Information

126 24 0
                                    

Aku nyaris terjatuh saat melompat dari kereta yang ditarik oleh Thestral. Untungnya, dengan sigap Profesor Snape menangkap lenganku sehingga aku tidak terjatuh.

"Kenapa kau lompat?" tanya Profesor Snape menatap ku tajam.

"Aku menunggu Draco," jawabku. "Sekaligus memberitahu mu sesuatu," lanjutku sambil berbisik.

Profesor Snape mengangguk. Ia kemudian menghampiri Draco yang sedang digeledah. Sedangkan aku, aku berdiri agak jauh dari mereka. Memerhatikan.

"Untuk apa kau bawa ini?" tanya pria yang tadi juga menggeledah ku dan murid lain.

"Aku yang menjaminnya, Tuan Flitch," sahut Profesor Snape.

Malfoy kemudian merampas tongkat dengan kepala ular di ujungnya, menatap tak senang pada pria yang baru saja ku tahu namanya. Aku menggelengkan kepalaku, sudah tak heran dengan tingkah Malfoy yang arogan dan kekanakan.

"Nice face, Potter," celetuk Malfoy.

Ku ikuti arah tatapan penuh kemenangannya. Di dekat gerbang, Potter dan Luna Lovegood berdiri sejajar. Wajah Potter penuh luka, dan hidungnya-agaknya patah. Aku melirik Malfoy yang mengikuti Profesor Snape menuju kastil.

"Itu ulahmu, 'kan?" tanyaku curiga setelah mereka berdua berjalan di dekatku.

Bukannya menjawab, Malfoy melewatiku begitu saja dengan wajah kesal. Aku tidak tahu apa yang membuatnya begitu kesal saat ini, padahal sebelumnya ia baik-baik saja walaupun memang ia terlihat gelisah.

"Nah Sein, apa yang ingin kau beritahukan?" tanya Profesor Snape di samping kananku. Tangannya terlihat ia kepal di belakang badannya, mungkin menyembunyikan tongkat di sana.

Aku menarik tangan Profesor Snape agar menjauh dari jalan utama, sedikit ke pepohonan agar tak ada orang yang mendengar pembicaraan kami. Awalnya kupikir ia akan memprotes, tapi ternyata tidak. Pria serba hitam ini mengikuti ku dengan pasrah.

"Kau boleh marah setelah aku mengatakan ini, Profesor," ucapku membuka pembicaraan.

Profesor Snape memicingkan matanya, ia mulai mencurigaiku.

Aku menelan ludahku kasar, "Longbottom tahu identitas asliku."

Ku angkat tanganku setelah melihat Profesor Snape ingin membuka mulutnya. "Aku belum selesai, Profesor. Longbottom tahu semuanya, ia mendengar pembicaraan kita sewaktu Potter hilang di kementrian. Jadi---aku mengajaknya untuk mengikuti ritual itu, sekarang jumlah kita lengkap," lanjutku menjelaskan panjang lebar.

Profesor Snape mengembuskan nafasnya, "bagus jika anak itu tidak membocorkan rahasia ini kepada siapapun. Tapi, mengajaknya mengikuti ritual? Kau pasti bercanda. Anak bodoh itu hanya akan menggagalkan ritual. Ia saja tidak bisa membuat ramuan dengan benar, apalagi mengikuti ritual yang rumit, yang bahkan pemilik toko kemarin saja ketakutan ketika ia menjelaskan bagaimana kutukan ritual itu membuatnya menderita."

"Kau benar. Ini juga yang ku pikirkan sejak tadi. Tapi, kita tak punya satu orang lagi untuk melakukan ritualnya," timpalku.

"Anak itu tidak bisa diandalkan, kau---"

"Longbottom terlihat baik-baik saja di kelas lain. Ia mungkin hanya takut kepadamu, itulah kenapa ia tidak bisa mengikuti pelajaranmu dengan baik. Cobalah untuk memberi kesan yang baik padanya agar ia tidak takut kepadamu," ucapku menyela Profesor Snape yang terlihat marah.

"Ayolah! Kau bisa mengajarinya, Profesor," lanjutku membujuknya.

"Terserah padamu. Jika terjadi sesuatu, kau lah yang bertanggung jawab," ketus Profesor Snape.

LestrangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang