Part 1. Drama di pagi hari

2.2K 148 1
                                    

Di suatu pagi yang cerah, secerah wajah seorang remaja yang masih memejamkan matanya di atas kasur. Dengan seprei bergambarkan karakter doraemon, kartun kesukaan anak itu. Membuat tidurnya semakin nyenyak.

Tak lama, pintu kamar itu terbuka. Menampilkan Milda yang datang dengan segelas susu di genggamannya. Wanita paruh baya itu meletakkan gelas di atas meja, lalu mendudukkan dirinya di sisi kasur tempat si remaja tadi tidur.

"Baby.. Bangun," ujarnya dengan suara yang sangat lembut.

Tentu saja dengan suara yang pelan dan lembut itu tak akan bisa membangunkan seorang pangeran kecil yang sedang bermimpi.

"Baby. Nanti telat loh ke sekolahnya. Bangun yuk siap-siap."

Milda tak menyerah, kini ia mengelus pelan surai hitam milik Arjun, rambut anak itu sangat halus dan terjaga. Membuat siapa saja akan betah melakukannya, tapi anak itu sangatlah tak menyukai jika ada yang menyentuh rambutnya.

"Baby."

"Arjun."

Tak ada pergerakan dari Arjun, matanya masih setia memejam. Seolah tak terganggu dengan kehadiran sang ibu di sisinya.

Tak lama dari itu, seorang remaja yang memakai seragam sekolah masuk ke kamar. Menghampiri ibunya yang tampak menghela nafas.

Remaja yang mengerti akan situasi itu pun, langsung berkata pada ibunya.

"Mama turun aja. Biar adek, Devin aja yang bangunin," ujar anak bernama Devin itu.

Sang ibu tersenyum.

"Baiklah. Tapi jangan keras-keras ya, banguninnya," pesan Milda mendapat anggukan dari Devin, kakak Arjun.

Lantas, wanita paruh baya itu pun melangkah keluar dari kamar Arjun. Berjalan ke dapur dimana anak-anak serta suaminya sedang sarapan.

Bukan tak berniat menunggu Arjun yang belum bangun. Namun, jika menunggu anak itu, maka bisa saja mereka semua akan terlambat ke sekolah atau pun kerja.

Devin memandangi wajah polos adiknya, remaja berusia 17 tahun itu langsung berjongkok di sisi kasur. Dan dengan hitungan detik, Devin tiba-tiba saja berteriak.

"ARJUN! BANGUN! ADA ULARRRRRR!"

Arjun yang panik langsung bangun dari tidurnya. Ia melompat turun dari ranjang dan langsung melompat ke gendongan Devin yang berdiri tak jauh darinya.

Jika saja Devin tak siap, mungkin saja Arjun akan terjatuh kelantai. Beruntung Arjun memiliki kakak se sigap Devin, yang peka meski terkadang dia jahil.

"Dimana? Dimana ularnya?" tanya Arjun dengan panik. Ia mengedarkan pandangannya ke sisi ruangan di dalam kamar itu. Guna mencari sebuah hewan yang membuatnya terbangun dari mimpi indahnya.

Arjun panik, berbeda dengan Devin yang justru menahan tawanya. Masih dengan menggendong Arjun di punggungnya. Karena anak itu, merengek dengan perasaan khawatir.

"Ularnya udah kabur," jawab Devin ngasal.

"Turun gih, gue capek."

Bukannya turun, Arjun makin mengeratkan tubuhnya pada Devin, anak itu memeluk leher kakaknya dengan erat.

"Bohong. Pasti ularnya bersembunyi kan. Arjun gak mau turun."

"Turun, nanti kita telat ke sekolah."

"Gak mau!"

Devin menghela nafas. Ia salah menggunakan taktik ini. Akhirnya Devin tak ada pilihan lain. Ia membawa Arjun ke dalam kamar mandi, lalu memaksa anak itu untuk membasuh muka dan menyikat giginya.

Saat seperti ini, Devin ngerasa jadi duda anak satu yang ngurusin bayi 5 tahun. Arjun itu bandel, manja dan cengeng. Dan segala sesuatu pasti di urusi oleh orangtua ataupun kakaknya.

"Mandi gih," suruh Devin setelah Arjun selesai menyikat giginya. Devin masih berada disana.

"Temenin," ucapan dari Arjun sontak membuat mata Devin terbuka lebar. Yang benar saja adiknya itu, malah meminta di temani mandi. Padahal kan mereka udah remaja. Kalau masih umur 5 tahun sih, gak masalah. Devin pasti akan langsung mengiyakannya.

"Enak aja. Jun lo itu udah remaja, jangan kek anak kecil deh. Gue gak mau."

Devin hendak berbalik ke pintu. Namun langsung di cegah dengan Arjun yang memegang tangannya tak ingin di tinggal.

"Jangan pergi, Arjun takut."

Devin menatap Arjun yang menatapnya dengan pandangan berkaca-kaca dengan wajah yang memelas. Sangat ingin di kasihan i.

"Takut apa?" Devin menyerah, ia harus meladeni adiknya yang sedang mode manja.

"Nanti ularnya bersembunyi, terus gigit Arjun saat kak Devin udah keluar."

Arjun mengutarakan kecemasannya, namun justru di sambut dengan tawa yang menggelar di kamar mandi itu.

"Ih kenapa ketawa!" pekik Arjun marah.

"Arjun, Adiknya Devin seorang, gak ada ular disini. Lagi pula ular gak akan berani masuk ke kamar adek. Kakak tadi tuh cuma bercanda, bohong. Ularnya gak ada," jelas Devin dengan masih terkekeh.

Arjun mencerna kata-kata yang di ucapkan Devin. Dan setelah menangkap maksud dari kakaknya itu. Langsung saja, Arjun mendorong tubuh Devin untuk keluar dari kamar mandi.

Sebelum menutup pintu, Arjun berkata pada Devin dengan kesal, "pokoknya adek ngambek sama kakak."

Devin yang tak merasa bersalah itupun berjalan ke rak buku Arjun. Ia menyiapkan buku-buku yang akan di gunakan oleh adiknya. Ia tahu Arjun itu tak akan menyiapkan barang-barangnya untuk kesekolah, seperti anak-anak lain.

Maka Devin, kakak paling peka itulah yang sering melakukannya. Katanya biar lebih disayang oleh Arjun di banding saudaranya yang lain.

Remaja itupun bergegas turun ke dapur. Bergabung dengan keluarganya yang sedang nikmat-nikmatnya menikmati sarapan pagi.

"Adek dimana kak?" tanya Milda setelah Devin mendudukkan dirinya di kursih samping Devano, kakak tertuanya.

"Lagi ngambek-" perkataan dari Devin langsung mendapat tatapan tajam dari keluarganya, terutama si mama.

"Eh maksudnya lagi mandi," Arjun berkata dengan kikuk. Bisa bahaya jika Arjun di buat ngambek dan marah. Sang ibu akan menjewer telinganya anaknya itu.

"Benar gak ngambek?" selidik Gabriel saat melihat Devin yang tampak gugup.

"I-iyalah. Emang pernah gue buat di ngambek," balas Devin.

"Sering kali," sahut Natta.

Devin ingin membalas, namun ia urungkan karena lebih dulu di tatap oleh sang kepala keluarga.

Jadi akhirnya Devin hanya diam sambil memakan sarapannya.

Dan tak lama, Arjun turun dan langsung mengambil tempat duduk di samping Milda, alhasil membuat Natta yang duduk di samping Milda tergeser dan akhirnya mengalah, membiarkan si bungsu melakukan keinginannya.

"Wih anak mama harum banget," puji Milda.

"Bau apa ma?" tanya Gabriel sambil tersenyum cerah menatap adiknya itu.

"Minyak telon," balas Milda, yang sontak membuat yang lain menahan tawa.

"Utu-tu adik bayinya bang Rafka," Rafka mencubit pipi berisi adiknya itu. Arjun gak marah kok, dia hanya diam. Sambil menikmati sarapan dari suapan Rafka, Arjun yang meminta hal itu.

Setelah si bungsu Mahardika menyelesaikan sarapannya. Kini mereka bersiap-siap untuk beraktivitas seperti hari-hari biasanya.

Arjun menaiki mobil yang sama dengan Devin, ia duduk berdekatan dengan kakaknya, namun Arjun tak menanggapi setiap kali di ajak bicara oleh Devin. Jelas saja, karena Arjun sedang ngambek pada kakak jahilnya itu.

****

Untuk cast nya next time yaa

Sorry jika banyak typo dan ceritanya membosankan, tapi semoga kalian suka deh.

12 juni 2022

Saudara MahardikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang