Terbelenggu dalam ikatan menjijikan bernama pernikahan bukanlah sebuah hal yang Natusha cita-citakan. Harapannya untuk terbang jauh meninggalkan Indonesia guna menempuh pendidikan di negeri Paman Sam pupus begitu saja tatkala seorang pemuda brengsek...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Happy reading — -ˋˏ ༻❁༺ ˎˊ-
Mata gue berpendar buat ngeliat sekitar. Di pojok ruangan, Natusha lagi bercanda ria sama Juna sambil main Uno yang kebetulan tersedia di markas. Jagad lagi sibuk pacaran sama soal soal latihan ujian. Sementara gue, makan ciki sama Joel sambil ngeliatin mereka dari atas sofa.
"Tegang amat itu muka" canda Joel, yang jatuhnya nggak lucu karena gue lagi nggak niat bercanda. Tetep diem ngebiarin dia ngambil alih toples keripik kentang di tangan.
Iya setelah penjelasan panjang, akhirnya Joel tau. Reaksi dia nggak perlu diceritakan sih, udah pasti shock banget sampe mangap mangap natap gue nggak percaya. Tapi habisnya timbul pertanyaan, gimana rasanya? Asu, emang asu.
"Nikah ngapain aja si, Len?" Lagi.
Gue mendengus, natap nggak minat ke arah Joel yang lagi memasang raut penuh harap akan jawaban gue. "Menurut lo ngapain?"
Doi masang senyum simpul yang jelas udah ketebak banget maksud dari senyumnya. Pemikiran yang nggak jauh-jauh dari selangkangan atau cipokan. Padahal mah perlu ada drama tidur di sofa, jaga jarak, ga boleh pegang pegang, ketauan anak sekolah, minta resort, bangun malem nyari timlo, ketemu mantan, ngurus bumil, ngelus bayi gue tiap malem, ribet.
"Tiap malem dong?" Ni anak emang udah nggak jernih lagi otaknya. Kalau diibaratkan jadi air pasti butek, dekil, keruh, kotor, mustahil bersih.
Gue nonyor pala Joel pelan, yang mendapat aduhan dari dia. "Anak gue bisa keguncang, goblok." hardik gue.
Bule satu itu diem bentar setelah mengingat kalau ternyata Natusha udah berbadan dua. Tadinya dia lupa, cuma nafsu aja yang ada di otaknya. "Otw jadi ayah, ya?"
Iya, otw jadi ayah.
Ya Tuhan, jantung gue masih suka deg-degan nggak karuan tiap denger kalimat itu.
"Kesan pesannya sini." pinta Joel sambil meluk toples keripik di depannya, sibuk makan disana.
Kesan pesan ya?
Gue sendiri nggak pernah nyangka sebuah kecelakaan tanpa disengaja bisa ngerubah hidup gue sebegininya. Sesuatu yang gue kira hukuman atas segala kesalahan gue dulunya, justru jadi anugrah yang tak ternilai harganya. Seolah kehadirannya mampu memberi warna di hidup gue yang monoton dan suram ini.
Tiap tendangan nya ninggalin rasa hangat yang bergejolak dalam dada. Persis kayak ketika lo interaksi sama sosok yang di cinta. Bedanya, dia belum kelihatan aja.
Tiap rengekan dari ibunya yang juga representasi dia, seolah memberikan suatu titah ke gue untuk ngabulin itu biar dia bahagia. Manja. Bahkan dari sekarang aja gue tahu ini anak bakal manja abis ke gue nantinya. Tapi tahu nggak lucu nya dimana? Lucunya, karena gue nungguin dia manja manja ke gue hingga gue tiba di titik usia nggak bisa manjain dia lagi.
