Sosok pria berpakaian formal serba hitam putih tengah duduk di sebuah kursi pada salah satu Cafe yang sudah ia rancang agar bisa diberikan kepada Jaemin pasca setelah lahiran nanti. Hanya saja, saat ini cafe tersebut sering ia jadikan untuk tempat pesta bersama sahabatnya. Ia tidak berusaha untuk mabuk karena sebentar lagi ia akan menghadiri pesta perusahaan tetangga. Mungkin hanya satu atau dua gelas wine tidak akan membuat Jeno menjadi mabuk.
Ini sudah pukul 5 Sore dan acara tersebut akan dimulai pukul 7 malam, tetapi Jeno masih termenung sendirian memikirkan sesuatu yang berkaitan dengan Jaemin dan juga anaknya. Kepalanya penuh dengan pemikiran bagaimana caranya untuk mengutarakan perasaan aneh Jeno kepada sahabatnya atau Jaemin itu sendiri.
Ingat ucapan Jeno semalam? Ingat bagaimana Jeno mengatakan kepada Jaemin bahwa ia akan membawa bayi itu pergi? Ingat bagaimana Jeno mengucapkan kalimat yang bahkan bisa membuat Jaemin trauma?
Iya, Jeno sedang merenungkan hal tersebut. Ia rasa ini sudah cukup keterlaluan jika ia teruskan. Tidak menutup kemungkinan kalau Jeno memiliki rasa cemburu yang kuat sejak pertama kali bertemu dengan pemuda itu. Pesona Jaemin yang begitu kuat menarik atensi Jeno beberapa kali sampai akhirnya perasaan tidak masuk akal ia rasakan.
Perasaan gengsi untuk meminta maaf, perasaan tidak ingin kehilangan, perasaan ingin dianggap sebagai Raja oleh Jaemin, dan perasaan ingin terus melindungi Jaemin.
Hanya saja cara Jeno terlampau salah. Di satu sisi Jeno ingin bayi itu hadir karena hanya itu satu-satunya cara agar Jaemin tidak kabur, tetapi di sisi lain ia juga tidak ingin atensi Jaemin fokus pada bayi itu dan melupakannya.
Di satu sisi ia ingin mengajak Jaemin menikah dengannya, tetapi disisi lain ia ingat dunianya tidak bisa dipercaya. Jeno tahu jika dirinya sudah jatuh terlalu larut ia akan sangat bodoh, Jeno tidak mau terlihat begitu bodoh dan membuat dirinya sendiri sengsara jika Jaemin berani mengkhianatinya.
Di satu sisi Jeno ingin melindungi Jaemin tanpa harus memerkosa pemuda itu, tetapi lagi-lagi pikiran negatif Jeno menghalaunya hingga berpikir jika Jeno tidak memberikan sehari saja Jaemin tanda bercak bekas kecupannya pada tubuh pemuda itu, maka siapapun bisa merebut Jaemin darinya.
Terlalu banyak alasan yang Jeno simpan sampai ia lupa kalau dirinya juga menyakiti Jaemin.
Usia kandungan yang sudah mencapai 4 bulan membuat Jeno semakin frustasi dengan keputusan yang akan ia ambil. Ketakutan tentang rasa kehilangan masih terasa sampai sekarang. Jeno tidak mau lagi merasakan rasanya kehilangan setelah Kedua orang tuanya tiada, dan Tiffany juga meninggalkannya.
Sepasang tangan kekar tersebut meremas rambutnya frustasi. Akhir-akhir ini ia sering konsultasi pada Jaehyun, menceritakan segalanya hingga mendapat perawatan berupa obat-obatan dari psikiater. Siapa sangka kalau Jeno pengidap Borderline personality disorder sejak usianya menginjak 16 Tahun? Bahkan diusia yang begitu muda ia sudah terobsesi melakukan kekerasan yang ia anggap benar.
Tetapi setelah bertemu Jaemin, Jeno jadi memiliki hal pelampiasan yang begitu membuatnya tergila-gila tanpa memikirkan bagaimana kondisi mental Jaemin. Wajah ceria dan energi yang positif mewarnai suasana mansionnya yang begitu gelap sejak Tiffany tiada. Jeno ingat setiap inci momen rusuh Jaemin yang mengganggu para pelayan dirumahnya dan juga mengganggu Juyeon. Jeno suka senyum Jaemin.
Namun, terkadang senyuman Jaemin ingin Jeno hilangkan sesaat, dan berakhir Jeno menyiksa Jaemin yang sialnya Jaemin hanya pasrah dan mencoba mengimbangi siksaan Jeno.
Ia jadi teringat dengan cicin emas yang ia beli tadi pagi. Desainnya begitu cantik dan sangat cocok jika Jaemin pakai.
"Brengsek! Kenapa kau selalu membuat ku merasa berada dititik yang salah, Jaemin?! Kenapa?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Slut || Nomin [END] ✓
Fanfiction⚠️MATURE STORY⚠️ "Apapun yang aku inginkan pasti akan aku dapatkan termasuk Na Jaemin sekali pun" Na Jaemin, si pemuda bernasib malang dengan kehidupan miskin, membawanya bekerja sebagai seorang pelacur di sebuah club bar yang cukup terkenal di Seo...