Page 16

5.1K 315 1
                                    

Hampir lima belas menit setelah memeriksa isi tas hingga semua barang di dalamnya kutuang ke lantai, lalu saku celana, dompet, dan celah-celah apa pun, tak juga membuahkan hasil, dan hampir membuat aku menangis memikirkan ke mana hilangnya benda itu!

"Tak ada di mana pun? kamu serius tidak meninggalkan atau menjatuhkannya di suatu tempat?" River pun nampak cemas menatap aku yang kelihatan menahan nangis.

"Saya selalu ingat ketika memasukkan kunci itu ke dalam tas, tapi saya benar-benar bingung kenapa sekarang tidak ada?"

Argh! sial sekali! kenapa aku bisa bodoh begini menghilangkan benda yang sangat amat penting! kunci kamar kosanku yang cuma satu-satunya itu!

Sekarang mau bagaimana lagi untuk masuk? Ibu kosan juga tidak memiliki cadangan dan kalau kupaksa saat ini juga ya pintu ini harus didobrak, atau dibongkar, tapi mana mungkin? ini sudah larut dan pasti akan mengganggu penghuni kamar lain.

"Duh ... bagaimana saya bisa seceroboh ini ..." ujarku sambil menggaruk kepala yang pusing, lalu terduduk lemas di lantai depan kamar.

River pun mendekat dan ikut duduk. Ia nampak terdiam seolah berpikir sesuatu.

"Lily, coba kamu tenangkan diri dulu terus kita coba ingat bersama," ujarnya sangat tenang dan memang mendengar suara rendahnya yang begitu perlahan itu membuat gejolak kepanikanku agak sedikit mereda.

Aku menarik napas lalu menghembus kemudian menggangguk dan mulai menatap pria di sampingku ini.

"Dari rumah kamu langsung ke pabrik tanpa mampir dulu ke tempat lain?" River mulai memetakan. Aku mengangguk.

"Langsung ke pabrik dan ke ruangan," jawabku dan dibalas River yang menatapku serius. "Terus aku buka tas cuma untuk ambil ponsel dan jam istirahat langsung berangkat ke rumah Bapak."

"Kamu yakin gak ke mana dulu atau mengambil apa di tas kamu waktu di pabrik?" Aku mulai terdiam dan mendadak teringat sesuatu.

"Oh, saya sempat touch ... maksudnya mengambil sesuatu waktu di mobil sih."

Ya kali mau bilang dandan dulu sebelum sampai, ish!

"Gak ada yang jatuh?" Aku menggeleng pasti. "Eh! tapi ..." Mendadak aku teringat sesuatu. "Kayaknya ..." Langsung kutepuk jidatku keras saat itu juga dan dengan wajah yang mengerut.

"Di rumah saya, ya?" River seolah membaca pikiranku dan aku pun mengangguk lemas.

"Di kamar mandi, iya benar, saya sempat menumpahkan isi tas ketika tersangkut pegangan pintu." Kali ini aku mengusap wajah dengan kesal.

Benar juga, kenapa aku harus terburu-buru keluar waktu itu? ah iya, aku ingat Mbak Citra memanggilku.

Aku menghela lagi.

"Saya telepon dulu ke rumah kalau begitu, biar pegawai saya di sana mencarikan kuncimu."

River langsung menekan ponselnya
sedang aku hanya melipat bibir sambil meliriknya diam-diam.

Duh! rasanya perutku mendadak mulas. Lagi-lagi aku malah merepotkannya. Udah sweater, lalu diantar pulang dan sekarang kunci kosan. Ah, payah sekali kamu Lily! kalau undian sudah dapat award piring cantik, tidak, kalau Pak Dharma tahu kamu nyusahin anaknya, langsung wasalam deh.

River masih sibuk berbicara di ponselnya, mungkin ia tengah memberi arahan untuk pegawai yang sedang mencari. Aku benar-benar semakin merasa tidak enak.

"Ada? coba cari di kolong dan celah-celah, nanti saya telepon lagi."

River menutup panggilan dan kembali menatapku. "Sabar ya, kita tunggu beberapa menit lagi." Ia membuat senyuman yang masih sempat membuat jantungku bereaksi di saat begini, dan aku kembali mengangguk.

SWEET BITESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang