Kita dan Mereka (7)

230 59 81
                                    

"Andai bisa merubah takdir menjadi seperti apa, mungkin tak akan ada manusia yang mengeluhkan hidupnya."

• Kita dan Mereka •
༺༻

Setelah kejadian pertemuan ku dengan Om Putra, aku rasanya begitu senang sekali untuk memulai hidupku selanjutnya. Sebab untuk pertama kalinya dalam hidup, aku mampu naik sebuah mobil.

"Stella!" panggil Jihan, teman SMP ku saat ini.

"Iya, ada apa Han?" jawabku sambil melihatnya yang tengah tersenyum padaku.

"Ayo nanti malem nonton bioskop!" ajaknya membuatku tersenyum kecut.

Mana bisa aku menonton bioskop? Uang dari mana. Untuk makan saja aku kesusahan.

"Aku tidak akan pernah mampu membeli satu tiket, Jihan." lirihku sambil meremas rokku.

"Kamu pasti bisa membelinya," ujarnya membuatku mengangkat wajah mengarah padanya.

"Bagaimana caranya?" tanyaku bingung.

"Paksa saja orang tuamu! Mereka pasti akan mengusahakan untukmu."

"Aku dulu juga gitu,"

Aku terdiam. Memaksa? Memaksa kedua orang tuaku untuk menuruti keinginan ku? Itu bukan aku. Mana mungkin aku tega memaksa kedua orang tuaku.

Aku menggeleng pelan.

"Lebih baik aku tak pernah menonton bioskop dari pada harus memaksa kedua orang tuaku hanya untuk menuruti keinginan yang tidak ada gunanya."

Mendengar jawabanku Jihan terlihat sangat kesal, terlihat jelas perubahan di wajahnya.

"Pantas saja kamu miskin! Orang diajak hidup kaya gak mau!" ketusnya lalu pergi meninggalkanku.

Kenapa? Kenapa selalu ada kalimat miskin yang terlontar dari bibir mereka? Apakah tak ada kalimat lain? Apakah tak ada kalimat selain kata miskin?

"Aku tau aku miskin, tapi bisa gak jangan ucapkan selalu kalimat itu. Sakit!" ujarku menghembuskan nafas, untuk meredakan sesak di dadaku.

Aku memutuskan bangkit lalu melangkah menuju kelas untuk melanjutkan pelajaranku.

Lihat deh sepatunya udah jelek!

Bajunya lusuh banget oy!

Dia keknya gak pernah punya temen ya?

Bolehkah aku menangis? Kenapa sesakit ini. Ayolah aku hanya perempuan kecil yang ingin tumbuh dengan sedikit bahagia, apa aku tak boleh mendapatkannya?

"Memangnya kenapa kalau sepatuku jelek? Memang kenapa jika bajuku lusuh? Memang kenapa kalau aku tak memiliki teman?" tanyaku di depan kelas membuat mereka semua terdiam.

"Apa yang salah dari sepatu ini? Apakah ia mengotori baju kalian? Apa sepatu ini telah membuat kalian iri hingga kalian begitu semangat untuk berkomentar?"

"Kenapa bajuku? Lusuh? Lalu mengapa jika baju ini lusuh? Oh, karena bajumu sangat bagus?"

"Iya! Baju kami bagus, tidak seperti bajumu yang tidak layak pakai!" ketus laki-laki yang melangkah mendekatiku.

"Setidaknya bajuku lebih beretika dari pada mulutmu yang tidak tau tata krama."

Semua murid tercengang mendengar penuturan ku.

"Jangan merasa paling kaya, sebab kekayaan kalian tidak lebih hanya titipan yang bisa di ambil kapan saja."

"Dasar miskin belagu!"

Kita dan MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang