21. Ariel kemana?

221 40 0
                                    

Setelah memberi beberapa kecupan pada pipi sang adik, ketiga saudara Mahardika itu langsung bergegas ke kelas mereka. Pelajaran sudah hampir di mulai, meski anak dari pemilik sekolah, mereka tetap disiplin kok. Dan gak akan membolos karena itu merupakan perbuatan tercela. Bagi mereka, membolos sama saja memperburuk masa depan, karena tujuan mereka bersekolah juga untuk kebaikan mereka di masa yang akan datang.

Arjun yang tinggal oleh saudaranya, memilih memainkan ponsel. Sembari menunggu kedatangan guru juga Ariel, sahabat dekatnya. Semua murid juga kembali duduk di tempat masing-masing, sibuk dengan kegiatannya tanpa lagi berfokus pada Arjun.

Memang yang di katakan Leon itu jugalah memang benar. Tidak semua murid di kelas ini, sekolah ini tulus berteman dengan Arjun. Mereka hanya ingin terhindar dari masalah jika mencari masalah dengan anak itu. Arjun pun menyadarinya, yang benar-benar tulus dengannya hanyalah Ariel, remaja dengan kulit putih bersih itu sangat baik kepada Arjun.

Kebaikannya bukan karena ada hal lain, ia tak sama dengan murid-murid yang terkadang bermuka dua. Manis di depan, namun berbanding terbalik dengan sifat aslinya.

Leon yang duduk di barisan belakang, menatap nyalang pada Arjun, yang sedang asik bermain ponsel sendirian. Raut wajahnya begitu menunjukkan kebahagiaan. Sesuatu yang sangat Leon benci ketika keluarga Mahardika tak pernah merasakan apa yang pernah ia rasakan.

Meski, Leon sadar. Jika bukan mereka yang telah membunuh ibunya, tetapi tetap saja karena kedatangan mereka yang dipandang lebih berharga, Leon harus merasakan sakit kehilangan ibunya yang tak bisa tertolong oleh tim medis. Karena mereka lebih mengutamakan bungsu Mahardika yang pada saat itu memang sedang sekarat.

Dalam pandangan Leon, tersimpan dendam yang begitu besar. Di dalam hatinya penuh kemarahan yang sangat besar pada keluarga Mahardika, pemilik sekolah yang saat ini tempat ia menuntut ilmu. Setidaknya, sebelum ia dikeluarkan dari sekolah ini, Leon harus membuat Arjun merasakan perasaan terluka, tangisan dan rasa kehilangan.

Tak lama, seorang guru datang, dengan memakai kacamata kebanggaan. Namanya bu Rianti, guru killer yang mengajar Fisika. Sungguh sangat menegangkan suasana saat bu Rianti memasuki kelas, belajar dengan tampang serius tanpa bisa bergerak barang sedikit pun. Bu Rianti sangat tak menyukai murid yang nakal, bermain saat sedang menjelaskan, apalagi jika ada murid yang terlihat mengantuk, dan tidur.

Bu Rianti, tidak akan segan-segan langsung menghukum murid itu. Menyuruhnya melakukan hukuman dari yang kecil hingga berat, tergantung kesalahan yang di perbuat nya. Siswa tidak bisa menolak atau pun membantah, karena jika mereka protes maka hukuman yang lebih berat menanti.

Tapi, peraturan yang di buat bu Rianti, akan di kecuali kan untuk Arjun. Karena ia tak bisa melakukan aktivitas berat yang dapat mempengaruhi kesehatannya. Jadi daripada kehilangan pekerjaan, bu Rianti lebih memilih membebaskan anak itu, mau melakukan apapun di saat jam pelajarannya. Ia tidak akan menegur apalagi sampai menghukum.

Hal ini juga yang membuat murid lain iri, merasa tak adil. Tapi tak ada yang bisa mereka lakukan kecuali memendam ketidakadilan itu. Terutama Leon yang sangat merasa terhina, lagi dan lagi orang kaya akan di perioritas kan. Apalah daya, Leon hanyalah murid miskin yang beruntung bisa bersekolah disini.

Pelajaran terus berlanjut, bu Rianti menjelaskan dengan begitu detail, dengan suara yang keras lantang. Sengaja agar tak ada anak yang merasa mengantuk ketika belajar Fisika, meskipun ini pelajaran pertama di pagi hari. Semua murid tampak begitu tenang, duduk di kursih dengan pandangan mengarah kedepan dimana bu Rianti sibuk menejelaskan.

Arjun yang duduk di barisan depan, tepat di hadapan meja guru. Sedari tadi ia gelisah, tak bisa berfokus pada penjelasan bu Rianti. Ia memikirkan Ariel yang tak kunjung datang. Biasanya, anak itu sudah lebih dulu sampai sebelum Arjun datang. Tapi tak mungkin juga jika ia sakit ataupun telat. Meski kemarin chat nya memang tak di balas. Entah karena apa.

Sesekali, Arjun akan menengok ke arah pintu. Berharap Ariel datang. Jika Ariel gak ke sekolah hari ini, Arjun pasti akan sangat kesepian,  karena tak ada yang mau menemaninya. Memang banyak yang menawari, tetapi tak ada ketulusan di balik sikap baiknya itu. Arjun merasa sendiri sekarang.

Tiga jam berlalu, masih tak ada tanda-tanda kedatangan Ariel. Dan ini sudah bisa dipastikan Ariel tak masuk hari ini. Arjun menghela nafas berat. Bersamaan dengan bu Rianti yang mengakhiri pembelajarannya. Sebelum keluar, ia memberikan sebuah tugas yang harus di kerjakan dan di kumpul minggu depan. Semua murid hanya bisa mengiyakan meski tak terlalu paham dengan apa yang di jelaskan nya tadi.

"Arjun, Ariel gak datang?" tanya seorang siswa dengan bernama tag Rafli. Ia datang menghampiri meja Arjun, dengan senyuman menghiasi wajahnya.

"Sepertinya enggak," balas Arjun sembari menggeleng-gelengkan kepalanya ragu. Ia juga tak yakin, jika Ariel akan datang atau tidak. Tetapi ini sudah jam istirahat mana mungkin Ariel akan datang. Ini sudah sangat telat.

Rafli manggut-manggut," mau ke kantin bareng?" tawar nya pada Arjun.

Arjun yang di tawari menjadi bimbang. Namun, ia cukup sadar diri jika dirinya tak lebih hanyalah suatu beban yang di benci di kelas ini. Namun tak pernah mereka menunjukkan kebenciannya pada Arjun, kecuali Leon yang memang sering kali menunjukkan ketidaksukaannya.

Ia mengerti banyak yang tak terima dengan peraturan tak adil ini, namun hal yang membuat Arjun menjadi sakit karena mereka hanya memilih diam. Menikmati seolah baik-baik saja, menerima dengan lapang dada. Padahal, akan lebih baik jika mereka dapat mengemukakan pendapat yang kiranya tak mereka terima. Tapi justru di hadapannya akan bersikap sangat baik, entah tulus atau sebaliknya.

"Nanti aja," balasnya singkat. Ia membalas senyuman Rafli dengan tersenyum tipis.

"Oh. Baiklah, kalau gitu gue pergi duluan ya," ujar Rafli yang ingin ke kantin untuk mengisi perutnya yang sudah keroncongan, Arjun hanya menganggukkan kepalanya menanggapi ucapan Rafli. Mereka memang tak dekat, tapi ia tahu Rafli juga adalah anak yang baik.

Siswa siswi juga berlalu dari kelas. Ada yang ke kantin, ke perpustakaan, ke lapangan, hingga yang tertidur di kelas. Arjun hanya di tinggal oleh dua siswa laki-laki yang memang hobi tidur di kelas. Apalagi saat tak ada pelajaran, maka waktunya bisa ia habiskan dengan mengarungi alam mimpi.

Arjun kesepian dikelas ini. Ingin menemui kakaknya, tapi ia malas ke lantai tiga. Akhirnya Arjun hanya duduk di kelas sembari memainkan ponsel, dan pikiran yang tertuju pada Ariel.

Ia melihat chattingan mereka kemarin. Dan ternyata belum dibaca oleh sang sahabat. Entah kemana perginya Ariel, ia tak memberi kabar juga tak merespon pesan yang ia kirimkan. Arjun khawatir dengan keadaan Ariel.

16 agustus 2022

Saudara MahardikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang