Part 17. Intograsi

313 35 0
                                    

"Minggir!" Perintah Ariel masih mencoba bersabar.

Bukannya menyingkir dan memberikan jalan pada Ariel maupun Arjun, justru Leon semakin menghalangi jalan mereka.

"Kenapa tuh si anak penyakitan?" tanya sekaligus hina Leon yang di tujukan pada Arjun.

Ariel geram. Ia langsung membalas perkataan teman sekelasnya itu, "ini bukanlah urusan lo! Cepat minggir. Tuan muda mau lewat, lo gak usah menghalangi. Di bandingkan dengan Arjun, lo bahkan gak ada apa-apanya. Jadi gak usah lo menghinanya."

Leon terkekeh, bahkan kekehan itu semakin menjadi tawa yang keras. Arjun memejamkan matanya menahan sakit, ia tidak mendengar yang di ucapkan oleh mereka berdua, karena fokus Arjun hanya pada rasa sakitnya.

"Lo ternyata hanyalah seorang budak. Di gaji berapa lo sama keluarganya? Sampai menjadi seekor anjing yang begitu penurut pada majikannya," hina Leon dengan nada mengejek.

Ariel membalas perkataan Leon dengan sebuah senyuman, "Itu lebih baik. Di banding bokap lo yang berstatus sebagai pencuri," balas Ariel dengan nada tenan dan pandangan yang berubah jadi serius.

"Upss. Sorry mulut gue kcoblosan, soalnya gak pernah di ajarin buat berbohong," lanjutnya.

"Anjir lu!" pekik Leon tak terima.

Ia ingin meninju wajah Ariel saat ini. Namun dengan cepat pula Ariel berlari. Bukan karena takut tetapi Arjun saat ini sangatlah membutuhkan pertolongan.

"Anjing si Leon!" batin Ariel marah.

"Arjun?" Panggil Ariel, untuk memastikan jika Arjun masih terjaga.

"Hmm," balasnya hanya sebuah gumaman lirih.

"Lo masih kuat 'kan?"

Sebuah anggukan di berikan Arjun, membuat Ariel bisa sedikit bernafas lega.

Ariel terus berlari, dengan membawa Arjun di gendongannya, terkadang ia juga berjalan ketika ia sudah tidak kuat untuk berlari, tetapi ia sama sekali tak berhenti, seberapa lelah pun dirinya. Ruangan UKS terletak di lantai 2, dan kini ia harus menaiki tangga untuk bisa sampai.

"Ariel?" Arjun memanggil Ariel dengan nada lirih, sangat pelan.

"Iya? Kenapa Arjun?"

"K-alau g-ak k-kuat jalan. B-erhenti aja," anak itu kesusahan untuk mengatakan sesuatu.

"Gue kuat. Gue kan seorang atlet, ini bukanlah masalah besar buat gue," jawab Ariel dengan nafas yang mulai tak teratur.

"M-makasih."

Sejujurnya Ariel sangat lelah, setelah berlari tadi. Namun ia tidak akan menunjukkan sisi lemahnya pada Arjun. Ia akan selalu menjadi teman yang akan menjadi tameng untuk sang sahabat. Semoga saja dengan ini, Arjun bisa percaya jika Ariel adalah teman yang sangat tulus.

Langkah Ariel perlahan-lahan memelan. Matanya membola saat mendapati kedua kakak kembar Arjun sedang duduk di depan pintu UKS. Dan tak lama pula, Devin juga keluar dari ruangan UKS dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Ariel meneguk ludahnya kasar, kala mendapati tatapan Devin dengan pandangan dingin dan mengintiminasi. Devin boleh saja tipe cowok yang suka bercanda, humoris jarang marah.

Tapi jangan lupakan. Arjun itu kesayangan Devin, lecet sedikit saja maka ia akan membalasnya dua kali lipat. Dan beruntungnya Leon karena Devin tak mendengar ucapannya yang tadi menghina Arjun.

"K-kenapa?" Arjun membuka matanya yang semula terpejam. Merasa aneh karena Ariel tak mendengar ucapannya.

Pandangan Arjun kini jatuh pada Devin, reaksi Arjun pun tak jauh berbeda dengan Ariel. Tentu sangat terkejut.

Tetapi yang mengherankan, bagaimana bisa Devin, Arziel dan Geziel kini berada tepat di UKS. Tidak mungkinkan mereka datang tanpa tujuan.

"Atau jangan-jangan kakak tahu semuanya?"

Arjun menggelengkan kepalanya, berusaha mengelak dan meyakinkan diri bahwa kedatangan mereka itu adalah sebuah kebetulan saja.

Setelah sampai, Arjun segera melompat turun dari gendongan Ariel. Hal itu membuat Ariel terkejut dan hampir saja ia menjitak kepala Arjun yang seenaknya saja. Tapi niatnya ia urungkan karena suasananya sedang kurang memungkinkan.

Arjun berjalan hingga berdiri tepat di depan kakaknya. Dengan senyuman dan cengiran bodoh ia berikan. Wajahnya yang tadi mengeluh sakit kini malah menunjukkan wajah ceria seperti biasanya.

"Tahan.. Tahan bentar aja sampai mereka bertiga pergi. Aku cuma gak mau kakak bertindak sesuatu yang menyakini pak Denny jika tau kenyataannya."

"Kenapa di gendong? Ngapain ke UKS?" Devin bertanya dengan nada menuntut.

"Ariel kalah, jadi aku suruh buat gendong sampai ke kalas."

"Kelas lo udah lewat," Geziel ikut menyahut. Ia menyipitkan matanya curiga.

"Y-ya emang lewat. Kan Arjun nyuruh Ariel gendong sampai keliling lantai dua ini," jawab Arjun berbohong.

"Kasian anak orang loh. Lain kali jangan gitu dek," Arziel berkata lembut, lalu mengusap surai hitam Arjun.

"Lo gak bohong 'kan Arjun? Kakak gak suka loh kalau kamu bohong," Devin menatap wajah Arjun yang semakin pucat. Seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

"Gak lah kak. M-mana mungkin Arjun bohong," Arjun masih menjawab dengan jujur.

Ia menarik nafas pelan. Berusaha menahan sakit di sekujur tubuhnya. Mungkin jika Arjun menyerah, saat ini ia sudah tak sadarkan diri. Namun anak itu tidak ingin jika sampai kakak-kakaknya tahu dan menimbulkan masalah pada pak Denny.

"Biasanya juga lo tukang bohong dek," cerocos Arziel. Niatnya cuma bercanda namun justru di tanggapi serius oleh Arjun. Anak itu pun langsung marah pada Arziel.

"Ya sudah. Tapi jika ada apa-apa bilang sama kakak. Jangan mencoba menyembunyikannya Arjun, jika kakak tahu kamu berbohong, maka jangan salahkan kakak jika kamu akan di kurung di mansion selama sebulan."

Arjun dan Ariel yang sedari tadi diam, bak patung. Membelalakkan matanya dengan ucapan Devin. Di kurung selama sebulan, tentu akan membuat Arjun mengamuk. Ia pernah merasakannya ketika masih SD dulu. Dan itu sangat mengerikan.

Ariel menyenggol pelan lengan Arjun, ketika anak itu terdiam membeku di tempatnya.

"Arjun apa lo akan tetap berbohong?" kira-kira seperti itulah yang di ucapkan Ariel lewat tatapan matanya.

"Kak Devin percaya saja sama Arjun. Arjun baik, bahkan sangat baik karena memperbudak Ariel," setelah mengatakannya Arjun tertawa dengan keras.

Namun tawanya terhenti saat ternyata hanya dirinyalah yang tertawa sendiri. Orang-orang disana hanya terdiam memandangi satu objek yang sama. Yaitu Arjun.

"Ini serius Arjun? Tadi aja anak itu sudah seperti orang sekarat, lah sekarang kenapa jadi normal lagi. Dia memang baik-baik saja atau hanya mencoba meyakinkan kakaknya agar tak curiga. Tetapi untuk menahan rasa sakitnya, Ariel tahu itu tidaklah mudah."

"Eh kenapa kalian disini?" kini Arjun yang kembali bertanya.

"Ada urusan."

"Urusan apaan? Padahal kan kelas kakak masih belajar. Masa kalian bolos," Arjun menuduh.

"Udah ijin," Devin kembali menjawab datar.

"Udah kalian kembali ke kelas sekarang," ujar Devin lalu memandang Arjun dari atas sampai bawah. Ia harus memastikan bahwa Arjun memang baik-baik saja.

"Kalian aja dulu. Lagi malas mengikuti mapel jam ini."

"Ya sudah."

Setelahnya Devin, Arziel, Geziel berjalan untuk kembali ke kelas masing-masing. Meninggalkan Ariel yang terdiam membatu dan Arjun yang langsung menjatuhkan tubuhnya ke lantai. Jujur saja, ia sungguh kesulitan menyanggah tubuhnya agar tetap berdiri kokoh tadi.

25 juli 2022

Saudara MahardikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang