Part 60

924 77 3
                                    

River sudah menyematkan ponsel dan dompetnya ke dalam tas sebelum menarik jas hujan abu-abunya. Ia memilih mengendarai sepeda dari pada mobil untuk menyusul aku di taman.

Ia memang tidak sempat bertukar pesan denganku karena saat aku pulang River tengah berada bersama
Pak Dharma dan Ibu Lusi, jadi dia hanya berharap aku mengingat pesannya tadi.

Sylvia, Anders dan Ivy juga sudah pergi lebih dulu sebelum acara selesai, sepertinya beberapa party tidak bisa mereka skip. Apalagi di saat weekend. River menolak ajakan mereka dengan alasan kurang istirahat karena sebelumnya sibuk menyiapkan materi untuk masterplan. Padahal memang ia hanya ingin menghabiskan waktu denganku.

River mengendap keluar setelah melihat kedua orang tuanya masuk ke kamar mereka dan menutupnya untuk beristirahat. Ia pun segera menuruni tangga menuju lantai dasar dan langsung ke arah garasi untuk mengambil sepeda miliknya.

Ia keluar setelah Pak Dirga satpam rumahnya membukakan gerbang, sempat menitip pesan bahwa tidak akan pulang karena akan pergi ke rumah rekannya untuk bersepeda keesokan harinya. Hobby yang dijadikan alasan kuat untuk saat ini. Pak Dirga pun mengangguk tanda mengerti. River pun pergi mengayuh sepeda sambil memakai jas hujan.

Sedangkan di tempat kejadian, warga sekitar terlihat sigap menolong, mendekat dan melihat kondisi aku juga mobil tempurku, hiks. Beberapa orang juga segera membantu melancarkan kembali jalanan yang macet. Ada juga seorang ibu yang langsung berinisiatif membantu membawakan barang-barangku, menyematkan mantel dan memberi minum. Dengan badan yang masih bergetar lemas juga perasaan yang tak menentu, aku masih tak bisa berkata apa-apa, apalagi terpikir untuk menghubungi seseorang dengan ponsel yang masih berada di dalam tas.

Tak pernah aku kecelakaan separah ini, apalagi sepulang kerja dan saat hujan deras.

River yang mengira aku sudah kembali berada di taman tadi langsung bergegas mendekat dan turun dari sepedanya, namun panjangnya antrian kendaraan di depan taman menuju keluar kompleks Mansion itu membuatnya bingung. Ia juga tidak menemukan mobil aku di sana.

Tanpa pikir panjang River langsung menaiki sepedanya lagi menuju jalan keluar. Sambil menuruni jalan melewati panjangnya antrian kendaraan, lima menit berlalu akhirnya tiba diujung tikungan jalan. Seketika jantungnya berdegup kencang.

Mobil merah yang dikenalnya sudah menempel di tiang dengan asap yang mengepul dan ramai kerumunan orang.

Tidak ambil pusing, River langsung menepi, meninggalkan sepeda dan berlari sekuat tenaga menuju kendaraan merah itu. Dalam hujan keringatnya tetap mengucur deras, dadanya seolah diremas. Pikirannya langsung kacau.

Lily!! Lily!!! teriaknya dalam hati.

Sampai depan mobil ia tidak melihat siapa pun di kendaraan itu. Tutup kepala jas hujannya yang terlepas membuat rambutnya basah kuyup, bahkan ia berteriak memanggil namaku beberapa kali. Kepalanya bergerak mencari kesana kemari sampai akhirnya menemukan sebuah warung kecil dengan penerangan redup di samping kiri.

Seseorang terlihat menunduk dengan sebuah mantel hitam menutup kepala hingga tubuhnya dan wanita setengah baya terlihat di sampingnya menemani. River langsung menghampiri tanpa pikir panjang lagi. Ia begitu yakin memanggilku begitu sudah dekat. Aku pun terkejut melihat River yang sudah basah kuyup di hadapanku. Wajahnya sangat cemas bahkan terlihat hampir menangis.

"River ... " Dengan bibir bergetar menahan rasa tangis aku pun segera bangkit dan disambut dengan dekapan River yang begitu kencang.

"Kupikir kamu ... kupikir ..." Lily mendengar sedikit isak yang tertahan.

"Saya gak apa River, gak luka. Hanya mobil saja. Saya udah teledor. Ck! gak tahu deh." Pelukan River mengetat.

"Gak, ini jelas salah saya. Seharusnya dari awal saya gak biarin kamu pulang sendiri, apalagi hujan begini." Ia menghela keras. "Mulai sekarang semua saya yang urus. Tenang, kamu akan baik-baik saja," ujarnya sambil mengecup kening. Bibirnya terasa dingin.

Kasian River. Entah kenapa aku malah merasa bersalah membuatnya begini.

Sambil membawaku pergi, River berterima kasih kepada seorang ibu tadi. Lalu mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang. Selang lima belas menit, sebuah kendaraan datang menjemput mereka. Seseorang dari kendaraan turun untuk mengambil sepeda River, dan dua orang lagi sigap mengurus kendaraanku, sedangkan kami bergegas naik kendaraan yang terlihat seperti motor tapi tertutup itu yang entah apa namanya, membuatku salfok sejenak memikirkan River ternyata memiliki kendaraan seunik itu. Kami pun akhirnya beranjak pergi.

Hanya kurang dari lima belas menit kami sudah sampai ke sebuah botel terdekat, sebab perjalanan menuju apartemennya atau kosanku jaraknya cukup jauh. River terlihat tidak mau ambil pusing mengulur waktu lebih lama. Lagipula sepertinya semua juga sudah diurusi oleh seseorang karena ia sibuk dengan ponselnya beberapa kali. Sesekali tangannya menggenggam tanganku, menautkan jemarinya kuat. Tangan kami rasanya sama-sama dingin, dan hal itu cukup terasa lucu.

Hal lucu lainnya, River juga gak sadar rambutnya masih basah, beberapa bulir air hujan menetes dari ujung-ujung rambutnya. Wajahnya juga basah tapi ia malah sibuk mencemaskanku. Berkali-kali menatap dan bertanya keadaanku.

Aku sejujurnya masih bingung dan sedih tapi ironisnya keberadaan dan perhatian River terasa menghangatkan. Gak muna, semua perlakuannya ini membuatku tenang dan aman. River sudah berhasil membuatku merasa terjaga dan terlindungi.

Pacarku sebaik ini ... bolehkah aku bersyukur? seandainya tidak ada dia ... bagaimana jadinya aku? siapa yang akan peduli padaku? orang tuaku jauh, dan aku tinggal seorang diri di kota ini. Bahkan aku baru sadar bahwa aku sampai lupa berteman, hanya pabrik dan pabrik saja hidupku ini. Mungkinkah bertemu River memang sudah takdirku? bahkan hubungan kami pun sudah sejauh ini?

"Ayo kita turun. Kamu harus segera istirahat. Gak usah khawatir masalah lainnya." Belum sempat menjawab River sudah menggandeng tanganku dan membawaku masuk ke hotel itu.

Saat itu, gak tahu kenapa walaupun pikiranku masih tak menentu, kali ini aku sama sekali gak ragu mengikutinya, bahkan gak lagi melihat kiri atau kanan mencemaskan siapa pun yang bisa saja melihat ini semua.

***

SWEET BITESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang