Page 45

1.8K 146 12
                                    

Mungkin makanan tadi terlalu enak atau minumannya yang terlalu unik. Walau perutku kenyang tapi kenapa kepalaku malah agak pusing? sebenarnya bukan pusing, ini lebih ke arah ringan, seolah melayang, ish! jangan-jangan Sylvia mencampurkan sesuatu pada orange jus yang sebenarnya gak kerasa seperti orange jus itu.

"Kenapa?" River menatap aku menekan alis.

"Gak tahu, kepalaku rasanya gak biasa." River pun langsung melirik minuman yang sudah kuteguk setengahnya, ia pun mengambil dan mencoba sedikit.

"Tequila Sunrise." River meletakan gelas sambil berdecak. "Via selalu bertindak seenaknya."

"Gak apa-apa, ini gak pusing hanya rasanya ringan, kepala saya seperti gak ada beratnya." Sambil menggelengkan kepala aku terkekeh dengan pipi yang bersemu entah sejak kapan, dan River sepertinya baru sadar.

"Kamu sebaiknya pulang, saya antar sekarang."

"Loh kenapa? saya baik-baik saja, kok?" Entah kenapa saraf tawaku seperti loss, aku kembali tertawa aneh.

River tersenyum tipis, mungkin aku yang gak sadar mabuk itu cukup lucu baginya.

"Kita pulang sekarang, yuk." River membantu berdiri dan sekarang kedua kakiku ikut-ikutan ringan.

"Sepertinya sekarang saya tahu kenapa minuman selalu menjadi solusi."

"Gak semua solusi, harusnya kamu gak perlu." Aku menaut alis mendengar jawaban River.

"Kenapa enggak? kamu pikir saya gak punya beban pikiran?"

"Saya gak bilang begitu, tapi solusi kamu seharusnya bukan ini "

"Setidaknya saya sudah merasakannya sekarang dan cukup menyenangkan," jawabku sambil berjalan perlahan dengan satu tangan River yang melingkari pinggang.

"Kamu memang keras kepala."

"Apakah kamu tahu arti wanita yang mandiri? dia pasti keras kepala, jadi saya anggap itu pujian."
Entah kenapa mulutku gak bisa diam, aneh sekali rasanya. Apakah efek alkohol itu membuat segalanya mudah ya? bicaraku jadi lancar kayak jalan tol.

River pun ikut terkekeh. Ia menghela dan tetap membawaku kembali ke mobil.

Sylvia dan Andres sudah pulang setengah jam sebelumnya jadi River mengurungkan niatnya untuk menegur wanita itu, ia berasumsi Via sengaja memberikan tequila itu untuk Lily, entah apa niatnya.

Akhirnya aku duduk di kursi penumpang dan River mengemudi. Lagi-lagi aku malah senyum-senyum dan sialnya gak tahu kenapa River terlihat seratus kali lebih tampan dari biasanya, mungkin ada yang salah di mataku, atau alkohol ini mulai bekerja keras membuatku limbung.

River mengemudi tanpa banyak bicara, aku tahu dia mungkin memendam kesal, raut wajahnya agak terlihat tegang.

"Kamu jangan marah sama Sylvia, ya? aku gak apa-apa kok." Lalu tanganku tanpa sadar mendarat di lengannya kemudian mulai mengusap, dan karena mataku sejak tadi gak bisa lepas dari wajahnya, jemariku pun mulai bergerak menyentuh rahang River yang tegas itu dan berhasil membuat River melirik aku perlahan.

Oh, oh, oh ... apa sekarang aku jadi halu? kok wajah River sepertinya berubah warna? dan bodohnya aku malah terus mengusap pipinya.

Noda merah apa sih ini? wajah River harusnya putih dan cerah.

"Liliona ..."

"Eh, iya?" seketika aku tersadar dengan perbuatan hilaf itu, segera menarik dan menaruh kedua lenganku di atas paha.

Sial! sial! ngapain coba aku pegang-pegang wajahnya?! arghhh! keliatan sekali kalau aku agresif gak jelas! no!!!

"Sebaiknya tunggu hingga kita sampai." Aku bisa melihat River yang menatapku dalam hingga tiba-tiba memutar balik mobil menjadi ke arah sebaliknya.

Sial! jantungku rasanya ketinggalan di putaran tadi karena River ... mungkin tidak lagi berniat mengantarku pulang!

"Sepertinya saya juga gak baik-baik saja." Aku segera menoleh ke arah River, wajahnya masih bernoda merah, gelagatnya juga semakin aneh. Ia menghela beberapa kali dan sesekali melirik ke arahku. "Jadi kita tidak akan ke kosan kamu," sambungnya dan berhasil membuat aku jadi patung.

Eh? eh? eh?!

Demi dewa-dewa di langit, sepertinya aku sudah melakukan sesuatu yang fatal deh?! Oh my god!! Memang cepat atau lambat aku harus menyiapkan hati, batin ... dan fisik. Tunggu, tunggu rasanya aku sudah waxing atas bawah dan baju dalamku juga ok, jadi ... stop Lily! stop! kenapa kamu malah jadi mesum?! arghhh!

Akhirnya setelah sentuhan itu aku speachless. Jantungku berdentum, seluruh darahku rasanya berkumpul di kepala, panas, gerah, entah rasanya antara mau pingsan, mual, gak jelas.

River memarkir mobil di baseman, tidak di parkiran luar apartemen seperti biasa, aku cukup mengerti maksudnya, namun dadaku kian bergemuruh ketika ia akhirnya mematikan mesin, melepas seat belt dan langsung menghadap ke arahku.

"Lily ... "

Baru saja aku membuka mulut, River yang mendekat bergerak lebih cepat dari jawabanku.

Ia semakin dekat lalu ... menekan bibirku begitu saja kemudian berubah melumat, ciumannya pun semakin dalam seiring dengan tangannya melepas seat belt miliku lalu mendorong kursi itu ke arah tidur.

Aku gak sungkan membalas ciumannya, merangkul lehernya yang kini berada di atasku. Semua rasanya mengalir, dan ini lebih dari sekedar efek alkohol, aku gak yakin alkohol membuat semuanya begini karena rasanya gak ingin berhenti lagi. Huf! Aku jadi gak tahu harus marah atau berterima kasih pada Sylvia, tapi larutnya malam dan lelah malah membuat kita semakin menggebu!

Setelah melepas ciuman River membuka pintu dan keluar tanpa aba-aba, dan aku mengikutinya tanpa berpikir lagi tampang, rambut, apalagi bibir yang mati rasa.

River mengunci mobil dan segera menarik tanganku, mengaitkan jemarinya, menciptakan sensasi aneh di tubuhku. Ia berjalan cepat dengan wajah abstrak membawaku tak sabar masuk ke pintu lift dan menekan angka 9. Begitu pintu tertutup tiba-tiba kudengar kekehan. Kami saling menatap dan aku hanya bisa tersenyum melihat rautnya, memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini dengan dada yang berderu hebat.

Lily!! apa kau sudah gila? Yah, mungkin, karena River terlalu menggoda, ia lebih dari sekedar alkohol karena efeknya gak cuma membuat mabuk, tapi membius.

Pintu kamar apartemen River sudah terbuka dan aku masuk secara kilat karena River dan sebelah lengan kuatnya segera menarik pinggangku hingga terhempas padanya dan ia daratkan lagi bibirnya sebelum menutup pintu.

***

Upsy, upsy 🤭🤭
semogaa suka 😍
Btw maafkan up date yang kapan aja ini 🙏 i'll do my best.


SWEET BITESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang