28. Jalan-jalan sore

172 14 1
                                    

Sorry for Typo.

****

Sore harinya, Arjun masih ngambek sama Rafka. Dia masih enggan membalas ketika di ajak ngobrol, malas membalas ketika sang kakak berusaha menarik perhatiannya. Ia hanya diam atau mengalihkan kesibukan pada kakak-kakaknya yang lain.

Beruntunglah Devin tidak mengamuk pada Rafka. Disebabkan karena di cegah oleh sang kakak tertua yaitu Devano. Ia hanya tidak suka dengan keributan-keributan yang terjadi di antara saudaranya. Meskipun, tak lama mereka juga akan tetap baikan. Tapi untuk mencegah sesuatu yang tak di harapkan, bukankah lebih baik?

Namun justru Devin juga ikut mendiami kakaknya itu. Biar nanti kakaknya sadar jika perbuatannya cukup berakibat besar bagi Arjun, yang saat ini tengah marah. Devano yang menyaksikan mereka hanya bisa menghela nafas. Hal yang sering terjadi sebenarnya.

"Arjun, mau kue nggak? Mau ice cream? Coklat? Boneka?" tawar Rafka untuk yang kesekian kalinya. Ia begitu tak suka di diami seperti ini, apalagi Devin juga ikut-ikutan.

"Dek, jam berapa sekarang?" tanya Devin yang duduk disebelah Arjun. Ia sengaja bertanya setelah pertanyaan Rafka terucap yang hanya di balas oleh keheningan.

"Setengah empat sore kak," balas Arjun yang melihat jam di ponselnya.

Pertanyaan Devin di balas, namun justru pertanyaan Rafka di abaikan. Tentu, si Rafka sudah menggerutu di hatinya dengan kekesalan yang ia tahan.

"Jalan-jalan sore yuk, dekat kompleks aja," tawar Devin yang sedang bosan. Dia lagi gak keluar sama genk nya. Lagi pada sibuk mereka.

Arjun tampak berfikir sejenak menimbang-nimbang ajakan Devin. Sepertinya tidak buruk, untuk berjalan-jalan sore hari ini. Mumpung cuacanya lagi bagus, gak kayak kemarin yang hujan.

Arjun mengangguk dengan semangat," ayo. Sepertinya seru."

Devin tersenyum. Lalu mengelus sudah hitam adiknya.

Devin menatap kakak-kakaknya yang ada di ruang tamu ini. "Apa ada yang mau ikut?" ajaknya pada mereka.

Mendapat kesempatan yang bagus, sontak Rafka mengangkat tangannya tinggi-tinggi. "Gue."

Namun, Devin bahkan tak berniat melihat atau sekedar melirik kakaknya itu. Ia mengalihkan tatapannya pada saudaranya yang lain.

"Enggak dulu deh, Vin. Gue lagi ada kerjaan ini," balas Devano, yang memang lagi sibuk.

"Gue juga gak bisa kak, lagi ada tugas sekolah ini," timpal Arziel di angguki Gaziel di sampingnya.

Devin menganggu mengerti. Mereka sedang sibuk, sepertinya juga akan tetap seru meski hanya berdua.

"Baiklah. Gue sama Arjun aja yang pergi."

"DEV, LO GAK LIAT GUE?! GUE MAU IKUT," teriak Rafka kesal karena di abaikan.

"Sana siap-siap Arjun. Kakak tunggu," ujar Devin yang langsung di angguki oleh Arjun. Anak itu segera berlari ke dalam kamarnya. Lagi-lagi mengabaikan gerutuan Rafka.

"Makanya jangan usilin adek gue," batin Devin senang. Ia juga ke kamar untuk berganti pakaian yang lebih santai.

****

"Cuma kita berdua nih kak?" tanya Arjun yang saat ini sedang memakai sepatunya.

"Hmm. Yang lain pada sibuk tuh."

"Oke."

Keduanya pun keluar dari rumah ini. Berjalan di sekitaran kompleks yang suasananya begitu damai dengan udara yang sejuk. Rasanya, Arjun begitu tenang jika ada waktu berjalan-jalan sore seperti ini. Ia selalu senang karena bisa menikmati udara alam yang segar.

Arjun itu memiliki impian, pengen bisa berkemah di hutan-hutan gitu, bisa menikmati alam secara alami,  dan puas. Namun, karena keluarganya yang begitu over protective tentu hal tersebut akan di tentang oleh mereka. Tak satupun yang setuju ketika ia mengusulkan hal itu. Mereka menolak dengan alasan, takut jika dirinya kenapa-napa.

Arjun jadi sedih ketika mengingat tak pernah sekalipun ia merasakan acara perkemahan atau berlibur bersama teman-teman sekolahnya. Pergaulannya dibatasi, begitu pun ekstrakurikuler di sekolah tak satupun yang ia ikutin. Tentu, karena mereka takut Arjun sampai kelelahan.

"Jalan-jalan sore gini, seru 'kan?" tanya Devin membuka obrolan.

"Ya,"jawabnya singkat.

Entah hanya perasaan Devin saja atau memang Arjun terlihat sedang sedih. Seperti memikirkan sesuatu namun tak ingin mengatakannya. Tapi, Arjun itu bukan seseorang yang pandai menyembunyikan masalahnya.

"Jun, kok lo kayak sedih gitu. Kenapa dek?"

Devin menghentikan langkahnya. Ingin berbicara dengan sang adik. Mungkin, Arjun mau berbagi cerita dengannya.

"Gak papa," balasnya menatap objek lain. Karena Devin saat ini tepat berada dihadapannya.

"Kayak cewek aja lo. Jawabnya gak papa," Devin tertawa. Namun justru Arjun menundukkan kepalanya sedih.

Fiks sih jika Arjun tengah memikirkan sesuatu. Bahkan biasanya anak itu akan langsung mendelik tak suka ketika Devin tertawa karena ucapannya. Namun kali ini, ia hanya diam dengan menundukkan kepalanya.

"Kenapa sih dek? Lo kok aneh gitu," tanya Devin yang merasa bersalah. Tadinya ia hanya berniat untuk menghibur Arjun, namun anak itu justru tak merespon seperti biasanya.

Hal yang paling Devin tak suka adalah ketika melihat adiknya sedih. Lagi ada masalah, namun tak ingin berbagi masalahnya. Menyembunyikan seolah dia bisa menanggungnya sendirian. Tapi ia mengenal pribadi Arjun, ia hanyalah anak manja dengan segala kejahilan yang dimilikinya. Tak biasa ia menanggung sebuah beban.

"Cerita sama kak Devin. Kakak gak suka ya liat kamu sedih gini. Apa ada yang ganggu kamu di sekolah?! Apa ada yang berani nya kini adik kakak ini?" tanya Devin tak menyerah. Ia sangat ingin tahu apa yang mengganggu pikiran adiknya itu.

Harusnya jalan-jalan sore berdua ini, membuat Arjun ceria, berlari dengan tawanya. Tak apa, ia dijahili oleh adiknya itu. Asalkan tidak menjadi pendiam seperti ini.

Masih tak mendapat jawaban dari Arjun yang setia bungkam. Ia seolah tak ingin berbagi beban pikiran yang dimilikinya.

"Apa karena kak Rafka?"

Arjun menggelengkan kepalanya pelan. Ini jelas bukan masalah Rafka, masalah marahnya dengan Rafka tak sampai membuatnya sesedih ini. Tapi, masalah di sekolah.

"Lalu apa dek? Tolong cerita sama kak Devin. 'Kan biasanya juga kalau kamu ada masalah, ceritanya sama kakak. Kok sekarang diam aja."

Sungguh, Devin tak bisa melihat adiknya sedih begini. Tanpa tahu penyebabnya.

"Kak," panggilnya pelan.

"A-arjun- di sekolah-"

Arjun tak melanjutkan ucapannya. Ia menjadi gugup dan takut. Jika berbicara akan membuat Devin marah padanya. Dan meskipun ia memohon dengan sangat, pasti juga gak akan diizinkan.

"Kenapa disekolah? ada yang ganggu kamu?"

"Enggak kak. T-tapi, kakak tau kan tentang perkemahan tahunan yang diadakan?" Arjun berkata jujur meski terkesan kaku.

"Hmm. Lalu?" sebenarnya Devin sudah bisa menebak jika Arjun itu kepengen ikut juga. Tapi mana bisa ia mengijinkan. Akan banyak ancaman di sana nanti. Dan ia juga gak bisa menjaga Arjun, meskipun dirinya ikut serta.

"A-arjun pengen ikut," tuturnya dengan pandangan memohon.

Devin tak menjawab. Ia bingung harus berkata apa.

16 Desember 2022

Saudara MahardikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang