26. Leon menangis

360 42 0
                                    

Setelah berdiskusi, kini Devin, berserta kembar Ziel sedang menunggu Arjun di dekat parkiran. Katanya, ia sedang ada urusan mendadak, bukunya ada yang tertinggal. Sebenarnya tak masalah ia bisa mengambilnya besok, akan tetapi buku itu berisi tugas yang harus ia kerjakan sebentar dan mengumpul nya besok. Jadi ia kembali ke dalam kelas.

Jantung Arjun berdetak kencang saat menyadari kelas belum kosong. Ada suara tangisan seseorang, yang terdengar jelas di telinganya kini. Posisi Arjun berada tepat di depan pintu kelas yang tertutup rapat. Bulu kuduknya tiba-tiba meremang saat merasakan hawa lain dari sini. Ia tak tahu perasaan apa ini, takut ataukah apa?

Arjun tentu terkejut, atas apa yang di dengarnya kini. Ia takut jika yang menangis itu bukanlah orang biasa, melainkan mahkluk halus. Seharusnya ia tak percaya pada hal semacam ini, tetapi siapa yang akan tahu, bisa saja hal itu terjadi. Apalagi semua orang disini sudah pergi, pulang ke rumah nya.

Bodohnya Arjun, malah sok berani masuk ke sekolah sendiri dan menolak ajakan kakaknya yang ingin menemaninya. Seandainya ia tahu hal semacam ini terjadi, Arjun tak akan masuk sendiri. Ia pasti akan mengajak mereka menemaninya. Ingin kabur pun sekarang percuma, tinggal beberapa langkah lagi ia akan mengambil bukunya itu, dan bergegas pulang.

Arjun menarik nafas dalam, lalu menghembuskan nya. Meyakinkan diri sendiri bahwa yang ia dengar adalah suara manusia, bukan mahkluk yang lain. Arjun memejamkan matanya sejenak. Lalu membukanya saat di rasa ia sudah mulai tenang. Ia harus bertekad dan memberanikan diri, lagian suaranya juga kayak manusia, jadi tidak mungkinlah itu hal lain.

"Ayo, Arjun. Lo pasti bisa," ia memegang knop pintu, membukanya dengan gerakan yang sengaja ia lambat kan. Dengan membaca doa, ia berhasil membuka pintu itu. Mata Arjun langsung membola tatkala melihat pemandangan di hadapannya ini, seseorang dengan punggung yang menghadap membelakanginya.

Seseorang  itu masih memakai seragam sekolah yang sama dengannya. Arjun mulai berfikir itu tidaklah mungkin hantu atau semacamnya. Mana ada seorang hantu yang bertubuh lengkap, juga terpampang sangat nyata di pandangannya. Tapi, sebenarnya bisa saja sih, dia itu hantu. Karena belum ada yang membuktikan jika itu adalah salah satu temannya yang sengaja tinggal di sekolah.

Arjun yakin, dirinya lah yang paling terakhir kali keluar. Lalu siapa yang sekarang berada di hadapannya ini?

"Ibu..." akhirnya, suara lirihan beserta dengan isakan yang terdengar pilu memenuhi pendengaran Arjun yang berdiri di dekat pintu kelas. Ia mengenal suara itu, meski tak pernah saling sapa, tak pernah mengobrol namun ia tahu, pemilik suara itu adalah Leon.

Arjun menggelengkan kepalanya, berpikir itu tidaklah mungkin Leon. Leon itu anak yang keras dan pantang menangis. Mana mungkin itu adalah dia.

"Ibu.. Leon rindu," kalimat yang baru saja terdengar itu membuat Arjun begitu terkejut. Orang itu menyebut dirinya sendiri dengan nama, yaitu Leon. Tetapi benarkah yang terdengar pilu itu adalah Leon, seseorang yang tadi hampir saja mencelakainya.

Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa sosok Leon ini menangis sendirian dikelas. Padahal anak-anak sudah pulang. Mengapa ia memilih tinggal di sekolah, menghabiskan waktunya dengan menangis sendirian. Dan mengapa Leon juga berfikir ingin mencelakainya, sebenarnya apa yang terjadi, apa kesalahannya hingga Leon membencinya?

Banyak sekali pertanyaan dari Arjun, namun tak sekalipun ia mempertanyakan itu langsung pada Leon. Ada sesak di hatinya saat bukannya menjawab pertanyaan darinya dengan kalimat biasa,  namun Leon justru akan membalasnya dengan kata-kata keji, kasar dan terkesan marah. Selalu ada emosi ketika Leon berbicara dengannya..

Leon berjalan dengan langkah yang di pelan kan, ia tak boleh sampai ketahuan jika dirinya datang. Untung saja posisi Leon saat ini membelakanginya. Semakin dekat, tangisan itu semakin terdengar jelas. Arjun bertanya dalam hatinya, sebegitu beratnya kah masalah yang di tanggung oleh Leon? Karena Arjun yang hanya mendengar tangisan itu merasa sesak di dadanya. Rasanya, Arjun juga ingin ikut menangis bersamanya.

Namun, ia tak boleh melakukan hal itu. Cukup ambil buku lalu segera pergi dari sini. Ia tak mau membuat Leon merasa nyaman atau sangat membencinya karena kehadiran Arjun disini. Ia tahu, jika Leon mengetahui itu pasti akan ada masalah.

Butuh waktu yang cukup lama, agar langkah kakinya tak di dengar oleh Leon. Sembari meneguk ludah kasar, ia mencoba mengambil bukunya di dalam laci meja. Sesekali Arjun menoleh takutnya Leon akan melihat kehadirannya, ia berusaha agar tenang dan bukunya bisa segera ia ambil lalu pergi dari sini. Tanpa ketahuan jika Arjun menyaksikan sisi lain dari Leon.

"Ibu.. Ayah..  Aku rindu.. Kapan aku bisa bertemu kalian lagi," suara yang bercampur dengan tangis dan isakan itu membuat Arjun yang sudah ingin melangkah pergi kini menghentikan langkahnya, lalu menoleh pada Leon yang masih berada di tempatnya, tangisnya juga semakin menjadi-jadi.

Buku sudah ada di tangannya, tinggal melangkah menuju pintu dan segera pulang untuk mengistirahatkan tubuhnya. Tapi, langkahnya mendadak memberat, ada sesuatu yang menahannya untuk pergi dari sini.  Sebenarnya masalah akan datang ketika ia ketahuan, namun ia juga penasaran alasan di balik tangisan itu, alasan mengapa Leon memilih berada si sekolah sendirian sembari menangis.

"Mengapa Tuhan begitu kejam atas takdirku... Mengapa Tuhan mengambil kalian,  disaat aku masih membutuhkan kehadiran kalian disisi ku,"

"Kesalahan apa yang pernah ku buat, hingga Tuhan mengambil kalian terlebih dulu.. Aku rindu. Rindu yang tak akan bisa terbalaskan lagi.. Semuanya menjadi kenangan yang akan selalu ku ingat, kini aku tak akan bisa lagi memakan masakan mu ibu, tak akan bisa lagi memeluk tubuhmu ketika aku rindu, sedang ada masalah, juga tak akan ada yang merawat ku saat aku sakit."

"Ibu, ayah. Apakah kalian tahu, di sini aku gak memiliki teman. Gak akan ada yang mau berteman dengan anak miskin sepertiku.. Maaf, bukan aku kecewa karena kita yang memang miskin, tapi orang kaya akan terus saja membenci orang miskin, karena menurut mereka semuanya bisa di beli dengan uang. Termasuk nyawa.. Dan aku berjanji, nyawa juga akan di balas dengan nyawa.. Sudah cukup penderitaan ini, sebelum aku menyusul izinkan aku untuk melakukan ini, ibu, ayah."

Kalimat-kalimat yang di lontarkan oleh Leon tiba-tiba membuat Arjun merasakan sesak di dadanya. Dari sini aku mengerti jika orang tua Leon ternyata sudah tiada. Ia mendadak ikut sedih, tak tega dengan apa yang menimpa Leon. Meski tak tahu bagaimana kehidupan Leon yang sebenarnya.

Arjun menguatkan diri agar tak sampai menangis. Dan dengan langkah yang di pelankan seperti tadi ia meninggalkan Leon sendirian. Arjun berjanji ia tak akan membocorkan segala apa yang ia lihat juga ia dengar tadi.

21 agustus 2022

Saudara MahardikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang