24. Ariel dan saudara Mahardika

207 32 0
                                    

Arif, remaja itu mendapatkan sebuah pesan, yang menyuruhnya agar segera datang di tempat yang ia pinta. Namun, pelajaran masih berlanjut, tetapi sepertinya ini adalah hal penting.

"Ibu!" panggil Arif sembari menaikkan tangan kanannya. Guru yang sedang mengajar pun mengalihkan tatapannya pada Arif, menunggu anak itu untuk menyampaikan sesuatu padanya.

"Saya izin ke toilet," ujarnya. Guru wanita paruh baya itu, menganggukkan kepalanya. Beruntunglah yang mengajar kali ini termasuk guru kalem, jika kayak bu Rianti, mungkin ia tidak akan diizinkan. Kecuali di beri waktu untuk ke toilet, dan segera kembali sebelum waktu yang di berikan habis. Bu Rianti memang sangat disiplin namun terkesan berlebihan.

setelah disetujui, ia langsung bergegas keluar dari kelas. Berjalan dengan sedikit terburu-buru. Tak lama, ia sampai di sebuah ruangan yang tak banyak orang tahu. Ruangan ini terletak telat di samping di gudang sekolah. Yang selalu terkunci dan tak ada yang bisa masuk, kecuali Arif dan orang yang memintanya untuk datang kesini.

Bisa dikatakan, ini adalah markasnya di sekolah. Namun jarang sekali mereka berkumpul disini, paling jika ada sesuatu yang begitu penting. Barulah mereka membuka ruangan ini.  Mungkin ada yang berfikir karena yang berdekatan dengan gudang sekolah, ruangan ini tak kayak di tempati.

Namun siapa sangka, di dalamnya begitu indah, meski ruangannya tak terlalu besar. Namun, disini banyak fasilitas yang sangat berguna. Disini bisa saja tidur, rebahan, bermain game, ataupun sekedar menonton bersama. Jika diibaratkan ruangan ini seperti kamar anak kost-kostan. Banyak fasilitas yang tersimpan dalam satu ruangan, juga sangat nyaman untuk di pakai nongkrong bersama. 

Ceklek!

Arif membuka pintu nya. Ia juga memiliki salah satu kunci yang bisa membuka ruangan ini. Saat masuk, dilihatnya dua anak kembar yang sedang rebahan, dan yang satunya lagi sedang bermain games. Mereka seolah berada di dalam kamar mereka sendiri. Begitu nyaman dan tak ingin beranjak dari sini.

Menyadari kehadiran Arif, Arziel segera bangun dari rebahan nya. Dengan senyuman hangat, ia duduk di hadapan teman sekelas adiknya.

"Tunggu bentar ya, kak Devin lagi ada urusan," ujar Arziel mendapatkan anggukan dari Arif. Sedangkan Geziel masih sibuk dengan gamenya yang sangat ia ingin menangkan. Ia sudah bermain sejak dua puluh menit yang lalu, namun masih tak ada tanda-tanda kemenangan berpihak padanya.

Tidak berselang lama, Devin akhirnya datang. Ia langsung mengambil duduk di sofa di hadapan Arif, membuat posisi Arsiel tergeser karena kakaknya.

"Maaf ya lama," ujar Devin tak enak hati pada Arif. Dirinya tahu, jika Arif sedang belajar di kelasnya. Tapi ia memanggil anak itu, saat Arif tadi mengatakan sesuatu tentang adiknya.

"Iya kak," jawab Arif dengan nada tenang. Sejujurnya, Arif ini masih agak sungkan dan canggung pada kakak Arjun, namun mereka yang sangat bersahabat dan baik, secara perlahan mulai mengurangi kecanggungan itu. Hingga ia di percaya untuk mengawasi pergerakan Arjun selama dikelas, dan kini mereka sudah mulai akrab.

"Rif, apakah benar, Arjun tadi tidak makan bekalnya, juga tak keluar dari kelas untuk ke kantin?" Devin mulai melayangkan pertanyaan perihal adik bungsunya.

"Benar kak. Arjun tetap tinggal dikelas, Meksi ia bosan hanya duduk di bangkunya. Ia tidak ke kantin, mungkin karena Ariel tak datang. Biasanya mereka akan bersama-sama ke kantin, namun Arjun juga tak memakan bekalnya entah karena kenapa," jawab Arif seadanya. Ia juga merasa heran dengan Arjun yang tak ingin memakan bekalnya. Padahal di ruang kelas itu tadinya sepi dan hanya ada dirinya serta Aldi yang tertidur. Jadi jika alasan malu seperti nya tak mungkin.

"Bandel banget sih, adek lo!" komentar Geziel masih terus berfokus pada gamenya.

Devin maupun Arziel tak menanggapi komentar Geziel. Membiarkan adiknya itu fokus pada game yang mati-matian ia ingin menangkan. Arziel yang menatap saudara kembarnya memutar bola mata malas.   Sungguh Geziel begitu membuatnya kesal, mereka sedang fokus membahas Arjun namun, Geziel malah bermain game. Tapi ya sudahlah, terserah Geziel saja.

"Oh iya.. Arif, maksud kamu di chat apa ya? Arjun kenapa?" tanya Devin lagi.

Arif menggigit bibirnya gugup. Ia tadi tak sengaja mengirimkan pesan jika Arjun hampir celaka. Sebenarnya Arif belum ingin mengatakan ini pada mereka, karena akan tahu apa yang akan di perbuat oleh saudara Mahardika jika tahu adik bungsunya di ganggu seseorang. Namun,  untuk mengelak pun sepertinya sudah tak bisa. Ia terlanjur mengatakan hal ini pada Devin, ia hanya terlalu khawatir pada Arjun. Yang hari ini masih bisa selamat namun entah bagaimana kedepannya.

Dilihat dari pengamatan Arif selama ini, Leon memang begitu dendam pada Arjun, namun ia juga tak tahu apa alasan di balik kebencian itu. Hingga Leon begitu nekat untuk mencelakai Arjun, ia seolah tak takut jika perbuatannya akan mendapatkan konsekuensi yang besar. Apa lagi, Leon itu adalah salah satu siswa yang mendapatkan beasiswa bisa bersekolah disini.

"Arif," Arziel memanggil nama Arif, saat terlihat Arif sedang melamun dalam pikirannya.

"Rif," Arziel sampai menepuk pelan bahu Arif. Arif pun langsung tersadar dan terkejut. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal saat di tetap begitu intens oleh Arziel.

"Lo kenapa?" tanyanya.

Arif menggelengkan kepalanya, "gak kak. Aku gak papa."

"Arif bisa jelaskan maksud kamu tadi?" tanya Devin setelah Arif sepenuhnya telah sadar dari lamunan itu. Karena mereka yang terlalu mendesak agar ia segera mengatakan apa yang terjadi pada adiknya, akhirnya Arif tak punya pilihan lain. Ia harus mengatakan kejadian sebenarnya. Ia tak boleh berbohong ataupun menyembunyikan sesuatu, yang ini menyangkut keselamatan Arjun Sendiri.

Arif mengambil ponselnya di dalam saku celana. Lalu memutar video yang ia rekam. Di kelas Arjun memang tak ada CCTV, karena CCTV itu selalu saja rusak setelah di ganti. Hal yang aneh, akhirnya mereka memilih untuk tak menggunakannya saja. Tetapi, bukankah akan menyulitkan jika terjadi sesuatu di kelas itu, dan tak ada yang bisa melihat kronologis kejadiannya. Tak ada bukti yang bisa membuktikan kebenaran. Tapi apa boleh buat, percuma di pasang kalau akan tetap rusak.

Devin dan Arziel fokus mengamati apa yang terekam di handphone Arif. Mereka sungguh tak percaya atas apa yang mereka lihat. Jika tak ada siswa itu, mungkin saat ini Arjun sudah berada di rumah sakit.

Devin mengepalkan tangannya kuat. Tatapannya berubah marah penuh emosi. Ia marah karena adiknya yang di jadikan target untuk membuat keluarga Mahardika hancur. Mereka begitu menjaga Arjun, namun mengapa masih saja ada yang tak menyukai anak manis yang juga jahil seperti anak itu. Padahal, Arjun itu memiliki hati yang baik, hanya saja mereka tak mengerti.

18 agustus 2022

Saudara MahardikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang