Page 13

5.6K 356 4
                                    

Setelah supir menepikan kendaraan, kami semua turun dengan suasana hening. Mendadak melihat pemandangan rumah tiga tingkat yang menjulang itu rasanya mendebarkan, menegangkan, seolah mau masuk ke dalam suatu tempat yang misterius.

Kulihat Mbak Citra tengah membenahi pakaiannya, dan Yudi juga sedikit merapihkan rambutnya lagi. Mereka juga menepuk-nepuk pakaian dan sepatu mereka, seolah tak boleh ada setitik pun debu yang menempel atau mereka tidak akan diijinkan masuk.

Rasanya aneh sekali.

Aku sih melihat tidak ada yang perlu dilakukan pada diriku sendiri selain menambah lip gloss di bibirku yang agak kering sejak tadi. Sisanya semuanya masih ok, blouse putihku masih rapih begitu juga rambut yang kuikat ponytail ini, aku gak perlu lebai bersih-bersih juga kali.

Seorang satpam sudah di depan gerbang rumah dan perlahan membukanya dan mempersilahkan kami masuk.

"Bu Citra, dan Pak Yudi silahkan masuk," ujarnya lalu kemudian mendapati aku berjalan paling belakang. "Dengan ibu ..."

"Liliona." Aku menjawab canggung.

Hih! padahal sama satpam juga, kok kesannya formal banget.

"Baik, silahkan masuk Ibu Liliona," lanjutnya ramah. Sebenarnya agak gimana gitu namaku disebutkan dengan lengkap, tapi ya sudahlah, aku ikut melangkah masuk mengekor dua orang temanku itu.

Belum ada beberapa langkah menuju pintu masuk, karena kebetulan dari gerbang ke pintu masuk rumah jaraknya dekat, tidak seperti kebanyakan rumah dengan halaman depan super luas, rumah ini memiliki halaman depan selebar dua kendaraan saja, dan tak lama kami mendapati seseorang sudah berdiri di sana menyambut kami.

"Selamat siang, Pak!" Mbak Citra mendahului kami semua, kemudian Yudi dan agak berbarengan denganku hingga sapaan kami berdua terdengar tumpang tindih.

"Siang semua." Ia tersenyum hangat dan menawan seperti biasa. Aku melipat bibir ketika matanya mengabsen satu persatu hingga berhenti padaku di paling akhir. Bibirnya melengkung tipis ketika mendapati aku dan ia pun memperhatikan, benar-benar membuat salah tingkah.

Jangan-jangan ia tengah memperhatikan penampilanku?!

Wajahku seketika menghangat begitu melewatinya mau tak mau, dan River mengekor menutup pernyambutan singkat pagi itu lalu kami semua masuk ke dalam.

Selanjutnya kami dipersilahkan duduk di sebuah sisi dengan meja persegi yang cukup besar dan kursi yang ditata pada empat sisinya mengeliling. Mbak Citra di sisi kiriku, Yudi di kanan dan River ... tepat di hadapanku, dan saat pertama kali ia menarik kursi dan duduk, mata kami kembali beradu.

Sial! kali ini jantungku seperti mau copot!

Aku gak tahu Mbak Citra dan Yudi sadar atau tidak, tapi saat itu segera kualihkan mata dengan menunduk dan pura-pura merapihkan pakaian.

"Terima kasih sebelumnya karena kalian semua sudah bersedia meluangkan waktu." River akhirnya membuka pertemuan itu. "Sebelumnya saya mohon maaf karena undangan ini sedikit mendadak, tapi saya pastikan Bapak dan Ibu sekalian tidak akan menyesal." Lalu ia tersenyum tipis membuat kami semua terdiam menatap wajah tampannya itu.

Tidak menyesal?

Aku baru sadar, tenyata gak cuma Aldo, kupikir dia memang agak aneh, tapi Yudi pun nampak terkesima menatap oppa satu ini.

Ck! benar-benar ya, entah pakai apa wajahnya bisa semenawan itu. Kami saja sebagai kaum hawa iri melihat kulitnya. Ah, tidak ia tak cuma sempurna di hal itu, tapi semua yang ada padanya.

SWEET BITESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang