Jika semua ini mimpi maka Sakura akan tetap menantinya jadi nyata. Tapi memang kenyataan yang terlihat, lebih indah dibanding mimpi. Sosok yang pernah ia anggap tak berarti kini menjadi sebagian jiwa. Sangat berarti. Sakura tak tau harus mengungkapkan isi hatinya seperti apa lagi.
Tidak ia sadari air mata telah menggenangi sudut matanya. Usapan lembut di kepalanya tidak sepenuhnya menarik atensinya dari lelaki yang menggendong bayinya. Bayi yang baru saja ia lahirkan. Terhenyak ketika lelaki itu mencium bayinya. Bayi mereka dengan kasih sayang yang terlihat jelas.
"Terima kasih."
Hingga suara berat itu menariknya seutuhnya. Sakura menolehkan kepala. Tangan yang dari tadi mengusapnya adalah milik Itachi.
"Terima kasih." Itachi mengulang kalimatnya.
Membuat air mata Sakura luruh. Itachi mungkin pernah menganggap bahwa pilihannya adalah beban bagi Sakura. Tapi sekarang keadannya berbeda.
"Terima kasih juga. Jika bukan karena kau, aku mungkin tidak bisa menemui bahagia seperti ini." Sakura mengusap air matanya. Tersenyum tulus pada Itachi yang masih mengusap kepalanya.Lelaki itu membalas senyumannya tak kalah lembut.
"Boleh ku gendong anakmu?"Sakura tertawa. "Kau bisa menganggapnya anakmu juga."
"Ya. Anak pertamaku."
Sakura baru ingat kalau Itachi dan Karin akan mengadopsi anak. "Apakah sudah ada?" Wajahnya berubah semangat.
"Sudah. Tapi harus melalui beberapa proses dulu agar bisa jadi anakku." Itachi berjalan mendekati Sasuke. Mengambil bayi lucu itu dari gendongan ayahnya.
"Dia, tampan." Itachi bergumam. Takut suaranya membangunkan bayi tertidur itu.
"Sepertiku." Sasuke menjawab yakin. Sambil tertawa dia berjalan ke tempat Sakura. Mungkin semua orang di ruangan itu tau, betapa bahagianya dia. Sempat bertaruh pada waktu, pada ketakutan akan kehilangan. Nyatanya semua itu berlalu begitu saja. Melihat Sakura baik-baik saja dan anaknya lahir dengan selamat adalah sebuah anugrah.
Kecupan lembut mendarat di kening Sakura. Meski masih lemah dan pucat, tapi raut bahagia juga terlihat jelas di sana.
"Hei, semua baik-baik saja kan." Sakura mencari-cari tangan Sasuke. Lelaki itu segera menggenggamnya.
"Ya."
"Aku bahkan tidak khawatir." Sakura mengusap jari-jari suaminya. Senyum di wajahnya tak pernah pudar. "Selama kau ada, aku akan baik-baik saja." Ucapnya tulus.
"Ini seperti mimpi." Sekali lagi Sasuke mendaratkan ciumannya di kening Sakura. Dari jarak yang dekat ia bisa melihat pancaran lembut wanitanya.
"Aku tidak yakin bisa meraih tempat ini andai saja kau menandatangani surat cerainya. Kau merobeknya terima kasih telah bertahan dan memberiku bahagia."Perasaan menggebu yang tidak terutarakan bibir selain air mata yang membasahi pipi. Sakura sampai terisak mendengarnya.
"Kenapa kau menangis?" Sasuke berubah panik. Menghapus air mata Sakura dengan perasaan khawatir. Itachi bahkan mendekati keduanya bersama bayi di gendongannya.
"Kenapa?" Lelaki itu juga ikut penasaran.
"Tidak. Tidak. Aku baik-baik saja." Sakura menggeleng.
"Hanya bahagia." Ya. Bahagia..
.
.
Di balik kebahagiaan yang ada. Tentu saja terselip kepedihan yang tak terlihat. Sejujurnya apa yang ada di hari ini mengalahkan apapun. Termasuk sesuatu yang menyesakkan di dada Karin. Dia bertahan di depan pintu yang tertutup dengan genangan air mata yang siap tumpah. Mungkin, ya, dia iri. Iri pada adiknya sendiri yang telah menjadi wanita seutuhnya. Sementara dirinya masih tetap sama. Sekarang ragu untuk menemui wanita yang baru saja menyandang nama ibu. Ia tidak bisa menjamin untuk tidak membenci diri sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Destiny
FanfictionMenikahi Sasuke yang lumpuh adalah bukti Sakura menyayangi Karin dan menghormati Itachi. Jelas di lihat oleh mata terlalu banyak perbedaan yang bercampur dengan segala kerumitan. Namun siapa yang tau, takdir terkadang tidak seburuk yang kita kira. ...