Rayyan yang baru saja sampai di rumah tampak kebingungan mencari keberadaan Jean.
"Jean dimana ya? Padahal saya pulang lebih cepat untuk dia." ucap Rayyan dengan wajah murung.
"Ah, mungkin saja dia lagi ke pasar." ucapnya lagi
Setelah pencariannya di dalam rumah tidak menemukan keberadaan sang istri, Rayyan pun memutuskan untuk membereskan rumah yang begitu berantakan.
Dia tidak mengerti, apa yang Jean lakukan selama dia pergi sampai rumah seberantakan ini.
Di lain tempat, terlihat Jean yang sedang bertemu dengan Alvin di cafe. Keduanya tampak melepas rindu satu sama lain.
"Aku kangen banget sama kamu," ucap Alvin sambil memeluk erat tubuh Jean.
"Aku juga kangen banget," balas Jean sambil memeluk balik tubuh Alvin.
Keduanya terus berpelukan sampai seorang pelayan datang dan menghentikan kegiatan mereka.
"Hm, kamu kesini sama siapa? Lalu suami kamu dimana?" tanya Alvin
"Sendiri kok, suami aku lagi ada kerjaan di Bandung. Mungkin dia pulang sore nanti." balas Jean
"Baguslah, jadi kita bisa menghabiskan waktu bersama." kekeh Alvin
"Vin, aku tuh kangen sama kamu." ucap Jean sambil mencium wajah Alvin.
"Aku juga kangen sama kamu, aku nggak tau kalau kepulangan kamu dari Australia kemarin bakal begini." ucap Alvin sambil meneteskan air mata.
Jean segera mengusap air mata Alvin, dia memeluk erat Alvin sambil ikut terisak. Keduanya merasakan sesak yang sama karena harus terpisah karena keadaan.
"Aku mohon sama kamu, jangan tinggalin aku. Aku nggak bisa hidup tanpa kamu Je." Isak Alvin
"Aku juga nggak mau pisah sama kamu Vin. Impian yang kita rencanakan beberapa tahun ini harus kandas karena ini." ucap Jean sambil mengusap air mata Alvin.
"Untuk itu kamu mau kan bercerai sama suami kamu setelah tiga bulan?" tanya Alvin sambil memegang wajah Jean.
"Hikss... Aku nggak tau Vin. Tapi asal kamu tau Vin, Ustadz Rayyan itu laki-laki yang sangat baik dan lemah lembut. Bagaimana aku bisa mematahkan hatinya dengan gugatan perceraian?" isak Jean sambil menyembunyikan wajahnya di dada bidang Alvin.
"Hm, jadi kamu kesini cuma mau bilang itu sama aku. Ya udah, nggak papa kok. Biar aku yang pergi jauh dari hidup kamu, kamu pasti bahagia sama suami kamu." ucap Alvin seraya melepaskan pelukan Jean.
Jean yang mendengar ucapan Alvin pun merasakan kalau laki-laki di hadapannya ini akan berbuat sesuatu yang nekat.
"Vin, ma-maksud ka-kamu apa?" tanya Jean terbata-bata.
Alvin tidak menggubris pertanyaan dari Jean. Dia melangkah pergi meninggalkan cafe tanpa sepatah katapun.
"Alvin, kamu mau kemana?" teriak Jean sambil mengejar Alvin yang sudah pergi entah kemana.
Jean meremas rambutnya sendiri kuat-kuat, dia merasa frustasi karena tidak bisa menemukan keberadaan Alvin. Namun, Langkahnya terhenti kala melihat keramaian yang tidak berada jauh darinya.
Jean pun melangkah mendekat ke kerumunan itu, dengan perasaan yang campur aduk. Matanya terbelalak kaget melihat seorang pria yang sudah berlumuran darah.
"Bu-bukankah Ja-jaket i-itu, A-alvin yang pakai tadi?" ucap Jean dengan terbata-bata.
Dengan cepat Jean mendekati tubuh pria itu untuk memastikannya. Namun, seketika nafasnya seakan tercekat saat melihat pria yang terluka parah itu memanglah Alvin.
"Alvin!!" teriak Jean histeris.
"Hiks... Bangunlah! Bu-bukankah kamu mau menikah denganku? Ba-baiklah aku setuju. Aku akan mengakhiri hubunganku dengan Rayyan tapi ku mohon bangunlah." isak Jean sambil memeluk erat tubuh Alvin.
Melihat Jean yang terus terisak, Beberapa orang pun mulai membantunya mengangkat Alvin ke mobil. Di dalam mobil Jean masih sesenggukan menangis. Dia benar-benar di buat frustasi oleh keadaan saat ini.
"Ya Allah, kenapa kau beri aku ujian serumit ini? Aku sangat mencintai Alvin, tapi Ustadz Rayyan—" Jean tidak bisa melanjutkan ucapannya karena rasa bersalahnya terhadap Rayyan.
***
Sementara itu Rayyan yang baru selesai menyiapkan makan siang untuknya dan Jean pun tampak tersenyum kecil menunggu kepulangan sang istri yang entah pergi kemana sejak pagi."Astagfirullahalazim Rayyan, ada apa denganmu? Kenapa kau tidak bisa menunggu bahkan sedetik untuk bertemu dengan Jean." ucap Rayyan sambil memukul pelan kepalanya sendiri.
"Hm, apa ini yang dinamakan jatuh cinta?" ucapnya lagi seraya tersenyum kecil.
"Sudahlah, lebih baik aku telpon saja Jean." ucap Rayyan sambil menekan tombol memanggil di ponselnya.
Drtt...
Ponsel yang ada di saku Jean bergetar, Jean yang masih terisak segera melihat siapa yang meneleponnya. Dia terkejut saat melihat nama si penelepon, yakni suaminya sendiri.
"Ha-halo ada apa?" ucap Jean saat mengangkat panggilan telepon tersebut.
"Dek, kamu lagi dimana? Kok dari pagi sejak saya pulang kamu nggak ada."
'Pagi? Jadi, dia udah pulang sejak pagi.' batin Jean
"Gu-gue lagi di rumah temen, lo udah pulang dari pagi?" balas Jean
"Oh iya, kalau begitu. Iya dek, saya udah pulang sejak tadi pagi. Ya sudah kalau kamu lagi ada kerjaan sama temen kamu, kerjain aja dulu. Tapi kalau bisa pulanglah sebelum jam makan siang, oke?"
"Ba-baiklah gue nanti pulang." ucap Jean yang mencoba menahan isakannya.
"Dek, kamu nggak kenapa-napa kan? Kok saya ngerasa gak enak."
"Nggak, gue nggak kenapa-kenapa. Ya udah gue matiin dulu." bohong Jean seraya mengakhiri panggilan telepon.
"Mbak, kita udah sampai di rumah sakit." ucap supir taksi
Jean pun segera turun memanggil suster untuk membantunya. Dengan cepat Alvin pun di bawa ke UGD. Jean terduduk lemas di kursi tunggu rumah sakit.
"Hiks... Jean bodoh! Suami lo di rumah dari pagi udah pulang dan lo malah di sini sama pacar lo." Isak Jean sambil menampar dirinya sendiri.
"Astagfirullahalazim mbak, jangan begitu sama diri sendiri." ucap seorang wanita cantik berjilbab hitam.
Jean menoleh, lalu menjauhkan dirinya dari wanita itu. Wanita itu justru tersenyum kecil menanggapi reaksi Jean.
"Jangan takut mbak, saya bukan orang jahat kok. Saya cuma kasian sama mbaknya." ucap wanita itu.
"Hm, iya makasih." jawab Jean dingin.
"Saya nggak tau apa yang lagi mbak alami, tapi jangan sakiti diri mbak sendiri." ucap wanita itu sambil merapikan rambut Jean yang acak-acakan.
Jean yang benar-benar kacau segera luluh dengan ketulusan wanita itu. Tanpa menunggu lagi dia pun memeluk erat wanita itu sambil menangis.
"Menangislah, luapkan semuanya. Mungkin saya tidak membantu apapun untuk kamu, tapi saya tahu kamu sedang sangat kacau." ucapnya sambil mengusap bahu Jean.
"Te-terimakasih mbak," ucap Jean pelan.
Wanita itu tersenyum lalu memegang wajah Jean, dia mengusap air mata Jean dengan tangannya.
"Jangan nangis lagi, kamu nggak boleh terus bersedih. Ini udah hampir siang, sebaiknya kamu siap-siap makan siang sana." ucap wanita itu
Jean segera tersadar kalau dia tadi sudah berjanji akan pulang sebelum makan siang. Dengan cepat dia segera beranjak dari kursi, dan berlari keluar dari rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Istri Ustad Dadakan - (END)
FanfictionTERSEDIA VERSI PDF CERITA LENGKAP DI APLIKASI KAYA BISA JUGA ORDER VIA WA DI DM Ustadz Rayyan dan Jean Adicct! Dilarang keras mengcopy,meniru dan lain sebagainya. Ini Cerita real dari pemikiran saya Rank 1 in #Taennie 3 juni 2022 Rank 1 in #Jennie 8...