Kita dan Mereka (28)

62 24 0
                                    

Follow Instagram : Queen_Nkn9

Butuh teman cerita? Sini DM aku via Wattpad or Instagram

Beberapa hari ini sedih gak mood buat bikin cerita, ayo! Jadilah moodku bahagia dengan komen(⁠θ⁠‿⁠θ⁠)

✯ Reading for one benefit ✯

❝ Hanya mereka yang bodoh saja yang tidak mengerti tentang seberapa pentingnya pendidikan dan setiap anak berhak mendapatkan pendidikan setinggi yang mereka mau tanpa harus dibeda-bedakan.❞

•• Kita dan Mereka ••
༺༻

Setelah kejadian Aku  dan Viona. Aku langsung menemui ayah dan ibu dan menceritakan semua.

"Manusia yang tidak mengalami dan tidak merasakan deritanya, tidak akan pernah tau bagaimana rasa di posisinya." ujar ibu lembut sambil membelai kepalaku.

"Seperti halnya kita," lanjut sang ayah sambil matanya beredar untuk mencari angkutan umum untuk pulang bersama.

"Apakah orang akan mengerti bagaimana susahnya menjadi miskin jika mereka tidak mengalaminya?" tanya ayah membuatku terdiam.

Aku menjadi merasa bersalah, aku yang tidak tau apa-apa tapi seolah tau semuanya. Padahal aku ini bukan apa-apa, kenapa aku seolah tahu semua padahal tidak pernah tau apa-apa.

"Besok Stella akan minta maaf Bu, Yah...," ujarku bersamaan dengan adanya angkutan umum.

Ayah mengangguk dan segera masuk ke dalam bersamaan dengan aku dan ibu.

Aku masih punya mimpi untuk membeli motor dan merasakan bagaimana naik di atasnya, mimpiku masih ada, meski tidak tau apakah bisa terwujud atau tidaknya.

Aku meremas rokku di dalam angkutan umum, aku melihat banyak sekali orang yang memakai sepeda motor dan tertawa di atas sana, rasanya menyenangkan sekali ya? Dan aku hanya diam sambil melihat mereka dari jendela angkutan umum ini.

Ibu menepuk pundakku, membuatku mengarahkan posisi ke arah ibu.  "Tidak apa-apa memiliki mimpi, semua orang berhak punya mimpi. Terwujud atau tidaknya, itu masalah Sang Ilahi." tutur ibu yang seolah tau apa yang aku rasakan.

Aku mengangguk dan tersenyum kepada ibu. Fokusku terpusat pada seorang ibu yang tengah menggendong seorang bayi bersamaan dengan tangannya yang menggenggam seorang gadis kecil, terlihat wajah lelah dimatanya, sedang anaknya tak tau apa-apa.

"Aku yang kurang bersyukur atau aku yang sebenarnya kurang beruntung?" batinku saat melihat banyak sekali orang yang hidupnya mungkin lebih tidak beruntung dari pada aku.

Helaan nafas panjangku bersamaan dengan turunnya kami untuk berjalan menuju rumah, ayah lalu membayar kepada supir angkutan umum. Ayah menggandeng tangan ku untuk segera menyebrang bersama dengan ibu.

Kami bertiga saling bergandengan tangan hingga akhirnya sampai di sebrang jalan, lalu memutuskan untuk berjalan pelan karena kelelahan.

"Ayah?" tanyaku pelan kepada ayah.

"Maafkan Stella ya, Yah." tuturku sambil menundukkan kepala.

"Kenapa kamu meminta maaf, Nak?" jawab ayah membuat ibu pun turut mendengarkan percakapan ku dan ayah.

"Maaf belum bisa membelikan apa-apa, bahkan sepedah ayah harus terjual karena Stella."

"Maaf kalian harus jadi berhutang karena Stella, andai Stella tidak terlahir di dunia—" belum sempat aku melanjutkan udapanku, ayah lebih dulu menyela.

Kita dan MerekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang