22. Niat jahat Leon

219 30 0
                                    

Arjun yang memilih tak makan di kantin, merasakan perutnya mulai berbunyi, ia kelaparan. Namun, juga malas beranjak sendiri untuk menuju kantin. Andai Ariel datang ia pasti sudah memakan makanan di kantin dengan bersenda gurau bersama. Namun, alih-alih kesal karena tak di beri kabar oleh Ariel, ia justru merasa cemas pada sahabatnya itu.

Tak biasanya Ariel akan mengabaikan pesan yang ia kirimkan, tak biasanya juga ia tak masuk sekolah kecuali itu benar-benar ada urusan yang sangat penting juga karena sakit. Dan alasan ketidakdatangan Ariel juga pasti tak jauh dari kedua sebab itu. Tetapi semoga saja, Ariel hanya sedang ada urusan, bukan karena sakit.

Maka ia lebih memilih memainkan ponsel di handphonenya meski ia sudah di landa kebosanan. Ini sama saja jika ia di tinggal berdua bersama kak Bryan waktu itu. Rasanya suram tak ada tanda kehidupan. Ia yang juga termasuk anak yang aktif, kini malah tak beranjak dari tempat duduknya.

Sudah bermain ponsel selama empat belas menitan. Arjun meletakkan ponselnya dengan sedikit kasar, tak ada yang menarik. Ia hanya men scroll media sosial, karena gamenya yang biasa seru, kini tiba-tiba tak lagi menarik, untuk di mainkan. Hanya helaan nafas kasar yang di keluarkan oleh bungsu Mahardika itu. Diliriknya, kedua siswa laki-laki yang tertidur dengan nyaman di kelas ini. Seolah, tak terganggu dengan beberapa gerutuan Arjun beberapa saat yang lalu.

Mereka teelihat begitu nyenyak dalam tidurnya. Hingga membuat hati Arjun merasakan perasaan yang aneh. Ia tahu, salah siswa itu adalah orang yang sangat ingin ia ajak bicara. Namun, Arjun sama sekali tak memiliki keberanian untuk menyapa terlebih dulu. Padahal, banyak hal yang sangat ia ingin sampaikan pada si remaja. Namun sepertinya tak pernah ada kesempatan untuk ia bisa mengobrol bersamanya.

Mereka satu kelas, namun jarang sekali berinteraksi. Ada suatu perasaan yang memberontak agar ia segera menyapa si remaja, mumpung kelas lagi sepi. Namun di satu sisi ia tak berani juga tak ingin menganggu waktu istirahatnya. Meski tahu, si remaja tak akan marah jika ia bangunkan, namun tetap saja ada keraguan di hatinya.

Akhirnya, Arjun hanya berdiam diri di bangkunya. Dengan berharap guru segera datang,  ia ingin cepat mengakhiri ini dan bisa pulang untuk tidur tentu saja. Eh ralat, tetapi mengerjai kakak-kakaknya. Hari ini Arjun sedang tak dalam mode jahil, karena ia sedang galau, tak ada teman di sisi nya.

Atensi Arjun teralihkan saat seseorang memasuki kelas. Dengan penampilan yang sama sekali tak menunjukkan jika ia salah satu siswa di sekolah ini. Penampilannya begitu tak rapih, bajunya acak-acakan bak seorang preman di pinggir jalan. Itulah Leon, remaja yang pintar namun kelakuannya terkadang di luar nalar.

Ia memilih cuek, dan berfokus pada ponselnya. Leon berjalan dengan tangan berada di saku celana, lalu duduk di kursi nya tepat di belakang seseorang yang Arjun maksud tadi. Tatapan Leon tertuju pada Arjun, dengan pandangan yang sulit di artikan.

Arjun yang kembali melirik ke arah si remaja tak sengaja menatap mata Leon. Entah hanya perasaannya saja atau apa, tetapi di dalam tatapan Leon tersirat kebencian yang besar, yang di tujukan untuknya. Karena merasa aura nya semakin aneh, Arjun segera mengalihkan tatapannya dan duduk tenang dengan bermain ponsel yang sangat tak menarik.

Tadinya Arjun hanya ingin melihat si remaja yang tertidur di bangku depan Leon, namun Leon justru menatapnya dengan tatapan yang sama dengan tempo hari. Dari sini, ia mengerti jika Leon membenci Arjun, tetapi apa sebabnya. Apa yang membuat Leon tidak menyukai dirinya, padahal Arjun tak pernah menganggu Leon, apalagi mencari masalah dengan remaja. Namun, mengapa jika hanya bersitatap dengan nya lah kebencian itu terlihat, sedang pada orang lain, hanya pandangan biasa pada umumnya.

Arjun yang gugup, menggenggam kedua tangannya erat. Dan dengan ponsel yang ia letakkan di atas meja. Perhatian Arjun langsung berfokus pada ponsel kala sebuah notifikasi pesan muncul. Itu ternyata adalah pesan dari kakaknya, tentu saja si Devin.

Kak singa ngamuk.
Hei..
Lo dimana dek?"

Arjun terkekeh saat melihat nama dari kontak Devin. Sengaja Arjun menamai itu, karena panggilan singa ngamuk memang cocok untuknya ketika sedang marah. Awalnya, Arjun ingin menamai bunglon, karena sifat dan kelakuannya yang bisa berubah secepat kilat di mana pun ia berada. Namun, ia ganti karena merasa kata bunglon terlalu indah untuk Devin.

Me
Di kelas kak.

Kak Singa ngamuk.
Udah makan?
Ingat!
Jangan gak makan, nanti maag lu kambuh.
Sebagai kakak yang baik, gue wajib ingetin lo.

Arjun tak bisa menahan kekehannya saat membaca pesan kakaknya yang terkesan cerewet, seperti perempuan saja pikir Arjun. Ia tak ingin membalas, tapi jika tak di balas kakaknya pasti akan langsung mendatangi kelasnya. Dan dengan sangat terpaksa ia mengetikkan beberapa kata untuk membalas pesan sang kakak.

Me.
Arjun udah makan,
Gak mungkin aku lupa
Oke kak. Guru udah datang tuh, jangan ganggu ya

Balasan Arjun memang ia berbohong. Berbohong soal makan, juga berbohong tentang guru yang sudah datang. Pasalnya, di kelas ini begitu sepi dan hanya ada mereka berempat. Dua tertidur dan dua lagi terjaga dengan pikiran masing-masing, tentu dengan suasana yang sangat canggung.

Leon yang memang sedari tadi mengawasi pergerakan Arjun, tambah bertambah kesal saat anak itu malah terkekeh dan tersenyum ceria memainkan ponsel. Seolah hidupnya memang begitu indah tanpa sedikitpun beban yang ia tanggung.

Leon mengamati sekitar, dan ternyata sedang sepi. Meski tidak hanya berdua di kelas ini, tapi si dua manusia lain hanya sibuk dengan mimpinya. Tiba-tiba, pikiran ide gila memenuhi otaknya.

Leon memegang kepalanya yang agak sakit, berdenyut nyeri saat ingatan tentang kejadian masa lalu kini terekam lagi dengan sangat sempurna di pikirannya. Ingatan yang sudah ia kubur dalam-dalam kini kembali hanya karena melihat keceriaan dari Arjun. Sungguh ia tak suka melihat hal ini, seharusnya Arjun juga menderita, bukan malah berbahagia.

Sibuk dengan pikirannya, sampai Leon tak menyadari jika Arjun tiba-tiba bangkit dari duduknya. Remaja itu perlahan lahan berjalan ke papan tulis, untuk mengurangi rasa bosannya. Keluar kelas, itu sama saja ia akan mendapatkan tatapan dan sapaan ketidak tulusan dari beberapa murid, ia hanya malas melihat mereka yang bermuka dua. Meski tak semuanya tapi Arjun yakin ada sekitar delapan banding dua yang membencinya dan hanya berpura-pura baik padanya.

Leon membulatkan tekad, ia kembali mengamati sekitar. Juga tak lupa menutup pintu kelas dengan gerakan pelan agar Arjun tak menyadarinya. Arjun membelakangi posisi Leon dengan tangan yang aktif bergerak di papan tulis. Menyoret-nyoret hingga membuat sesuatu yang kiranya menarik, karena terlalu seru hingga ia tak menyadari  pergerakan Leon di belakang sana.

Leon perlahan mengambil sebuah kursih dengan sepelan mungkin. Ia berjalan dengan gerakan pelan tak menimbulkan sedikitpun suara menuju Arjun. Dengan membawa bangku, tentu niat Leon adalah ingin melemparkan bangku itu hingga mengenai tubuh seseorang yang ia benci.

Ia memang nekat, tapi kesempatan kali ini tak akan datang dua kali. Mungkin ini saatnya Leon mulai ber aksi, perlahan-lahan membuat Arjun menderita.

Leon berpikir melemparkan bangku ini, hingga mengenai tubuh Arjun. Tak akan membunuh remaja itu. Paling hanya membuatnya di larikan ke rumah sakit. Dan Leon tak peduli jika setelah ini ia akan mendapatkan suatu ganjaran yang lebih besar. Baginya, ia harus membuat Arjun menderita sedikit saja, agar hatinya bisa lebih tenang.

Langkahnya semakin dekat, dengan tatapan tajam penuh amarah, Leon menghembuskan nafas pelan, mencoba meyakinkan dirinya bahwa inilah yang terbaik. Jika ia mundur hanya sakit hatilah yang akan terus ja rasakan tanpa bisa ia berbuat sesuatu untuk melampiaskan perasaannya.

"Satu..." Leon mulai berhitung, dengan langkah yang semakin mendekati tubuh Arjun, yang sama sekali tak menyadari jika ia sedang dala bahaya.

"Dua..."


17 agustus 2022

Saudara MahardikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang