Lupakan aku mengatakan kalau Mia terlalu kaya untuk menyewa apartemen 1 kamar. Kei, dia lebih parah, dia tinggal sendirian, tapi ia memiliki penthouse 2 lantai yang berisi 4 kamar dan 3,5 kamar mandi, disertai akses rooftop untuk dirinya sendiri. Bayangkan itu, aku tinggal dengan orang yang tidak bisa menggunakan uang dengan baik, dia boros dan tidak tahu cara membina uang dengan baik. Aku tidak menduga orang amerika seperti ini, kukira mereka cerdas dengan keuangan.
"Selamat datang dirumah baru mu!" ucap Kei ringan, "jadi, apa pendapat mu?"
"Pendapat ku, tempat ini hanya buang-buang uang," kritik ku
"Aku suka tempat luas," balasnya santai
"Berapa harga yang harus kau bayar untuk tempat seperti ini?" Tanyaku jahil
"Kau tidak harus tahu," ucapnya menggeleng, "semua kamar yang memiliki kamar mandi ada di atas, kau silahkan pilih kamar, yang ada di pojok kiri tangga adalah kamar ku, yang lain kosong."
Aku memilih kamar yang terjauh dari kamar Kei. Cukup besar, aku mendapat kamar mandi ku sendiri, sama seperti di tempat Mia, hanya saja kasurnya lebih luas, dan lemarinya terlalu besar untuk koleksi baju ku tapi cukup luas untuk koleksi sepatu ku—dulu aku dan Mia berbagi lemari sepatu, dan motonya adalah 'sepatu ku, sepatu mu' sejak ukuran ku dan Mia sama—hmm, rumah baru ku. Masih terkesan aneh di telinga ku.
Setelah merapikan pakaian di kemari, aku tersadar kalau aku harus merubah pakaian yang ku pakai untuk tidur. Aku tidak bisa lagi tidur dengan kaus dan celana pendek, setidaknya aku harus memakai pakaian yang agak sedikit tertutup, oh, dan juga pakaian dalam yang banyak, terutama atasan. Ugh, aku sungguh tidak menyangka hal ini akan terjadi dalam waktu dekat.
Setelah selesai dengan tugas beres-beres, aku keluar kamar dan turun ke lantai bawah. Kei terlihat begitu mencolok dengan kaus hitamnya melawan dinding putih, ia terlihat sedang membaca sesuatu dengan seriusnya. Entah kenapa, kesunyian darinya mengganggu ku.
"Kau bisa masak?" tanya ku memecah hening
"Disaat aku ingin," balasnya mengangkat kepalanya, "kenapa?" aku tidak percaya pria sepertinya memiliki kemampuan untuk memasak, aku yakin ia tumbuh dengan pelayan dan koki
"Hanya penasaran," aku mengangkat bahu, "apa peralatan dapurnya pernah dipakai?" tanya ku yang sebenarnya menyindir
"Tentu saja, tangan ku tidak tahan api ataupun menciptakannya, aku membutuhkan peralatan tersebut untuk bisa makan," balasnya menegakan badan
"Kau tidak pesan antar?" Tanyaku tidak percaya
"Tidak, makanan itu tidak sehat," balasnya menutup apapun yang sedang ia baca, "dan aku juga tidak mengkonsumsi junk food."
"Selamat!" ucapku sarkastis, "aku mau keluar," lanjutku berjalan ke arah pintu, "mencari junk food yang sangat kau benci itu," tambahku
"Ada diner di pojok jalan," ucapnya memberi tahu, "mereka menyediakan junk food tercinta mu."
"Thanks, tapi itu bukan tujuan ku," balasku sebelum menutup pintu di belakang ku.
Hmm, jadi ini lah kehidupan baru ku. Tinggal di penthouse yang luas, dengan pria terkenal dan mengaku bisa masak. Tidak buruk juga, setidaknya aku tidak kesusahan dan masih memiliki bagian dalam hidupku yang ku suka.
**
Sejak hari sudah menjelang sore dan aku memang lapar, ditambah lagi sesungguhnya aku juga tidak tahu mau makan apa, aku berakhir di diner yang Kei sarankan. Cukup kecil dan tertutup, apa Kei sering makan disini? Aku meragukannya, dia memang bilang dia tidak makan junk food, tapi apa pengakuannya memang benar?
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me Not.
ChickLitSebagai pengacara profesional, mengerjakan satu kasus seharusnya menjadi hal yang singkat. Yang harus dilakukan hanya menerima kasus, menemukan cara untuk membela kliennya, mendapatkan hasil, dan kasus pun berakhir. Normalnya itulah urutannya, cuku...