Page 17

5.2K 336 5
                                    

Selesai membeli semua kebutuhanku tiba-tiba River seolah tahu aku tengah berada di kasir, satu menit sebelum hendak membayar, tiba-tiba ia sudah berdiri di sampingku, merogoh dompet dan mengeluarkan sebuah kartu.

"Pakai ini, Mas," ujarnya langsung menyodorkan kartu itu seolah aku ini siapa-nya. Siapa coba? ya pegawainya, lah, emang apa lagi? hih!

"Totalnya dua ratus tujuh puluh ribu," ujar sang kasir. Aku menggigit bibir mengetahui seseorang tengah membayar tagihanku untuk pertama kalinya.

Ya maaf, kapan juga aku punya waktu untuk berpacaran, dan siapa juga yang mau traktir aku? toh kali ini walaupun perdana nyatanya bukan sama pacar sendiri.

"Kamu belanja apa? kok cuma segitu?" River langsung bertanya tak sabar ketika kami selesai transaksi.

"Cuma segitu? itu juga sudah banyak, Pak." Aku hanya bisa tertawa bingung menjawabnya.

"Kamu beli baju sama celana dan lainnya, kan?" Aku kembali tertawa.

"Pak, saya sebenarnya masih belum yakin mau belanja yang lainnya, mau tidur di mana juga saya belum tahu?"

"Kamu tidur di apartemen saya," jawabnya santai, tapi itu sama sekali gak santai banget buatku!

Hah? di apartemennya? apartemen?! Tapi nanti ...
Kyaaaa!! kamu mikir apa sih, Lily!!

"Maksud ... Bapak?" aku masih belum bisa menerima kata-katanya tadi, apa dia salah ngomong kali ya? keseleo lidah gitu?

"Iya, kamu tidur di apartemen saya, di sana kosong, dan hanya sesekali saya tempati jika merasa jenuh dan ingin ketenangan." Aku hanya melongo menyimak penjelasannya. "Saya sewakan gratis buat kamu malam ini." Lalu ia tertawa renyah.

Huff ... ternyata begitu, bilang dong dari awal, bikin jantungan aja!

"Tapi Pak, mana boleh saya menginap di sana? duh, gak sopan banget saya, dan ... bukannya bahaya kalau sampai ada yang tahu? Pak, saya tahu niat Bapak baik, tapi ... tapi kalau di sana ..." River menatapku dan mulai melipat tangannya.

"Tapi apa? kamu lebih memilih tidur di hotel? atau ... jangan-jangan kamu mau ikut ke rumah dan tidur di kamar saya saja?" Ia tertawa lagi dengan lebih lebar.

Hayah! dikiranya bercandaan apa? Masalah kayak begini itu bukan main-main kali Pak! ku-smack down juga di kasur!

Aku hanya menghela panjang dan tak bisa berkata-kata lagi. Bercanda sih bercanda tapi efeknya dahsyat banget! Sekarang aku sampai gak bisa ngomong karena jantungku udah kaya mesin jahit.

"Terserah Bapak saja kalau begitu." Akhirnya aku berujar pasrah.

Ngehubungin teman-teman malam-malam begini rasanya gak enak, tidur di depan kamar? ngarang ah! tapi digondol ke hotel? yah, kalau mau jujur siapa yang bisa nolak? Ish, apa-apaan kamu Lily! ingat CCTV pabrik itu di mana-mana, bisa jalan lagi!

***

"Nah, kamu tinggal istirahat saja atau mau mandi dulu juga boleh, peralatan di kamar mandi sudah lengkap, sisanya bisa kamu beli di supermarket ada di lantai dasar." River masih membawaku berkeliling setelah membuka kamarnya dan kamar mandi, lalu menunjuk ke arah dapur mini. "Oh, kalau kamu lapar, paling cuma ada mie instan di rak." Ia tertawa kecil, "Di rumah sudah jelas saya gak bisa makan ini, jadi saya masaknya di sini." Aku mengangguk sambil mengingat cerita bagaimana setiap hari makanannya disediakan oleh seorang chef.

"Ini sudah lebih dari cukup, Pak, sebelumnya terima kasih banyak. Saya gak tahu harus bilang apa lagi, perhatian dan bantuan Bapak hari ini sangat berarti sekali. Saya gak tahu harus membalas dengan apa ..." Aku hanya menunduk-nunduk menghadapnya. Perasaanku benar-benar campur aduk.

River kembali tersenyum dan efeknya membuat berdebaran jantung yang semakin parah.

"Kan saya sudah bilang, kamu itu
spesial. Saya gak bisa lupa bagaimana kamu menenangkan saya di pabrik malam itu, dan juga ketika ..."

Oh tidak!

River perlahan malah mendekat, dan aku bersumpah merasakan seluruh tubuh yang mendadak kaku.

Dia pasti mau membicarakan hal itu lagi! Argh! kali ini bagaimana lagi caraku mengelaknya?!

Sekarang ia sudah tepat berada di hadapanku walaupun tidak terlalu dekat, tapi matanya tetap mengunci aku, dan mau tak mau aku tak bisa
menghindari tatapannya.

"Ketika saya menciu ..."

"Te-terima kasih sudah mengartikan saya spesial, saya juga merasa Bapak sangat baik dan pengertian pada saya, saya ..."

"Kamu selalu mengelak, Lily." River memotong kalimatku dengan senyuman mematikannya itu. Aku langsung melipat bibir dan merasakan wajah yang perlahan menghangat.

Sial! Dia sadar! Arhh! Jangan bilang sekarang aku malah gugup setengah mati sama berondong ini? mau di kemanakan mukaku, hei, ingat umur, hei!

"Pak River, saya sangat menghormati Bapak sebagai seorang owner, saya janji, mulai dari hari ini saya akan bekerja dengan baik, jarang terlambat, jarang mepet-mepet, gak milih-milih makanan, mau melakukan apa saja dan menaati semua peraturan Pak Dharma," ujarku berusaha keras mengganti topik walaupun malah jadi terdengar aneh.

River mendadak terbahak, ia bahkan mulai terpingkal-pingkal sambil memegang perutnya, namun beberapa detik ia tersadar dan buru-buru kembali berdiri tegak dan berdehem.

Jangan tanya kabarku, walaupun sempat terkejut, dengan tidak tahu diri aku malahan asik menatapnya.

Sumpah! ini pertama kalinya melihat dia tertawa sekeras dan seceria itu! Ya Tuhan ... he's really cute! matanya yang menyipit, lalu sebuah ginsul di sebelah kiri dan ... suaranya, oh! aku suka sekali suara tawanya yang benar-benar renyah!

"Sorry-sorry ..." Ia menutup mulut lalu menarik napas dan membuangnya, nampak sekuat tenaga menahan tawa.

Setelah beberapa detik dan agak mereda ia pun segera merebahkan kedua tangannya di masing-masing pundakku, lalu agak menunduk untuk menyejajarkan wajahnya kemudian menatap wajahku lekat.

Eh, dia mau ngapain?

Bisa kurasakan deru napasnya di wajahku, belum lagi detail kulit wajahnya yang begitu kencang dan bersih, oh, menyebalkan sekali!

"Liliona Almaira," ujarnya menyebut nama lengkapku yang entah dia tahu dari mana, "I know you are smart and good at your job, you are also funny like a clown and cute like cupid, but sometimes it's not enough, sometimes I want more of you."

Terpaku bagaikan seonggok kayu, semuanya terjadi begitu cepat dan tak terprediksi ketika ia kembali menarik daguku dan langsung mendaratkan bibirnya begitu saja, tak hanya itu perlahan bibirnya bergerak melumat bibirku, untuk kedua kalinya.

***

SWEET BITESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang