Part 59

1.1K 89 7
                                    

Sesi snack terakhir sebelum dua jam lagi berakhir hanya berlangsung di meja masing-masing. Dua orang pelayan di rumah itu mondar mandir membagikan satu persatu.

Aku jadi kepikiran, jangan-jangan Big Bos gak terlalu suka kita kebanyakan haha hihi sewaktu sesi istirahat, atau dia sempat lihat River terlalu akrab dengan para pekerja, atau juga dia jadi agak sensi karena bahasan agenda survey tadi ya? hah, entahlah.

Tapi snack kali ini cukup menarik sih. Sekotak yang isinya satu cup salad, mini sandwich dan dua buah rolade, minumannya juga infuse water. Terlalu fancy dan sehat sih buatku yang tadinya mengharapkan risoles, bakwan atau lemper. Aku yakin ada River dibalik menu ini.

Kita semua makan dengan tenang. Hanya tinggal satu sesi presentasi lagi untuk bagian gudang bahan. Sesi yang penting gak penting dan biasanya agak sedikit dipercepat karena kebanyakan mereka sudah tahu : bahwa stok bahan semakin menipis dan mereka harus segera belanja. Jadi ujung-ujunganya ada permintaan dana lagi, jadi Big Bos pastinya gak terlalu suka.

"Li." Mbak Citra yang seketika berbisik membuatku hampir tersedak selada.

"Mph! ya, Mbak?" aku terbatuk sedikit. Mbak Citra tekikik sambil menepuk pundakku beberapa kali.

"Sorry, kamu kagetan banget sih." Ia terkekeh lagi dan wajahku malah menghangat, sial deh.

Memang aku lumayan khawatir sejak River duduk disampingku saat bersama Aldo dan pertemuan di toilet tadi. Belum lagi insiden tadi pagi, setenang-tenangnya wajahku, jantung tetap olah raga keras.

"Kamu ... ada cerita gak selain ke saya?" Tatapan Mbak Citra membuatku merinding dalam waktu singkat.

"Maksud ... Mbak?" Aduh kenapa selembar selada saja susah sekali ditelan saat ini? tenggorokanku mendadak kering.

"Kamu tahu maksudnya. Soalnya ... " Mbak Citra memelankan suaranya sambil memberi kode dengan lirikan mata pada seseorang yang tengah berada di sampingnya, dan yang kutahu seharusnya adalah Pak Hardi tapi sekarang berganti Aldo.

Aku cuma bisa diam melihat Aldo yang tengah berbincang dengan Yudi di samping kanannya dan memunggungi kita.

"Mbak, saya cuma percaya sama kamu. Jadi mana mungkin ..." Suaraku semakin tak terdengar.

"Dia nanya soalnya. Antara ..." Mbak Citra nunjuk aku dan melirik River.

Lagi-lagi aku cuma bisa bereaksi diam dengan dada yang semakin nyut-nyutan.

Duh, jangan-jangan Aldo ngeh sendiri gara-gara tadi atau gelagat River terlalu terang-terangan? soalnya memang Aldo sempat bilang River suka padaku. Dia tahu.

Ternyata memang dia sudah tahu!! argh!!!

"Dia tahu, Mbak. Kayaknya sih ..." ujarku lemas. Mbak Citra pun tersenyum kecil.

"Yah, gak kaget juga sih. Sebagai rivalnya, pasti dia sensitif, mau gak mau, Li. Time will tell." Mbak Citra menepuk punggungku lagi. "Pesanku cuma satu, sih. Siapkan dirimu."

Kenapa kata-kata siapkan itu seperti sambaran petir. Menyengat sampai ke ulu hati, ya Tuhan!

***

Berakhir sudah presentasi hari ini. Cukup terlambat karena diakhir acara genk sultan itu memperkenalkan diri mereka masing-masing, entah apa tujuannya tapi dari semuanya hanya Sylvia yang menjelaskan akan bergabung dengan tim desainer. Sesuai dengan yang dikatakan Mbak Citra sebelumnya. Sylvia memang belum menjelaskan secara detail karena setelah itu acara langsung ditutup, waktu sudah tidak memungkinkan di pukul tujuh malam, bahkan turun hujan cukup deras.

Beberapa staf langsung bergabung untuk pulang dalam satu kendaraan van abu yang sebelumnya datang bersamaan denganku tadi pagi. Aku pun pulang seorang diri dengan kendaraan tempurku.

Van abu itu pun segera bergerak jalan melewatiku dan berhenti tepat disampingku. Kaca jendela bagian kursi belakang terbuka dan aku ikut membuka kaca sedikit.

"Hati-hati, Lily!" Aldo dan Mbak Citra berteriak bersamaan.

"Ok! makasih yaaa!" Aku melambai sambil kembali menutup jendela karena hujan semakin besar masuk menerjang wajahku.

Haduh, pulang hujan-hujan begini, sebenarnya membuatku khawatir dengan kondisi ban
mobilku yang sudah agak gundul, pasti licin, mana rumah River ini di bukit, turun bukit sepertinya harus banyak ngerem. Duh!

Sepuluh menit sudah aku meninggalkan Mansion besar itu, keluar dari Mansion aku malah melupakan pesan River yang memintaku untuk kembali bertemu dengannya di taman. Hujan membuat lupa. Panik akan kendaraan ditambah situasi membuat pikiranku gak jernih lagi dan langsung turun mengambil jalur menuju jalan raya. Aku sebenarnya gak baik-baik saja. Rasa cemas dan gugup menguasaiku.

Bukan tanpa sebab aku begini, setahun lalu ketika akan berangkat ke pabrik menggunakan jalur tol, saat itu hujan cukup deras dan jalanan licin. Dalam kecepatan 80 km/jam, kendaraan yang berada tepat di depanku seketika rem mendadak karena sebuah truk besar nekat menyalip dan memotong jalur kami, spontan aku juga langsung menekan pedal rem sekuat tenaga ditambah rem tangan hingga berhasil berhenti walaupun mesin mobilku
langsung mati, namun sialnya mobil tua di belakangku tidak sempat dan langsung menabrak habis mobil tempurku seolah kehilangan kendali.

Aku cukup terluka. Leherku terkilir dan dadaku sakit terbentur stir. Butuh sebulan untuk recovery dari rasa sakit dan shock, sebab aku mengalami semua itu sendirian.

Kejadian itu pun akhirnya menjadi trauma bagiku.

Saat ini mengingat kejadian itu akhirnya aku tidak berani menjalankan mobil ini lebih dari 30-40 km/jam, hingga beberapa suara klakson di belakang menyadarkan bahwa sudah ada antrian panjang dan penyebabnya adalah mobilku yang terlalu lambat.

Duh sial. Padahal hujan cukup deras, kenapa sih mereka ingin buru-buru? padahal jalanan ini juga cukup kecil, terjal dan gelap, aneh sekali orang-orang ini.

Tapi aku tetap tidak berani untuk berkendara lebih cepat. Jantungku saja sudah bertalu-talu ditambah rasa gugup yang rasanya mirip seperti setiap River memeluk dan menekan bibirnya.

Argh! kenapa jadi ke sana? fokus Lily!!

Satu klakson panjang lagi membuatku panik dan akhirnya menekan pedal gas lebih dalam. Aku tidak tahu bahwa 20 meter di depan ada tikungan yang cukup tajam. Begitu melihat langsung spontan kuputar stir itu ke arah kiri sambil menekan rem, ban yang gundul membuat mobilku selip hingga masuk ke pinggiran dan keluar dari lintasan jalan, namun aku tak sadar sebuah tiang listrik sudah menjulang tinggi tepat 2 meter di depanku.

Hanya kurang dari dua detik dengan kecepatan 30 km/jam yang sebenarnya sudah sempat berkurang, mobilku langsung adu banteng dengan tiang itu, lalu berhenti dan mengeluarkan asap.

Semua terjadi begitu cepat. Aku hanya bisa terdiam dengan semua situasi ini. Shock dan trauma membuatku membeku. Sedangkan kondisi di luar sana sudah ramai disertai hujan yang tidak juga mereda. Lampu-lampu dari kendaraan yang mengular, hingga suara klakson. Kerumunan orang datang melihat dan menghampiri mobilku untuk menolong.

"Mbak? Mbak gak apa-apa?" seorang pria setengah baya hujan-hujanan mengetuk jendela dan membuka pintu mobilku yang ternyata tak sempat juga aku kunci.

"Ayo Mbak sini saya bantu keluar." Seorang lagi datang membantu dan membawaku menjauh dari mobil tempur yang sudah entah bagaimana bentuknya. Ia juga menyematkan sebuah mantel di tubuhku yang masih gemetaran dan basah karena hujan.

Hiks! kenapa jadi begini? mobilku hancur lagi. Dua kali sudah aku mengalami ini. Padahal baru saja aku merasa senang saat masterplan tadi, kenapa ironis sekali?

***

pukpuk Lily 🥲

SWEET BITESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang