Part 5. Ngegabut seharian bareng kak Bryan.

847 76 0
                                    

Hari ini hari Selasa, dan Arjun lebih memilih untuk tidak berangkat ke sekolah, di karenakan ia yang terlambat bangun. Bagaimana tidak, semalam ia begadang bersama Geziel dan Arga. Meski sudah di larang, namun bertiga seakan mengabaikan omelan sang mama.

Dan hari ini, terpaksalah, Milda membiarkan anaknya tinggal di rumah, hanya berdua dengan Bryan. Karena hari ini cuma Bryan yang memiliki waktu luang, tidak ada kegiatan di kampusnya.

"Ingat pesan mama. jangan nakal, jangan buat kakak kamu marah!" pesan Milda sebelum ia meninggalkan rumah.

Awalnya Milda ingin menemani bungsunya itu, namun karena ada sesuatu yang sangat penting, yang tidak bisa ia tinggalkan. Terpaksalah ia membiarkan anaknya di rumah, beruntung jika Arjun tidak berulah.

"Siap ma," hanya itu balasan dari Arjun. Entah ia akan benar-benar menurut atau melanggar pesan mamanya.

Di ruang keluarga di lantai bawah itu, Arjun tengah menonton sebuah kartun. Ia hanya sendirian karena mengetahui jika kakaknya itu tak akan bangun jika tidak melewati pukul sepuluh pagi.

Menonton sambil bermain game di handphone, namun kebanyakan fokus pada ponsel di banding layar besar yang menyala di depannya dengan menayangkan sebuah kartun, kesukaan anak itu.

Remaja itu melirik ke dinding, dimana jam ber denting menunjukkan pukul 08.56 pagi. Ia menarik nafas ketika dalam satu jam kedepan ia masih berada di posisi ini, sendirian. Ingin keluar, tapi Arjun takut di culik. Ia pernah di culik ketika masih SD dulu, dan dari situlah ia tak dibiarkan untuk keluar rumah sendirian.

Bryan, kakak ke tiga dari 12 bersaudara itu. Memiliki kelainan dari saudaranya yang lain. Dimana tingkat kegabutannya sudah setara dengan dewa, dia ini anak yang sangat pemalas, bahkan hobinya cuma rebahan doang.

Namun anehnya, dia menjadi incaran ciwik-ciwik di kampusnya. Salah satu pangeran sekolah, yang kelihatannya sangat cool dan irit bicara. Wajahnya memang tampan, tetapi jika menjadi manusia yang seolah tak memiliki tujuan hidup, kan percuma.

Dia ini adalah yang paling pendiam di antara saudaranya yang lain. Ia bahkan tak berbicara jika bukan mereka yang mengajaknya bicara lebih dulu. Melakukan sesuatu dengan setengah hati, bahkan setiap hari dia kerjaan ya cuma makan, tidur, belajar kalau di kampus aja.

Jika di tanya apa hoby anak itu, maka Bryan akan menjawab, "Makan dan tidur, udah itu aja."

Sungguh Arjun aja sempat mengira jika kak Bryan itu sebenarnya bukan kakaknya. Karena anak-anak Mahardika itu rata-rata cerewet dan banyak tingkah. Terlebih Arjun, Geziel, Devin dan juga Arga.

Melihat pintu kamar sang kakak akhirnya terbuka, membuat Arjun langsung melompat turun dari sofa. Dengan berlari ia menghampiri Bryan yang masih memakai piyama tidur.

"Kak Ian!" teriak Arjun memanggil nama Bryan dengan sebutan Ian.

Bryan menoleh dengan malas, ia menatap adiknya itu yang mencoba menghalangi jalannya ke dapur.

"Kak Ian, kata mama hari ini harus jagain Arjun. Karena gak ke sekolah," pintanya dengan senyuman lebar khas anak itu.

"Kak Ian juga harus menemani Arjun main, jangan di kamar aja kayak perawan, kata mama. Kak Ian juga harus menuruti segala perintah Arjun, gak boleh nolak!" pesan Arjun dengan panjang lebar.

Bryan menanggapi hanya dengan deheman. Lalu berjalan ke dapur meninggalkan Arjun yang masih terpaku di tempatnya.

"Hmm doang? Dih, lagi sariawan kali," gumam Arjun.

Arjun berjalan ke dapur menyusul Bryan yang sedang membuat segelas susu. Karena Arjun yang memang selalu ingin di perhatian tak ingin di cueki, akhirnya ia dengan cepat mengambil gelas kosong.

Lalu remaja itu meletakkannya di samping gelas susu yang sudah di buat Bryan.

"Mau juga dong kak, tolong buatin."

Bryan tanpa menjawab. Ia pun kembali membuat susu untuk Arjun. Meskipun Bryan itu pendiam, ia tidak akan mengabaikan permintaan adiknya, kecuali jika moodnya sudah buruk dalam level maksimal.

****

Saat ini, Arjun sedang duduk lesehan di sebuah karpet depan televisi. Setelah membuat susu tadi, mereka berdua memutuskan untuk menonton.

Bryan duduk di sofa sambil menikmati susu buatannya dan juga beberapa cemilan, sembari menonton dengan nikmat. Hal seperti ini adalah hal yang cukup baik untuk Bryan, karena ia tidak perlu banyak bergerak. Cukup duduk sembari menonton tv, untuk menghabiskan waktunya.

Beda Bryan, beda dengan Arjun yang justru menggerutu kesal. Namun gerutuannya itu seolah di abaikan oleh Bryan. Ia seolah tak menganggap kehadiran Arjun yang mengoceh lebih tepatnya menggerutu dengan keras.

Siapa yang tidak kesal, jika anak seperti Arjun yang anaknya itu aktif malah harus di buat berdiam diri sambil menatap layar yang menampilkan sebuah sinetron.

Sungguh kegabutan yang sangat tak berguna. Anak itu mencoba untuk menikmati, tapi bagaimana bisa ini bahkan sudah dua jam lamanya, hanya duduk tak melakukan apa-pun, kecuali menatap layar televisi sih.

Arjun menyerah. Ia berdiri, lalu menatap kakaknya yang masih fokus menikmati sinetron itu. Arjun yang kesal pun, mematikan layar televisi, ia masa bodoh jika nanti Bryan akan marah. Karena kakaknya yang satu ini tuh, memang sangat jarang marah, atau pun hampir tak pernah.

"Kak, ayo keluar. Arjun pengen main sepeda di halaman depan," pinta anak itu.

"Malas," balas Bryan tanpa melihat wajah kusut Arjun.

Arjun yang kesal menghentakkan kakinya, memang benar yang di katakan oleh Devin tadi, jika bisa saja ia mati kebosanan jika hanya berdua dengan Bryan di rumah ini.

"Kak, Arjun pengen keluar, mau main. Bosen tau di sini aja. Arjun itu gak betah lama-lama duduk. Beda sama kakak!" gerutu Arjun.

"Pokoknya mau Keluar!"

Bryan menghela nafas sabar. Sungguh nasib sial bagi Bryan harus menghadapi tingkah kekanakan dari Arjun.

"Kakak bilang jangan, ya jangan. Nurut Arjun!"

"Jangan buat kakak kesal!"

Di tidak membentak, hanya saja suaranya sedikit meninggi dari biasnya namun mampu membuat Arjun kembali duduk di karpet.

Arjun mengakui jika orang pendiam sedang marah, maka marahnya itu akan menyeramkan.

"M-maaf," cicit Arjun sambil mengambil ponselnya guna mengabaikan rasa bosannya.

"Kakak lagi gak mood untuk keluar. Jadi tolong hargai kakak," ujar Bryan dengan suara yang lembut. Ia tentu tak tega melihat wajah sedih adiknya itu, tetapi kembali lagi. Bryan malas bergerak, rebahan bagaikan surga dunia untuknya.

Arjun tak membalas perkataan Bryan, dirinya hanya duduk menyibukkan dirinya dengan ponsel, berharap bisa mengurangi rasa bosan yang ia rasakan, menunggu sampai kakak-kakaknya pulang."

"Tau gini, mending sekolah aja tadi," batin Arjun menyesal.

"Kirain akan menyenangkan karena bolos eh malah jatuhnya membosankan."

"Pokoknya kak Devin, kak Geziel dan Arziel aku tunggu nanti malam kalian harus menemani Arjun bermain. Pokoknya kalian harus menuruti keinginan Arjun sebagai pengganti hari ini."

Dan akhirnya, mereka berdua berada di posisi yang sama bahkan setelah malam tiba. Dari jam 10 pagi hingga jam 7 malam, mereka berdua tak beranjak dari posisinya. Seolah ada magnet yang menariknya hingga tak bisa beranjak dari tempatnya. Bryan sih baik-baik aja, beda dengan Arjun yang sudah di pastikan mati kebosanan.

24 juni 2022

Saudara MahardikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang