Part 16. Ariel

268 38 0
                                    

"Ya Tuhan.. Ini sangat sakit," batin Arjun yang merasakan sakit di tubuhnya.

Ariel yang peka langsung menengok ke belakang, mendapati Arjun yang sedang berjongkok di tengah lapangan. Anak itu menelungkup kan wajahnya pada lipatan kaki. 

Ia pun langsung berlari menghampiri Arjun, merasa bodoh bahkan tak memikirkan masalah kesehatan sahabatnya itu. Bukan tak peduli, hanya saja Ariel memang lupa jika Arjun itu, sengaja di larang untuk tidak mengikuti pelajaran olahraga.

"Anjir. Bisa-bisanya gue gue lupa. Duh Arjun semoga lo gak papa," batin Ariel yang di landa kepanikan dan kekhawatiran.

Ariel sendiri tak mengerti mengapa ia bisa lupa, padahal ia sudah di beri kepercayaan oleh Devin, kakak kelasnya.

"Arjun loh gapapa?" tanya Ariel sambil menepuk pelan punggung anak itu.

Merasa ada yang menyentuhnya,  Arjun mendongak, melihat Ariel yang tampak cemas. Ia yang tak ingin membuat Ariel khawatir atas dirinya, langsung memberikan sebuah senyuman.

"Gue gak papa," balas Arjun.

Anak itu memaksakan dirinya, untuk berdiri.  meski ia masih linglung. Ariel segera membantu, meski Arjun menolak.

"Lo gak papa gimana?! Itu lo pucat banget," Ariel merasa tak percaya dengan ucapan Arjun. Ia yakin jika Arjun itu sedang berbohong. Wajahnya sangat pucat, menandakan anak itu sedang sakit. Perkataannya memang berkata baik-baik saja, namun nyatanya keadaan anak itu malah sebaliknya.

"Gue gak percaya. Sekarang kita harus ke UKS. Gue takut lo kenapa-napa, gue juga harus memberitahu kak Devin soal ini," ujar Ariel.

"Gue gak papa!" Arjun tak sengaja membentak. Bukannya apa, ia kadang hilang kontrol. Dadanya sakit, namun ia tidak ingin ada orang yang mengasihaninya. Meski ia tahu, jika Ariel tulus khawatir padanya, namun terkadang Arjun takut. Takut pada dirinya sendiri.

Ariel yang terkejut, akhirnya terdiam. Ia sendiri tak mengerti mengapa suasana kali ini menjadi sangat canggung. Mungkin karena pertama kalinya Arjun berbicara ketus padanya.

"S-sorry.. G-gue baik-baik aja. Lo gak usah khawatir," Arjun meminta maaf setelah tak sengaja hilang kendali. Saat sakit begini, emosinya memang naik turun, tak terkendali.

Ariel memegang tangan Arjun, yang mulai bergetar. Ia menatap lembut bola mata sang sahabat.

"Arjun, kita sudah mengenal selama 4 tahun lamanya. Gue sudah sangat mengerti akan keadaan lo, gue selalu menganggap lo itu saudara gue, bukan hanya sekedar teman.  Saat lo sakit, gue tahu. Karena lo orang yang paling sulit untuk menyembunyikan itu."

"Meski terkadang lo mungkin merasa takut, jika gue itu menjadi salah satu dari sekian murid yang tak tulus berteman dengan lo. Tapi Arjun, gue akan menjadi orang paling depan jika ada yang menyakiti hati lo. Kita sahabat dan saudara secara bersamaan."

Arjun terdiam, mendengar penuturan Ariel. Ia sendiri bingung. Apakah ia menempatkan Ariel itu sebagai sahabat atau hanya menganggap anak itu adalah suruhan kak Devin untuk menjaganya.

Ia sangat sulit mendapatkan teman yang tulus, jujur. Karena selama ia bersekolah semua murid-murid berteman dengannya, hanya karena status. Baik jika berada di depannya, lalu membicarakan, menertawakan, dan menghina dirinya yang tak pantas menjadi bagian dari Mahardika. Ia lebih kepada hama yang harus di musnahkan.

"Arjun tatap mata gue. Gue tulus jadi sahabat lo, gue rela lo jahilin selama-lamanya agar lo itu jadi bahagia. Gue selalu ingin persahabatan kita berlanjut sampai di masa depan. Percaya sama gue, gue bukanlah orang jahat yang akan memanfaatkan lo."

Arjun tanpa sadar mengeluarkan air mata. Air mata yang sangat ingin ia tahan, karena gengsi. Namun air mata itu berhasil lolos hanya karena kata-kata Ariel.

"Masa depan itu apa?" lirih Arjun menatap Ariel. Ia dapat melihat jika anak itu kesulitan menjawabnya. Membuat Arjun langsung terkekeh pelan, pertanyaannya memang sangatlah konyol.

"Bukankah kak Devin sudah memberitahukan semuanya. Jika beruntung Arjun masih bisa bertahan sampai tahun depan, jika tidak mungkin aku hanya akan berjuang sampai sini saja," ungkapnya memegang dadanya yang semakin sesak dan sakit.

Ariel panik ketika anak itu mulai mengerang kesakitan. Dan tanpa menunggu persetujuan dari Arjun, Ariel langsung menyuruh anak itu naik ke punggungnya.

Meski sudah menolak, namun mati-matian Ariel memaksa. Akhirnya Arjun pasrah untuk di gendong di punggung menuju ke UKS.

Murid-murid masih berada di kelas masing-masing. Belum beristirahat. Namun kelas Arjun beruntung karena hari ini, guru yang mengajar jam berikutnya sedang izin, tidak masuk.

"Arjun, gue emang gak pernah tau masa depan itu seperti apa. Apa yang akan terjadi, dan bagaimana perkembangan dunia di saat itu. Tapi harapan gue, kita bisa bersama-sama menghadapi dunia, bersama-sama menyambut masa depan yang indah.

Arjun, gue percaya keajaiban itu ada. Dalam setiap doa, gue selalu menyebut nama lo, agar penyakit jahat yang lo derita segera hilang dan lo sembuh menjadi anak yang ceria. Ceria dalam artian benar-benar bahagia. Bukan ceria yang hanya kepalsuan.

Gue pengen lo selalu bahagia. Gue selalu tulus pada lo Arjun. Meki gue ngerti jika lo mungkin takut, jika gue cuma berpura-pura. Gue tau kepercayaan lo pada teman sudah hilang, semenjak di kelas delapan dulu. Tapi percayalah gue gak akan pernah mengkhianati lo. Gue akan membuktikan semuanya.

Tapi harapan gue yang paling besar adalah bisa bersama dengan lebih lama lagi. Bahkan gue pengennya, gue lah yang pergi duluan. "

Ariel membatin di sepanjang jalan. Ia berlari dengan sangat cepat, seperti tak ada beban. Seharusnya Ariel lah yang mendapat nilai 99 di pembelajaran tadi, bukannya Leon, anak angkuh yang hanya bisa menyombongkan segala hal. Selalu menghina, menindas, dan membully anak-anak yang pantas itu di perlakukan demikian.

"Arjun," Ariel memanggil Arjun, yang selama perjalanan tak mengeluarkan sepatah katapun.

"Hmm?" Arjun bergumam lirih. Ariel bernafas lega, ia pikir jika Arjun tertidur atau pingsan. Makanya ia memanggil anak itu untuk memastikan.

"Lo jangan tidur ya.. Tahan bentar sakitnya, ini udah hampir sampai di UKS," Ariel memberikan pesan. Ia tidak bisa berbohong jika tangannya bahkan sempat bergetar karena panik dan takut.

"Jika sampai Arjun kenapa-napa. Gue bersumpah, jika ini semua karena pak Denny yang sangat memaksakan itu. Tidak menerima alasan katanya, padahal Arjun sengaja di larang karena akan sangat berbahaya dengan kesehatannya.

"Jangan takut gitu, gue gak papa. Ini cuma sakit dikit," Arjun bersuara dengan sangat pelan.

"Tetap aja gue khawatir," Ariel berkata jujur membuat Arjun tak bisa menyembunyikan senyumannya. Mungkin kah dengan begini ia bisa percaya dan yakin, jika Ariel itu orang baik.

Namun langkah Ariel terhenti, saat tiba-tiba Leon berdiri di hadapan mereka berdua. Sembari merentangkan kedua tangan, menghalangi jalannya.

"Anjir nih manusia terkutuk. Bisa-busanya ganggu pas genting gini," misuh Ariel dalam hatinya.

25 juli 2022

Saudara MahardikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang