Page 24

5K 342 12
                                    

Benar yang dikatakan River, begitu pukul dua siang setelah kudengar gerbang terbuka lalu suara mesin kendaraan, tak lama ketukan stiletto Bu Lusi bergema di hanggar pabrik.

Aih! mati aku! mana barang-barang dari dalam tote bag itu baru kulihat-lihat saja, dan aku juga masih gak tahu mau mempelajari apa dengan kondisi pikiran seperti ini, Ya Tuhan, mudah-mudahan tidak ada yang namanya report dadakan tadi, amin!

Perutku mulai berbunyi sumbang. Yah, akhirnya rasa lapar mengalahkan segalanya, dan sudah tidak ada lagi kesempatan untuk makan kecuali mencari cemilan. Aku membuka laci pertama, kedua, lalu ketiga dan lagi-lagi aku hanya bisa mengela panjang sambil tepuk jidat.

Ya ampun, sejak kapan aku lupa refil cemilan? padahal di apartemen kemarin saja aku gak lupa untuk beli.
Ck, apes deh!

"Liliona!" Panggil suara yang layaknya toa, menggelegar terdengar ke seluruh isi pabrik.

Teh Filda memberiku gestur untuk aku segera bergegas. Pak Ilyas melirik aku sepintas, begitu juga Aldo.

Gawat! Bu Lusi benar-benar memanggil aku!

Tanpa berpikir panjang aku langsung berjalan cepat keluar ruangan.

"Ya, Bu."

Lima belas menit berlalu Aldo pun berdiri untuk meregangkan badannya sejenak.

"Teh, Lily kayanya kelihatan tambah pucat ya? merhatiin gak?" Ia membuka obrolan sambil kedua tangannya bergerak ke kiri dan kanan.

"Kayaknya lagi banyak pikiran dia." Teh Filda mengedik. "Gak makan lagi tadi, biasanya kan istirahat tapi waktu pada keluar dia malah di ruangan terus."

Pak Ilyas seperti biasa tetap cool, ia pantang komentar orang kalau bukan menyangkut pekerjaan.

"Lah, berarti dia pucat tuh laper ya?" Aldo menebak dan berdecak seolah merasa bertanggung jawab.

"Ya mungkin, ya laper ya jangar ya ... entahlah." Teh Filda menghela dan kembali menatap pekerjaannya yang menumpuk dan harus selesai sore ini sebelum Bu Lusi pulang.

"Mana kalau dipanggil Bu Lusi itu satu dua jam gak cukup." Aldo meringis sambil menoleh menatap aku yang tengah duduk di hadapan meja Bu bos itu.

Memang benar, bahkan dua jam berlalu pun masih tidak cukup.

***

Teh Mira mengetuk dan langsung masuk, Teh Filda, Aldo dan Pak Ilyas kompak menoleh ke arah resepsionis itu, wajahnya terlihat panik.

"Ada apa, Mir?" Teh Filda menyambut wanita hitam manis yang buru-buru menghampirinya.

"Teh, punya minyak angin atau apalah, Lily pingsan!" Kata-kata Teh Mira membuat crew desainer mendadak terdiam dan serempak bangkit dari kursi.

"Lily pingsan? Ya tuhan!" Teh Filda langsung membuka laci dan mengambil beberapa barang di sana, ya minyak angin, ya balsem, ya vitamin semua ia raup.

"Pingsan di mana, Teh?" Aldo berhambur mendekat. "Tuh, kan dari awal saya udah ngerasa ada yang gak beres sama dia."

"Tadi beres ngobrol sama Bu Lusi
dia bangun dari kursi buat balik ke ruangan tapi malah ambruk. Sekarang sudah direbahkan di ruangan owner sementara, dan tahu gak?" Teh Mira memperkecil suaranya hingga agak berbisik.

SWEET BITESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang