Hari ini adalah hari Senin, kita sudah ada disini selama 5 hari, aku sudah merasa pergelangan tangan ku membaik, Delena juga sudah tidak sejutek kemarin, ia jauh, jauh lebih ramah, kurasa Kei ini semacam cucu kesayangannya, apa yang dikatakan olehnya dilakukan oleh Delena.
Aku tidak tahu kenapa Kei memerintahkan ku untuk membereskan barang-barang ku, tapi aku lakukan saja, untuk apa juga aku melawannya dalam hal ini? Aku tidak memiliki kepentingan lebih untuk tetap tinggal. Tak lama setelah aku menyelesaikan packing ku, terungkap kalau kita akan berpindah lokasi ke suatu tempat yang lain menggunakan kereta. Kira-kira kemana tujuan kita selanjutnya?
Kita pergi sekitar menjelang siang, untuk kedua kalinya sejak aku sampai disini, Delena berbicara bahasa inggris, kali ini untuk mengucapkan selamat tinggal dan berharap bisa bertemu lagi. Aku masih belum tahu apa aku menyukai nenek Kei atau tidak, tapi sepertinya aku tidak keduanya, yang artinya aku netral.
Sesampainya kita di stasiun kereta, aku mulai menebak-nebak kemana tujuan kita. Ada banyak kemungkinan, dan aku menyukai semuanya.
"Itu kita," ucap Kei setelah wanita dari speaker mengumumkan keberangkatan kereta
"Kita akan ke Roma?" tanya ku tak percaya
"Ya," ucap Kei mengangguk dan hati ku terasa melompat bahagia
Sejak hanya perjalanan 2 jam lebih sedikit, tidak diperlukan kelas yang benar-benar bagus, hanya yang penting nyaman saja. Saat kita sampai di tujuan, 2 jam terasa begitu cepat berlalu, tidak terasa tiba-tiba aku sudah berada di Roma, kota yang penuh dengan sejarah yang luar biasa membosankan dan menarik di saat yang sama. Ah, aku sudah bisa melihat diri ku akan bersenang-senang di kota ini, padahal aku baru sampai di stasiun keretanya saja.
"Jadi, siapa yang akan kita temui di Roma?" Tanya ku penasaran
"Tidak ada," balas Kei menggeleng
"Jadi kali ini hanya bersenang-senang?" tanya ku lagi
"Kalau kau mau menyebutnya seperti itu," balasnya santai
"Dimana kita akan menginap?" tanya ku mengikuti Kei yang sudah mulai berjalan
"Tenang saja, semuanya sudah di atur," balasnya singkat dan aku tidak berniat untuk memperpanjang pertanyaannya
Setelah waktu berlalu untuk perjalanan ke penginapan misterius kita, ternyata, kita kembali tinggal dalam kemewahan. Aku sungguh tidak mengerti mengapa aku masih tidak biasa dengan kelebihan Kei yang ini setelah 2 tahun hidup bersamanya. Aku tidak membencinya, aku suka hidup serba ada, tapi entah kenapa aku tidak merasa cocok dengan cara ini.
"Rumah mu yang lain?" tanya ku sesaat ia membuka pintu
"Orang tua ku, sebenarnya," balasnya santai
"Kita akan menginap di sini?" gumamku lebih pada diri sendiri
Aku belum pernah memasuki rumah dengan design interior yang sangat mewah seperti ini. Bisa kau percaya kalau bagian dalam rumah ini persis seperti sebuah istana? Chandelier yang menggantung mewah di langit-langit, meja yang terlihat dibuat dengan tangan, barang-barang antik. Bagaimana seseorang bisa hidup dalam kemewahan seperti ini? Sudah jelas kalau sejak awal dilahirkan, Kei sudah dibanjiri dengan kekayaan berlimpah, dan aku hanya seorang 'lucky bitch'—status berdasarkan kalimat Thea saat pertemuan pertama kita—yang tak sengaja menjadi bagian di dalamnya. Aku benar-benar tidak masuk dalam golongan ini.
"Kenapa kau selalu tidak suka dengan rumah besar?" tanya Kei di hadapan ku
"Aku bukan tidak suka, hanya berasa tidak praktis saja memiliki rumah besar dan tidak pernah dipakai," balas ku
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Me Not.
ChickLitSebagai pengacara profesional, mengerjakan satu kasus seharusnya menjadi hal yang singkat. Yang harus dilakukan hanya menerima kasus, menemukan cara untuk membela kliennya, mendapatkan hasil, dan kasus pun berakhir. Normalnya itulah urutannya, cuku...