Page 32

4.1K 299 6
                                    

Kepergian River memang membuat pabrik kembali menjadi gurun, dan sekarang ditambah setumpuk perkerjaan yang masih menunggu untuk diproses, seolah menatap segunung tumpukan bata yang menunggu untuk disusun menjadi sebuah piramid, setengahnya juga belum kelihatan. Yah, beginilah kondisi pekerjaan kami setelah ia pergi. Tim desain kini sangat sibuk menyusun rencana dan mengaplikasi ide secepat mungkin bahkan jika sanggup kedatangan River dua minggu lagi adalah tenggat waktu kita.

Arghhh! otak rasanya mau meledak, tapi anehnya di sisi lain aku bersemangat sekali, seolah sesuatu dalam diriku bangkit dan terpacu untuk melakukan sesuatu yang hebat mungkin? entahlah, pada dasarnya aku suka tantangan, apa lagi ditantang, ini juga yang membuat aku berakhir bekerja di pabrik ini dan uhuk! nekat menjadi pacarnya, tapi mungkin lebih cocok dibilang uji nyali, tapi keduanya tidak ada yang kusesalkan, justru aku merasa bersyukur sekarang. Jika tidak begitu kemampuan desainku tak akan pernah berkembang, wawasanku tidak bertambah dan aku juga tidak akan pernah punya pacar.

Ok, balik lagi ke pekerjaan, setiap minggu minimal dua kali aku mengambil lembur dan sudah berjalan dua minggu, tapi ... itu bukan karena kemauanku! pekerjaanku dipastikan sudah selesai jauh sebelum bel pulang, namun kali ini adalah kerja tim jadi mau gak mau semua harus ikut serta dan kompak. Yah, kami lembur demi mengejar hasil prototipe satu banding satu yang sesuai untuk diproduksi, bahkan para penjahit pun ikut serta. Kurang tidur dan kurang makan pada akhirnya membuatku sedikit mengurus walau di bagian lainnya tetap segitu-segitu saja, you know, wanita selalu banyak keluhan, haha.

Dan sebenarnya inti semua penjelasan ini bahwa kesibukan akhirnya sedikit membantu aku mengurangi rasa rindu dengan kepergiannya. Walau awalnya aku terus memimpikan adegan terakhir di malam itu, yang benar-benar membuat malu, dan argh! gak perlu lagi bertanya bagaimana perasaanku. Aku jadi halu dan sering mikir yang iya-iya tiap nonton drakor, sampai rutinitas perkerjaan ini akhirnya menolongku, seolah menjadi filter pikiran-pikiranku itu.

***

Hari ini kemungkinan kami kembali lembur, semua proses sampling perlu pengawasan ekstra desainer, baik teknik jahit, penempatan tiap bagian dan potongan polanya, semua harus teliti dan rapih.

Mbak Citra tak pernah bosan mewanti-wanti kami setiap hari sebab Pak Dharma yang matanya layak elang dan komentarnya yang sejatam cutter, harus bisa kita atasi, minimal dia kagum dan seterusnya yang keluar dari mulutnya pasti berbeda.

"Li, kita lembur lagi hari ini, nanti pulang kerja makan dulu yuk di resto U, kutraktir." Mbak Citra memberi senyuman di akhir pembicaraaan setelah tak sengaja berpapasan di kamar mandi.

"Sip, Mbak!" aku menjawab dengan semangat lalu buru-buru kembali ke ruangan.

Mungkin kali ini hanya kami berdua? tumben Mbak Citra sampai ngomongnya di kamar mandi? Ish, jangan-jangan yang lain sudah pada kelar?

"Sore pada lembur gak?" tanyaku begitu sampai ruangan.

"Aku enggak. Mau me time dulu hari ini, pundak rasanya kaya digantung barbel." Teh Filda menjawab sambil satu tangannya menepuk-nepuk pundak kanan.

"Aku juga mau nongki-nongki dulu nih." Aldo cengar-cengir seperti biasa.

Dan Pak Ilyas yang menangkap tatapanku hanya pasang muka abstrak, lalu menghela panjang.

"Lihat nanti, kalau dikasih ijin ya lanjut," ujarnya lalu kembali menatap laptop.

Tuh kan, aku sudah tahu permasalah dia selalu pada istrinya itu, hihi.

Ngomong-ngomong aku bukannya tidak mau lembur, tapi sebenarnya River berencana video call hari ini, dia bilang mungkin sekitar pukul delapan atau sembilan malam, dan itu berarti di Indonesia sekitar pukul enam atau tujuh malam, dan kalau memang lembur tidak terlalu lama, seharusnya jam tujuh aku sudah bisa sampai kosan.

***

Akhirnya setelah bel pulang sebagian kru desain benar-benar pergi menyisakan aku dan Mbak Citra, kadang aku juga ingin bisa memutuskan sendiri keinginan untuk tidak lembur seperti yang lain, tapi saat ini mana bisa, aku asisten kepala, yang langsung berada di bawah Mbak Citra jadi ya aku berusaha saja untuk bekerja dengan lebih cepat.

Setelah makan traktiran gratis kami kembali ke pabrik untuk melanjutkan lembur. Melihat sisa jahitan hatiku mencelos, masih ada enam tas lagi, satu tas saja bisa memakan waktu hingga satu jam dikali empat penjahit, berarti hanya empat, dan dua lagi yang nantinya dikerjakan berempat mungkin kelar dalam waktu satu jam, dan itu pun selesai pukul delapan. Mengingat sekarang sudah pukul enam apalagi lama waktu pulang dari pabrik memakan waktu empat puluh lima menit itu juga kalau aku langsung ngebut parah di jalan lalu sampai lima belas menit sebelum jam sembilan malam. Namun jika River telepon jam delapan, artinya aku masih di pabrik, masa mau video call di sini?

Argh! kepalaku tiba-tiba rasanya mau meledak.

Mbak Citra terlihat mondar mandir sana sini, bawa meteran, bantu perjahit menggambar pola dan ikut mengecek hasil potongan, aku pun melakukan hal yang sama, apalagi penjahitku masih muda dan bukan senior seperti miliknya, kerjanya lebih lambat dan agak loading menerima informasi. Aku selalu menahan sabar setiap memberitahu mereka yang kadang sok tahu, haha, dilema perdesainan, tapi ya inilah yang kami lakukan setiap lembur, belum lagi ditambah bau lem, thinner, aroma kulit yang menyengat, debu dan lain-lain ibarat gado-gado. Super duper menguji kesabaran dan ketahanan. Mentalku diasah sekali di sini.

Satu jam berlalu, lalu dua jam, dan sekarang sudah tepat pukul delapan.

Tak bisa kupingkiri, sejak sepuluh menit yang lalu aku mulai gelisah. Aku jadi gak sabar untuk melakukan gerakan-gerakan kaki, bolak-balik melihat jam dan banyak menghela. Tidak mungkin aku kompromi masalah waktu, River bisa meluangkan waktu saja aku sudah bersukur, dia bilang di sana banyak bertemu orang, mendatangi tempat-tempat tertentu, dan lain-lain yang kelihatannya sangat sibuk, belum lagi sering dikelilingi teman-temannya siang dan malam, gak mungkin juga tiba-tiba video call begitu saja denganku bukan? aku cukup mengerti. Jadi sejujurnya aku sangat menunggu momment ini, karena jujur saja ... aku kangen melihat wajahnya, senyumnya ...

"Mbak Cit, aku permisi ke toilet dulu," ujarku meminta ijin Mbak Citra lalu aku sempat melihat wajahnya yang sedikit bingung dan langsung pergi sebelum ia menjawab.

"Sendirian gak apa-apa, Li?" tanyanya dalam teriakan yang masih dapat kudengar di belakang.

"Santai, Mbak," jawabku dengan suara sedikit keras.

Sebenarnya aku tahu kenapa ia bertanya begitu. Aku pernah mengalami ini sebelumnya. Bahwa seluruh hanggar gelap gulita kecuali ruangan-ruangan tertentu, dan sepanjang perjalananku menyebrangi hanggar menuju toilet memang sangat amat gelap! aku hanya bisa lihat lampu di depan sana yang tinggal berjarak sepuluh meter lagi. Aku juga menyalakan lampu dari ponsel agar bisa melihat jelas. Anehnya aku gak merasa takut sama sekali seperti sebelumnya. Mungkin karena aku punya misi. Yah, semenit yang lalu River mengirim pesan bahwa sebentar lagi ia akan menelepon, dan gak ada lagi yang bisa kupikirkan selain lari ke toilet.

Aku hanya berharap Mbak Citra tidak curiga lalu menyusul aku karena khawatir, ya Tuhan, aku cuma ingin lihat wajah pacarku saja sebentar!

***

SWEET BITESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang