27. Candaan berujung kemarahan

204 27 2
                                    

Maaf banget, baru bisa update lagi setelah dua bulan lamanya gak update buku ini🙏.

*****

Dua minggu berlalu, pada hari minggu cerah Ini, terlihat seorang remaja yang masih enggan untuk membuka kedua matanya. hingga sebuah cahaya  matahari yang masuk melalui sela-sela jendela yang sengaja di buka, hingga tepat mengenai wajahnya.

Di dalam mimpinya,  ia seperti berada di sebuah lapangan luas dengan terik matahari. Namun, secara tiba-tiba hujan turun tanpa di duga. Membuatnya risih, dan akhirnya membuat kedua matanya, dengan perasaan yang tak dapat di gambarkan.

Pemandangan yang pertama kali menyapa indra penglihatannya, adalah sosok pemuda tampan dengan sebuah cengiran tak bersalah. Arjun, dapat melihat jelas apa yang ada di genggaman sang pemuda, itu adalah sebuah gelas yang berisi air. Dan tentulah itu penyebab ia terbangun saat merasakan ada hujan dalam mimpinya.

"KAK RAFKA!" teriak Arjun dengan kesal. Ia bahkan memajukan bibirnya beberapa senti untuk menandakan ia  dalam mode marah.

Namun, bukannya merasa bersalah atau apa, Rafka justru tertawa kencang melihat wajah marah Arjun. Bukannya seram malah jatuhnya menggemaskan. Ingin sekali ia mencubit pipi gembul itu, namun dirinya masih sayang nyawa. Akan di pastikan Arjun akan ngamuk dan mengadu kepada kakak kesayangannya, jika sampai ia melakukan hal itu.

"N.Y.E.B.E.L.I.N." ucap Arjun menekan setiap huruf dari kekesalannya. Ia memalingkan wajah tambah marah melihat sang kakak justru semakin kencang tertawa.

"ARJUN NGAMBEK! MARAH! JANGAN BICARA SAMA ARJUN LAGI, KELUAR DARI KAMAR ARJUN, SEKARANG!" Teriakan Arjun sukses membuat Rafka menghentikan tawanya, meski masih terkekeh kecil, melihat wajah dari sang adik yang tak menunjukkan kemarahan seperti kebanyakan orang-orang.

"He.he. sorry, kakakmu ini hanya berniat baik, untuk membangunkan adik tersayang, tercinta dan paling berkuasa di rumah ini, ucap Rafka dengan kalimat yang geli untuk di dengar.

Arjun sendiri tak merespon,  melainkan semakin memanyunkan bibirnya. Sembari mengambil handphonenya, pura-pura sibuk untuk tak mendengar apa yang di katakan Rafka. Memang beginilah ciri khas nya, ia akan merajuk saat kakak-kakaknya menganggu atau melakukan sesuatu yang kiranya tak Arjun suka. Meski tahu, jika terkadang mereka hanya bercanda. Menciptakan sebuah ikatan persaudaraan yang suatu hari nanti akan di rindukan.

"Dek, sorry," ujar Rafka yang sudah tidak tertawa lagi. Kini wajahnya sudah berubah serius saat Arjun bahkan tak menanggapi dirinya tadi, seolah kehadirannya hanyalah angin lalu baginya, tak di anggap.

Pemuda itu kemudian melangkah, hingga kini tepat berada di hadapan Arjun, yang sedang duduk sembari memainkan ponsel. Wajahnya di tekuk, dengan serius memainkan game.

"Hei dek. Maafin kakak ya, jangan ngambek dong, jangan marah. Kakak ketawa juga cuma bercanda, kakak juga minta maaf kalau tadi banguninnya malah membuat adek kaget. Please dong, adeknya kak Rafka yang paling tampan, kalau marah berarti gak lucu lagi.. Katanya mau jadi superhero, superhero itu gak ada yang suka ngambek loh. Gak akan lulus seleksi, eh-" Rafka menghentikan ucapannya, ini bukan saatnya untuk bercanda, tapi membujuk di bungsu yang dibuatnya kesal pagi-pagi begini.

Oh ayolah, Arjun itu bukanlah anak kecil lagi, yang bisa di bujuk dengan kata-kata seperti itu. Lagian siapa suruh kakaknya itu malah membangunkannya dengan membuka gorden dan jendela, lalu tiba-tiba malah menyiramnya. Apa lagi saat bangun, eh kakaknya bukannya minta maaf malah ketawa. Kan Arjun jadi kesal.

"Dek, dengerin kakak gak sih. Kak Rafka minta maaf, kakak itu cuma mau bangunin juga bercanda dikit. Tapi kamu nya jangan marah sampai gini dong. Kan niat kakak bangunin kamu pagi sekali, ya biar kita bisa joging bareng. Tapi sepertinya tidak jadi, jika kamu marah seperti ini," ungkap Rafka dengan wajah sedihnya, mengingat tujuannya membangunkan Arjun dengan hal baik malah berakhir tragis.

"Kan bisa banguninnya baik-baik, wahai kakakku Rafka.. Tapi jahilin dikit, sepertinya gak masalah sih," batin Arjun dengan tawa di dalam hatinya.

Sifat Arjun itu nakal, jahil. Jadi gak akan heran jika kakak-kakaknya banyak yang suka ganggu, itung-itung sebagai pembalasan sedikit lah, dari sekian banyaknya kejahilan si bungsu pada saudaranya. Tapi siapa yang akan tega memarahi Arjun, ketika anak itu ketahuan bersalah. Namun menampilkan wajah polos juga mata yang berkaca-kaca sedih. Tentu para saudaranya tak akan ada yang tega.

"Dek, kalau kamu mau maafin kakak, kak Rafka akan belikan kamu boneka paus itu yang kemarin kamu minta 'kan? Sama kandang harimau yang sempat kakak larang itu. Tapi persyaratannya, jangan marah lagi," bujuk Rafka, dengan penuh harapan besar. Kali ini, Arjun akan luluh dengan bujukan yang ia tawarkan.

Namun naas. Arjun justru tak tertarik mendengar tawaran, bujukan itu. Ia hanya memfokuskan diri pada ponsel dan niatnya untuk jahilin Rafka.

Lagian untuk boneka paus itu, ia bisa minta sama kak Arziel, kalau untuk yang kandang harimau bisa minta sama Devin. Nah untuk isi dari kandang harimau itu, barulah nanti ia minta sama kak Rafka.

"Dek, kok diam aja sih," Rafka yang geram lantas mengambil ponsel Arjun. Membuat sang remaja yang lebih muda langsung memberikan tatapan nyalang pada kakaknya.

"Kakak balikin, kalau kamu mau dengerin kakak dulu-"

"Eh mau kemana?" ucapan Rafka lantas terpotong saat Arjun tiba-tiba melangkah pergi meninggalkannya. Ia keluar dari kamar dengan kaki yang dihentak-hentakkan.

"Waduh. Bahaya nih kalau sampai ngadu sama Devin atau yang lain," gumam Rafka yang langsung ikut menyusul Arjun.

Dilihatnya anak itu, berdiri di depan kamar Devin, sepertinya ia benar-benar akan mengadu.

"Kalau Arjun sampai ngadu, gue harus gimana nih?" batin Rafka yang gelisah, melihat setiap pergerakan dari Arjun.

Tak mungkin juga ia datang dan menarik Arjun untuk menjauh, karena pasti akan menimbulkan keributan. Dan bukan saja Devin yang akan bangun, tapi yang lain juga. Pasti mereka akan tambah marah, kalau jari libur, malah di bangunin sepagi buta ini.

Jam di dinding saat ini masih menunjukkan pukul 05.35, jadi tidak heran jika Arjun tambah kesal. Karena harusnya ia bangun lebih lama dari itu, karena mumpung libur. Tapi apalah, salah satu kakaknya malah menyita jam tidurnya.

Tok. Tok. Tok.

"KAK DEVIN!" Panggil Arjun sembari mengetuk pintu itu. Suaranya yang nyaring tentu membuat Rafka panik.

Meskipun dirinya lebih tua dari Devin, tapi tetap saja. Ia terkadang takut pada saat anak itu sedang marah, karena dirinya akan berubah seratus delapan puluh derajat dari aslinya, tentu itu semua jika ada yang menganggu adik tersayangnya.

"Please jangan bangun, Dev," batin Rafka berharap.

Ceklek!

Namun, harapan itu lenyap begitu saja, saat pintu kamar Devin justru terbuka. Dan menampilkan sang pemilik kamar.

Dengan wajah bantalnya, ia menyapa Arjun, hingga memilih masuk entah apa yang di bicarakan keduanya, Devin tidak tahu.

"Mending kabur aja deh, sebelum di amuk."

26 oktober 2022



Saudara MahardikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang