor Snape tidak berhasil? Bagaimana kalau Potter tak bisa mengalahkan Voldemort? Bagaimana kalau aku ketahuan? Aku tak ingin mati di tempat antah berantah ini.
"Kau belum tidur, Bell?" Ucap suara dari arah kamar mandi. Aku menoleh dan mendapati Malfoy dengan piyama dan handuk di bahunya.
"Belum bisa tidur," jawabku singkat kembali menatap kosong pada perapian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lestrange
FanfictionAku yang tak sengaja terdorong oleh temanku, jatuh dari gedung lantai tiga. Ku pikir itulah akhir dari hidupku. Namun, aku malah terbangun di tubuh gadis lain dan ditempat yang tak dikenal. Sebuah dunia yang menggunakan sihir dalam keseharian mereka...