*KJTBM - BAB 23*
"Aru! Kamu kenapa?"
Ranu langsung mendatangiku begitu menemukanku tengah berjongkok di depan wastafel yang ada di kamar mandi. Mungkin dia tadi mendengar suaraku yang sedang muntah-muntah, makanya dia langsung datang ke sini. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran tapi aku tak peduli. Gara-gara siapa aku jadi seperti ini.
Aku menepis tangan Ranu yang bermaksud ingin menyentuh pundakku. Dia terlihat terkejut pada awalnya, tapi kemudian ekspresinya normal kembali. Ranu tetap diam sembari terus mengamatiku. Aku tidak suka dia menyentuhku. Dan aku bersyukur Ranu mau mengerti karena dia tidak lagi memaksa untuk menyentuhku.
Ranu ikut berjongkok di depanku tanpa melakukan apa-apa. Dia hanya mengamati dan menungguku yang masih menangis di sana.
Sebenarnya aku tidak suka perasaan tidak berdaya seperti ini. Aku sangat tidak suka perasaan dongkol yang ada di hatiku. Tapi yang paling aku tidak suka dari itu semua adalah bayangan tatapan-tatapan mencemooh orang-orang padaku yang akan kembali aku dapatkan.
Dulu, aku mati-matian bangkit dari keterpurukan ini. Sekarang aku kembali merasakan perasaan tak berdaya ini lagi. Dan semuanya gara-gara Ranu.
Nyatanya hanya Binar yang benar-benar mengerti akan diriku. Binar tidak pernah memaksaku untuk melakukan apa pun. Dia selalu sabar dalam menghadapiku. Tapi kenapa dia harus meninggalkanku lebih dulu. Kenapa?
"Aru ...," panggil Ranu lirih. Suaranya syarat sekali akan kekhawatiran.
"Pergi!" kataku. Tapi aku yakin Ranu tidak akan mungkin mau menuruti permintaanku.
"Aru, kamu kenapa?"
"Pergi," kataku lagi.
Dan seperti dugaanku, Ranu tidak pergi dari sana.
"Nggak. Aku nggak akan pergi. Sekarang kita keluar dulu. Oke. Baju kamu basah semua ini," katanya sembari memegang pundakku dan menarikku untuk berdiri.
Lagi, aku menepis kasar tangan Ranu. "Aku bilang pergi! Pergi! Jangan menyentuhku!" bentakku menatap tajam padanya.
Ranu tersentak. Tidak menyangka jika aku bisa membentaknya seperti itu. Dan aku kembali menelungkupkan wajah di atas lenganku yang terlipat di atas lutut. Tubuhku gemetar dan aku kembali menangis. Menangisi nasib yang sepertinya tidak pernah mau berpihak padaku.
"Kamu kenapa?" tanyanya lagi.
Aku tak menjawabnya.
"Bilang kalau kamu ada masalah, Aru. Jangan seperti ini."
Akhirnya aku mengangkat kepala dan memandangnya dengan sinis.
"Bagaimana jika masalahku adalah kamu?"
Ranu diam. Alisnya mengernyit.
"Jika aku nggak pernah menikah dengan Mas Ranu aku nggak akan mengalami ini," kataku lirih.
Aku kembali menatap sengit pada Ranu. Dan Ranu masih saja tetap diam. Aku tak tahu apa yang sekarang dia pikirkan, karena sekarang matanya hanya menyorot datar padaku.
Lihatlah, padahal tadi wajahnya terlihat sangat khawatir bagaimana bisa berubah secepat ini?
"Apa ini karena kejadian kemarin?" tanyanya.
Aku membuang muka.
Ranu mendengkus sebelum berbicara. "Hanya karena aku menciummu kamu sampai seperti ini?" katanya sinis. "Oh, ayolah, Aru! Kamu bukan anak kecil lagi. Kita bahkan sudah menikah dan itu hanya sebuah ciuman. Bahkan kamu dan Binar dulu lebih sering melakukannya. Kenapa saat aku hanya menciummu reaksimu sampai seperti ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Jodoh Tak Bisa Memilih
Romance#odocthe_wwg #projectRomance Tanggal 15 Mei seharusnya menjadi hari yang bahagia bagi Arunika, justru menjadi hari yang menyedihkan baginya. Karena pada hari itu ia gagal menikah dengan Binar, kekasihnya karena sebuah kecelakaan yang membuat Binar m...