32

196 44 8
                                    

*****

"Mas, tahu nggak siapa yang tadi aku temui?" tanyaku pada Ranu. Saat ini kami sedang melakukan video call.

"Siapa emang?" tanyanya balik.

"Tebak dong tebak," kataku menggerutu. Di seberang sana Ranu terkekeh dan menaikkan ke dua kakinya ke atas ranjang, menutup pahanya yang tadi terbuka sedikit menggunakan piyamanya.

"Eemmm ... mantan kamu?" tebaknya asal.

"Ish ...." Aku mencebik. "Kenapa yang keinget langsung mantan sih, Mas."

Ranu tergelak. "Ya, habisnya siapa lagi? Kan dulu emang kamu banyak pacarnya."

"Kayak tahu aja!" Aku mendelik padanya.

"Tahu lah. Tiap ketemu pasti selalu gandeng yang baru."

Aku mencoba mengingat-ingat lagi masa lalu, kapan aku ketemu Ranu sambil gandeng pacar baru. Rasanya aku nggak pernah begitu.

"Kok aku nggak ingat ya?" kataku tak yakin.

Ranu terkekeh lagi. "Lupakan, nggak perlu diingat-ingat mantan-mantan kamu itu."

"Bentar-bentar. Coba kasih tahu aku kapan ketemu Mas Ranu sambil gandeng pacar baru?" Karena aku benar-benar merasa tak pernah bertemu dia.

"Sering, Aru. Kamu saja yang nggak ngeh kalau ada aku di sana."

"Di sana itu di mana?"

"Ya, di mana saja biasanya kamu berada. Di kedai kopi. Di tempat makan cepat saji. Warung makan dekat kampus kamu. Yah, di mana-mana. Dari yang pakai motor vespa. Pakai motor Ninja. Pakai mobil. Bahkan ada yang pakai Lamborghini juga aku tahu."

Aku melongo mendengar jawaban Ranu. Kok dia bisa tahu kalau mantan pacarku itu beragam? Jangan-jangan ….

"Mas Ranu stalker ya?"

"Stalker apaan. Nggak lah," sanggahnya cepat. "Ya, nggak sengaja lihat saja. Tapi kayaknya kamu yang nggak pernah sadar kalau aku ada di sana. Kamu hanya fokus sama pacarmu dan mesra-mesraan di tempat umum saja."

"Mesra-mesraan? Kapan? Nggak pernah ya!" Aku menampik tuduhan Ranu.

"Suap-suapan di tempat umum itu nggak mesra? Duduk sambil pegangan tangan. Terus minum satu gelas berdua."

Aku benar-benar melongo mendengarnya. Karena apa yang dikatakan Ranu semua memang pernah kulakukan dahulu kala. "Kok aku mencium bau-bau kecemburuan ya?" godaku menyembunyikan rasa maluku padanya.  "Cieee cemburu, cieee Mas Ranu cemburu," godaku lagi, tapi Ranu justru biasa saja.

"Siapa yang cemburu. Nggak ada ya aku cemburu-cemburu. Yang ada mereka itu yang harusnya cemburu karena nggak bisa mendapatkan kamu "

"Jadi nggak cemburu nih?" pancingku lagi pura-pura merajuk.

"Nggak."

"Serius?"

"Serius."

"Nggak takut kalau aku tiba-tiba kecantol cowok lain gitu?"

"Nggak," katanya yakin. "Karena aku yakin kemanapun kamu pergi kamu akan selalu bermuara di sisiku. Dan jika kamu pergi aku akan berusaha mendapatkanmu kembali."

Mendengar ucapan Ranu yang seperti itu rasanya ada yang hangat di dadaku dan menjalar naik ke wajahku.

"Mas Ranu ternyata bisa gombal juga ya?" ledekku padanya untuk menyembunyikan rasa panas di wajahku.

Ketika Jodoh Tak Bisa MemilihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang