Page 4

12.6K 601 5
                                    

"Pak River ... tolong jangan menggoda saya, saya ini sudah 30 tahun, sudah tua, sudah seharusnya juga menikah, tapi nyatanya saya gak laku, jadi saya pasti sensitif dengan hal seperti ini, atau semua perlakuan Bapak tadi." River mengangkat kedua alisnya menatapku, "saya ini hanya pegawai, harusnya anda jangan terlalu dekat begini, tidak pantas, Pak, jika ada yang melihat dan mengetahui, nama Bapak akan buruk." River mulai melipat tangan dan bibirnya melengkung tipis.

"Ada lagi?" Matanya kembali menatapku tajam. Ini benar-benar melelahkan, karena apa yang bisa kulakukan selain gugup. Aku bisa saja membalas tatapannya. Tapi dengan perasaan aneh seperti ini, aku pasti berakhir dengan wajah yang panas.

"Tidak ada lagi, maaf, Pak, saya hanya mencoba mengingatkan. Karena ... saya juga, gak mau jadi merasa ..."

Kege-eran.
Oh, yang benar saja aku harus mengatakannya?!

"Sebenarnya, saya juga melakukan semua itu dengan spontan." Ia menghela, "dan jujur saja, saat ini saya tidak melihat kamu sebagai pegawai atau semacamnya, tapi sebagai teman."

"Oh ..."

Kami pun bergeming beberapa saat, ucapannya membuatku terkejut.

River kembali bergeser ke arahku. "Jadi, jangan merasa sungkan dan jauh-jauh dari saya. Dingin sekali rasanya." Ia bergidik memeluk tubuhnya seolah tak mau mengambil pusing lagi dan aku akhirnya menghela pasrah.

Pak River, seriusan? anda benar-benar aneh!

"Lagi pula kenapa jika sudah berusia 30? hanya sebuah angka. Kenapa kamu desprate sekali?" Lalu ia tertawa renyah.

"Yah, karena semua teman-teman  seangkatan saya, terutama wanita rata-rata telah memilik pasangan, menikah bahkan beberapa sudah memiliki anak."

"Kalau begitu saya mau daftar."
River melirik sepintas, "siapa bilang kamu tidak laku? kamu modis dan cantik."

Hah?

"Pak, jangan mulai lagi, deh." Ah, lagi-lagi permainan katanya seolah men-drible jantung.

"Saya serius. Masukkan saya di daftarmu. Toh saya juga single, tentu saja punya peluang, kan?"

Ck, benar-benar, oppa satu ini!

"Pak, anda berada di urutan pertama."

"Wah, berarti peluangnya besar, dong?"

"Bisa jadi, tapi tergantung."

"Tergantung apa?" River memutar badannya menghadapku,
dan lagi-lagi dengan tatapan lekatnya.

"Tergantung ... bagaimana, usaha Bapak untuk mendapatkan hati saya." Lalu dengan tak tahu malunya aku terkekeh.

Sial! bicara apa aku ini, benar-benar tidak sopan, melewati batas. Oh, Liliona mati kau jika Pak Dharma dan Bu Lusi mengetahui anaknya tengah digoda salah seorang pegawainya!

"Begitu ya? hmmm ..." River seolah berpikir keras, ia kembali memutar tubuhnya, alisnya menaut dan menatap kejauhan. Namun, gerakannya berangsur berubah, tangannya perlahan turun merengkuh perut, punggungnya melengkung dan membungkuk. "Uh!" matanya mendadak terpejam seolah merasa sakit.

SWEET BITESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang