Part 3. Ngadu

1.1K 90 4
                                    

Happy Reading....

Setelah sampai di parkiran sekolah, Arjun bergegas turun mengabaikan teriakan ketiga kakaknya, yang memanggil namanya.

"Pasti lu buat dia ngambek 'kan kak?" tuduh Geziel pada Devin.

Devin menatap tajam pada adiknya itu. "Jangan nuduh tanpa ada bukti," balas Devin lalu berlari menyusul Arjun.

"Dasar kak Devin. Udah salah, malah ngelak," gumam Geziel.

"Udahlah biarin aja. Yuk nyusul mereka," sahut Arziel.

Mereka berdua pun, memasuki are sekolah, lebih tepatnya menuju ke kelas Arjun. Banyak pasang mata yang menatap kagum atas visual si kembar itu.

Sesampainya di kelasnya Arjun, mereka berdua berdiam diri di depan pintu. Memperhatikan kakak serta adiknya itu yang berada di pojok ruangan.

Arjun yang terlihat mengobrol bersama kedua sahabat sehidup semati nya, dan Devin yang menahan kesal karena di abaikan bahkan secara terang-terangan tak menganggap kehadirannya.

"Dek. Udah donk jangan ngambek terus. Nanti gue beliin ice cream deh, kalau perlu se pabrik-pabriknya, biar lo gak ngambek lagi," bujuk Devin berharap adiknya itu akan luluh.

"Arjun, dengerin kakak. Jangan marah kalau hanya masalah tadi."

"Kakak minta maaf. Kakak akui kakak salah."

Arjun tak mengurusi perkataan Devin. Ia mengambil bukunya lalu menyerahkannya di hadapan Kenzo.

"Kenzo, ini gimana cara kerjanya?" Arjun bertanya pada sahabatnya, sambil memperlihatkan buku yang berisi tugas matematika itu.

Kenzo melirik sebentar Devin, wajahnya sudah kusut, menahan amarah.

"Nanti gue jelasin deh, Arjun itu kak Devin lagi bicara sama kamu."

"Tapi Arjun bicaranya sama Kenzo, bukan dia," cicit Arjun.

"ARJUN! APA KAKAK PERNAH NGAJARIN KAMU UNTUK SEPERTI INI!"

Devin berteriak sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat.

"BISA TIDAK KAMU SOPAN SAMA YANG LEBIH TAU! harga kakak kalau kakak lagi bicara sama kamu."

Arjun kelepasan. Ia membentak Arjun di hadapan teman sekelasnya. Kini mereka menjadi pusat perhatian.

"KAK DEVIN!"

Geziel dan Arziel segera menghampiri mereka. Arziel segera membawa Arjun ke dalam pelukannya. Tangis anak itu pecah di dekapan Arziel.

"Apa yang kakak lakukan!" tuntut Geziel, menatap tak percaya pada kakaknya itu.

Devin terdiam, ia menundukkan wajahnya merasa bersalah atas apa yang telah ia perbuat.

Mungkin sebuah bentakan bukanlah suatu kesalahan besar, tetapi ini berbeda jika itu adalah Arjun. Anak itu takut akan bentakan, ia bisa saja drop dan kembali sakit, padahal Arjun baru saja sembuh tiga hati yang lalu.

"S-sorry," gumamnya pelan.

"Kak, gue tau lo kesal, marah. Tapi please lo gak usah bentak Arjun kak, mental anak itu bisa down dan drop kapan saja," nasehat Geziel.

"Maaf. Gue khilaf, gue gak sengaja."

Devin memperhatikan Arjun yang berusaha di tenangkan oleh Arziel, melihat air matanya yang jatuh membuat hatinya ikut teriris, sakit. Dia yang berjanji akan melindunginya malah dirinya sendirilah yang menyakitinya.

"Arziel, bawa Arjun pulang. Gue takut jika dia drop jika berlama-lama disini," perintah Geziel mendapat anggukan kecil dari Arziel, adik kembarnya yang berbeda lima menit darinya.

Arziel melepas pelukannya. Lalu menghapus air mata yang ada di pipi Arjun. "Kita pulang sekarang, ya."

Mendapat anggukan dari sang adik, Arziel pun membantu adiknya berdiri, hendak keluar dari kelas. Namun anehnya, Arjun malah hanya berdiam diri di tempatnya.

"Ada apa?"

"Gendong," pinta Arjun membuat Arziel terkekeh pelan.

Devin yang mendengar hal itu, dengan cepat berjongkok di hadapan sang adik. Berniat untuk menggendongnya sampai di parkiran.

Namun bukannya menyambut niat baik kakaknya, Arjun malah mengalihkan pandangannya, enggan menatap Devin.

Arziel segera mengambil jongkok di hadapan Arjun, setelah Devin menyingkir. Ia cukup sadar diri jika sang adik saat ini sedang marah kepadanya.

Arjun segera naik ke punggung Arziel, mereka pun bergegas pergi dari kelas menuju parkiran untuk pulang. Dan semoga saja tidak ada ayahnya di rumah saat ini.

Dalam perjalanan pulang, Arziel begitu diam. Masih terisak, meski Arziel sudah mencoba menenangkan nya.

"Dek. Jangan nangis ya kalau udah sampai di rumah," ujar Arziel dengan memohon.

Arjun hanya menanggapi dengan anggukan singkat.

****

Sampainya di mansion, Arjun segera berlari masuk, mengabaikan kakaknya yang berjalan di belakang dengan perasaan ketar-ketir. Bisa saja ia juga kena amukan sang mama, jika Arjun menangis seperti itu.

Melihat sang mama yang berada di ruang tamu sedang membaca sebuah majalah Fashion, ia segera berlari dan memeluk sang mama.

"Huwa... Mama hiks..," Arjun menangis di pelukan Milda.

"Cup. Cup. Udah sayang jangan nangis. Mama disini," Milda menenangkan putra bungsunya yang masih terisak.

Arziel yang baru sampai, melihat pemandangan di depannya. Dengan gerakan pelan ia menaruh tas Arjun, bersiap untuk putar badan untuk kabur. Ia gak mau tiba-tiba di integrasi oleh Milda.

"Mau kemana Ziel?" tanya Milda yang melihat putranya itu. Sengaja menyebut kata 'Ziel' karena jujur Milda masih terkadang bingung membedakan wajah kedua putra kembarnya itu.

"Emm. Mau balik ke sekolah ma," jawab Ziel membalikkan badannya, menatap Milda dan Arjun secara bergantian.

"Jelasin dulu, adek kenapa nangis!" tuntut Milda membuat Arziel meneguk ludahnya kasar. Inilah alasan mengapa Gaziel menyuruh Arziel yang mengantar Arjun, karena ia takut di intograsi oleh ibunya.

"Itu ma. Kak Devin yang buat Arjun nangis," jujurnya.

Arjun kini sudah terlelap dalam pelukan Milda. Wajah anak itu bahkan sudah memerah karena kelamaan menangis.

"Kak Devin, ngapain adek?" tanyanya dengan suara pelan.

Arziel jadi bimbang, kalau berkata jujur maka kakaknya itu akan mendapat hukuman nantinya. Tetapi berbohong juga sudah tak ada gunanya, karena ia sudah terlanjur mengatakan Delvin, sebagai pelaku tangisan Arjun.

"Jawab. Ziel! Mama tanya loh," nada tegas Milda terdengar. Membuat Arziel semakin takut.

"Sorry kak Devin. Tapi perbuatan harus di pertanggungjawaban. Maag gue bisa bohong sama mama."

"Kak Devin, tadi menjahili Rayhan waktu bangunin tadi. Terus Ray jadi takut karena dia pikir beneran ada ular di kamar nya. Tapi kak Devin itu hanya bohong. Dan Rayhan marah disitu, jadinya ngambek deh," jelasnya dengan satu tarikan nafas.

Arziel melirik Milda yang hanya diam. Namun tangannya tengah mengetik sebuah pesan pada seseorang, dan sudah di pastikan jika ibunya sedang mengirim pesan pada ayahnya itu.

"Duh gawat nih. Kak Devin dalam bahaya," gumamnya.

"Ma," panggil Arziel, karena ia di cueki.

"Apa kak Devin akan di hukum?"

Milda menatap putranya insten. Mengapa Arziel yang jadi takut, padahal bukan dia yang akan mendapat hukuman.

"Iya," jawabnya singkat.

"Ya udah. Arziel kembali ke sekolah dulu. Gak enak jika harus bolos," pamitnya sambil mencium tangan ibunya.

Mendapat persetujuan dari Milda, Arziel segera berlari keluar mansion.

19 Juni 2022


Saudara MahardikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang