Part 2. Bentakan Devin

1.6K 115 2
                                    

Setelah sampai di parkiran sekolah, Arjun bergegas turun mengabaikan teriakan ketiga kakaknya, yang memanggil namanya.

"Pasti lu buat dia ngambek 'kan kak?" tuduh Geziel pada Devin.

Devin menatap tajam pada adiknya itu. "Jangan nuduh tanpa ada bukti," balas Devin lalu berlari menyusul Arjun.

"Dasar kak Devin. Udah salah, malah ngelak," gumam Geziel.

"Udahlah biarin aja. Yuk nyusul mereka," sahut Arziel.

Mereka berdua pun, memasuki are sekolah, lebih tepatnya menuju ke kelas Arjun. Banyak pasang mata yang menatap kagum atas visual si kembar itu.

Sesampainya di kelasnya Arjun, mereka berdua berdiam diri di depan pintu. Memperhatikan kakak serta adiknya itu yang berada di pojok ruangan.

Arjun yang terlihat mengobrol bersama kedua sahabat sehidup semati nya, dan Devin yang menahan kesal karena di abaikan bahkan secara terang-terangan tak menganggap kehadirannya.

"Dek. Udah donk jangan ngambek terus. Nanti gue beliin ice cream deh, kalau perlu se pabrik-pabriknya, biar lo gak ngambek lagi," bujuk Devin berharap adiknya itu akan luluh.

"Arjun, dengerin kakak. Jangan marah kalau hanya masalah tadi."

"Kakak minta maaf. Kakak akui kakak salah."

Arjun tak mengurusi perkataan Devin. Ia mengambil bukunya lalu menyerahkannya di hadapan Kenzo.

"Kenzo, ini gimana cara kerjanya?" Arjun bertanya pada sahabatnya, sambil memperlihatkan buku yang berisi tugas matematika itu.

Kenzo melirik sebentar Devin, wajahnya sudah kusut, menahan amarah.

"Nanti gue jelasin deh, Arjun itu kak Devin lagi bicara sama kamu."

"Tapi Arjun bicaranya sama Kenzo, bukan dia," cicit Arjun.

"ARJUN! APA KAKAK PERNAH NGAJARIN KAMU UNTUK SEPERTI INI!"

Devin berteriak sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat.

"BISA TIDAK KAMU SOPAN SAMA YANG LEBIH TAU! harga kakak kalau kakak lagi bicara sama kamu."

Arjun kelepasan. Ia membentak Arjun di hadapan teman sekelasnya. Kini mereka menjadi pusat perhatian.

"KAK DEVIN!"

Geziel dan Arziel segera menghampiri mereka. Arziel segera membawa Arjun ke dalam pelukannya. Tangis anak itu pecah di dekapan Arziel.

"Apa yang kakak lakukan!" tuntut Geziel, menatap tak percaya pada kakaknya itu.

Devin terdiam, ia menundukkan wajahnya merasa bersalah atas apa yang telah ia perbuat.

Mungkin sebuah bentakan bukanlah suatu kesalahan besar, tetapi ini berbeda jika itu adalah Arjun. Anak itu takut akan bentakan, ia bisa saja drop dan kembali sakit, padahal Arjun baru saja sembuh tiga hati yang lalu.

"S-sorry," gumamnya pelan.

"Kak, gue tau lo kesal, marah. Tapi please lo gak usah bentak Arjun kak, mental anak itu bisa down dan drop kapan saja," nasehat Geziel.

"Maaf. Gue khilaf, gue gak sengaja."

Devin memperhatikan Arjun yang berusaha di tenangkan oleh Arziel, melihat air matanya yang jatuh membuat hatinya ikut teriris, sakit. Dia yang berjanji akan melindunginya malah dirinya sendirilah yang menyakitinya.

"Arziel, bawa Arjun pulang. Gue takut jika dia drop jika berlama-lama disini," perintah Geziel mendapat anggukan kecil dari Arziel, adik kembarnya yang berbeda lima menit darinya.

Arziel melepas pelukannya. Lalu menghapus air mata yang ada di pipi Arjun. "Kita pulang sekarang, ya."

Mendapat anggukan dari sang adik, Arziel pun membantu adiknya berdiri, hendak keluar dari kelas. Namun anehnya, Arjun malah hanya berdiam diri di tempatnya.

"Ada apa?"

"Gendong," pinta Arjun membuat Arziel terkekeh pelan.

Devin yang mendengar hal itu, dengan cepat berjongkok di hadapan sang adik. Berniat untuk menggendongnya sampai di parkiran.

Namun bukannya menyambut niat baik kakaknya itu, Arjun malah mengalihkan pandangannya, enggan menatap Devin.

"Maunya sama kak Ziel."

Devin yang mengerti pun, langsung menyingkir dan memberikan jalan untuk mereka pulang. Arjun tentu anteng di gendongan Arziel, karena Arziel inilah orang yang paling anti jika si suruh menggendong, karena badannya juga tak jauh berbeda dengan Arjun. Sama-sama kecil.

Devin menatap kepergian mereka dengan nanar. Diantara mereka, yang paling dekat dengan Arjun itu adalah Devin. Jadi saat melihat adiknya itu mengabaikan dirinya tentu ia merasa sakit dan tak terima. Namun ia bisa apa, ini semua terjadi atas kesalahannya sendiri.

"Candaan emang bisa berakibat fatal ya?" gumam Devin.

Setelah keduanya sudah tak terlihat lagi, Geziel menatap kakaknya itu dengan serius. Lalu menyuruhnya duduk di salah satu bangku di kelas ini.

Mereka berdua duduk berhadapan, Devin meneguk ludahnya susah payah. Ini seperti ia berada di ruang konseling yang akan di intograsi atas kesalahan besar. Padahal di depan nya ini adalah adiknya sendiri.

"Kak emang kejadian apa, sampai Arjun jadi ngambek tadi?" tanya Arziel dengan tampang seriusnya.

Devin mengatur nafasnya. Ia tak boleh terlihat gugup di hadapan Geziel. Jelas jika ia lebih tua dari Geziel masa harus takut dengan adiknya sendiri.

"Gue kan orangnya paling baik, paling memiliki akhlak terpuji, dan tentu saja paling Tampan dan Dermawan jadi sebagai orang baik dan taat pada orang tua gue bantuin tuh mama buat bangunin Arjun," Jelas Devin.

Geziel memutar bola matanya, ketika mendengar kata pujian yang di lontarkan oleh Devin yang tertuju pada dirinya sendiri, atau dengan kata lain kepedean.

"Terus, kenapa bisa sampai marah?"

"Ya- soalnya gue banguninnya sambil teriak ada ular," jawab Devin dengan kekehan di akhir kalimat.

"Pantes sajalah Arjun marah. Adek itu paling takut dengan bintang angker itu-"

"Kok angker?" tanya Devin memotong pembicaraan.

"Karena menyeramkan."

"Lah ken-"

"Udah kak gak usah di lanjut pertanyaan. Ini kita lagi serius."

"Gue pokoknya minta lo harus tanggung jawab atas apa yang lo lakuin ke Arjun. Dan gue pastikan lo pasti akan mendapat amukan dan hukuman dari mama papa."

Ucapan dari Geziel membuat Devin menjadi takut. Karena apa yang di omongkan oleh adiknya itu bukanlah suatu ancaman belaka. Orangtuanya akan menghukumnya dan lebih parahnya uang jajannya akan di potong, serta kunci mobil pun akan di sita. Sungguh itu adalah neraka bagi Devin.

"Gue cuma bercanda," elak Devin.

"Bantu gue please, Ziel," mohon Devin.

"Gue tau kak, lo cuma bercanda. Tapi bercanda itu bisa menjadi sesuatu yang tak terduga. Sebelum lo melakukan sesuatu, lo pikir dulu apa dan bagaimana apa yang akan terjadi atas omongan atau tindakan yang lo lalukan itu. Semuanya terjadi tak terduga."

"Maka dari itu, lo bantuin gue. Bujukin mereka agar gue gak di hukum," pinta Devin dengan memelas.

"Kak gue gak nyuruh lo buat bercandain Arjun. Jadi lo harus bertanggungjawab atas kesalahan lo sendiri. "

"Tolong kak, lo jangan remeh in segala sesuatu. Semuanya gak akan selalu berjalan sesuai dengan keinginan kita. Kakak harus belajar dari sebuah kesalahan kecil," nasehat Geziel. Lalu mereka pun segera meninggalkan kelas Arjun setelah guru yang mengajar memasuki kelas.

See you next chap.

13 juni 2022

Saudara MahardikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang